Kepada Presiden dan DPR RI: Agenda Reformasi Polri Harus Segera Dituntaskan!
JAKARTA, INAKORAN
Baru-baru ini, Indonesia diramaikan dengan tagar #PercumaLaporPolisi, tagar yang ramai diperbincangkan masyarakat oleh karena sikap institusi Polri yang dianggap tidak profesional dalam menangani kasus kekerasan seksual 3 (tiga) orang anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, yang diberitakan oleh Project Multatuli, demikian rilis yang diterima INAKORAN Jumat (15/10)
Ditambah adanya penetapan tersangka kepada seorang pedagang yang mengalami penganiayaan dari beberapa orang terduga preman pasar di Deli Serdang, Sumatera Utara hingga kekerasan terhadap sejumlah mahasiswa dalam penanganan aksi demonstrasi di sekitar kantor Bupati Kabupaten Tangerang, Banten.
Kami menilai riuhnya tagar #PercumaLaporPolisi tidak lain merupakan ekspresi kekecewaan dan kritik masyarakat atas kerja-kerja Polri yang dalam berbagai kasus dianggap tidak akuntabel, transparan, dan bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Hal ini mengakibatkan krisis kepercayaan masyarakat pada aparat penegak hukum dan hukum itu sendiri.
Alih-alih merespon kritik dengan memperbaiki kinerja, Polri justru melakukan penyangkalan yang berlebihan dan tidak perlu. Semisal dalam kasus kekerasan seksual terhadap 3 (tiga) orang anak di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Akun instagram humas Polres Luwu Timur membuat klarifikasi dan diikuti cap hoaks pada artikel berita yang dipublikasi Project Multatuli.
Parahnya, klarifikasi yang dimuat menyebut identitas orang tua korban. Padahal berdasarkan hukum, memuat identitas nama orang tua korban merupakan sesuatu yang dilarang.
Tidak hanya dalam penanganan kasus kekerasan seksual, ketidakprofesionalan anggota kepolisian juga terlihat dalam penanganan aksi demonstrasi mahasiswa di depan kantor Kabupaten Tangerang pada 13 oktober yang lalu.
Diketahui dari video yang beredar, para mahasiswa mengalami kekerasan dari aparat kepolisian hingga ada yang sempat tidak sadarkan diri setelah dibanting ke trotoar jalan.
Kendati pelaku sudah menyampaikan klarifikasi dan permintaan maaf, namun hal tersebut tidak menghapus pertanggungjawaban pelaku dan juga atasan pelaku.
Pada konteks ini, Polda harus tetap memproses baik secara etik maupun pidana. Proses hukum terhadap pelaku dan atasan pelaku sangat penting dilakukan tidak hanya untuk memberikan keadilan bagi korban tetapi juga memutus rantai impunitas sekaligus memastikan peristiwa serupa tidak terulang kembali.
Kami menilai masalah-masalah tersebut dapat muncul dan kerap kali berulang disebabkan adanya pengabaian terhadap masalah struktural, yang penyelesaiannya tidak cukup dengan pendekatan kasuistik.
Melainkan dengan pendekatan integral, perubahan secara menyeluruh terhadap institusi kepolisian, caranya melalui agenda reformasi kepolisian dengan merevisi Undang-Undang Kepolisian.
Beberapa substansi perubahan diantaranya seperti memperkuat mekanisme pengawasan eksternal yang dapat melakukan penindakan terhadap anggota kepolisian hingga mempertegas larangan anggota kepolisian dalam hal rangkap jabatan, atau apabila menduduki jabatan di luar tugas kepolisian harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Bahwa agenda tersebut tidak hanya terbatas pada reformasi instrumental, tetapi juga struktural dan kultural.
Selengkapnya dapat diakses melalui:
https://kontras.org/2021/10/15/kepada-presiden-dan-dpr-ri-agenda-reformasi-polri-harus-segera-dituntaskan/
TAG#KONTRAS
188671106
KOMENTAR