Layak Dicontoh, China Cetak 206 Unicorn Baru
Jakarta, Inako
Terkait pertumbuhan Unicorn baru, China pantas untuk ditiru oleh Indonesia, yang saat ini sedang berusaha mengembangkan starup baru sebagai salah satu cara meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dilaporkan, saat ini China sukses mengembangkan 206 unicorn baru yang sekaligus mengukuhkan dirinya sebagai raja startup dunia.
Bakan, jumlah unicorn China kini dilaporkan telah melampuai Amerika Serikat (AS). Laporan Hurun menyebutkan, China memproduksi 206 unicorn, sedangkan AS hanya 203. Unicorn adalah startup yang memiliki valuasi melampaui USD1 miliar (Rp14 triliun).
Apa yang terjadi di China dan Amerika, pantas untuk dijadikan contoh atau model bagi Indonesia yang saat ini sedang giat membangun starup baru sebagai salah satu cara meningkatkan perekonomian masyarakat.
China dan AS menjadi rumah bagi lebih dari 80% unicorn di dunia. Keduanya terus bersaing di dalam ekonomi hingga terjadi perang dagang.
“China dan AS mendominasi unicorn di dunia, meski mewakili hanya separuh PDB dunia dan seperempat populasi dunia,” kata Chairman Hurun, Rupert Hoogewerf,” dikutip BBC.
Perusahaan pembayaran asal China, Ant Financial, menduduki posisi puncak dengan valuasi USD150 miliar (Rp2100 triliun). Didirikan pada 2014, bisnis utama Ant Financial ialah platform pembayaran Alipay. Lalu Bytedance, juga dari China, berada di urutan kedua dengan valuasi sebesar USD75 miliar (Rp1000 triliun).
Salah satu produk paling terkenal Bytedance ialah TikTok yang juga menjadi platform video-sharing dengan pertumbuhan paling cepat pada tahun ini. Perusahaan ride-sharing Didi Chuxing berada di urutan ketiga dengan valuasi USD55 miliar (Rp771 triliun). Adapun perusahaan AS yang masuk 10 besar ialah Airbnb, WeWork, dan Juul.
Kemenangan China dalam sektor startup menunjukkan penguatan perusahaan inovasi dunia. Mereka tetap berkembang di tengah tekanan perang dagang yang digaungkan Amerika Serikat.
"Keluasan dan keberagaman perusahaan startup yang relatif kecil serta berbasis teknologi menjadi rival utama dengan Silicon Valley," kata Paul Haswell, analis dari firma hukum internasional Pinsent Masons. Tantangan saat ini adalah apakah ledakan perusahaan startup tersebut akan terus berlanjut di China atau tidak.
KOMENTAR