Mahfud MD Sebut Madura Jadi Laboratorium Toleransi Indonesia

Sifi Masdi

Tuesday, 05-02-2019 | 22:04 pm

MDN
Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD [inakoran.com]

Semenep, Inako

Gerakan Suluh Kebangsaan menggelar seminar di Kabupaten Sumenep, Pulau Madura, Senin 4 Februari 2019. Seminar ini mengangkat tema “Mengembangkan Budaya Toleransi ala Masyarakat Madura”.

Menrut Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD, tema ini sengaja dipilih karena toleransi di Madura memiliki ciri khas khusus yang patut dicontoh. Dia bahkan menyebut Madura adalah laboratorium bertoleransi di Indonesia.

"Masyarakat Madura itu penganut Islam yang taat dan kuat. Patuh sama kiai dan kehidupannya alam pesantren. Tapi sangat menghargai agama lain," kata dia.

Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu semua agama ada di Madura. Dari Budha sampai Konghucu, dari Protestan hingga Katolik. Namun mereka bisa hidup dan beribadah dengan tenang, tidak pula merasa terancam meski minoritas.

"Seorang pendeta di Bangkalan bilang Madura adalah laboratorium bagi bertoleransi," ujar dia.

Pendapat Mahfud MD itu nampaknya tidak berlebihan. Sebab perlambangan tentang masyarakat Madura yang toleran masih ada hingga saat ini. Salah satunya  Desa Pabian di Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep. Desa ini dijuluki kampung toleransi karena ada tiga tempat ibadah lintas agama yang berada dalam satu kompleks, yaitu Masjid Baitur Arham, Gereja Katolik Paroki Maria Gunung Karmel, serta Klenteng Pao Sian Lin Kong. Jarak antar ketiganya tak lebih dari 50 meter.

Di Kabupaten Pamekasan, tepatnya di dusun Candi, Desa Polagan, Kecamatan Galis terdapat Vihara Avalokitesvara. Ini salah satu Vihara tertua di Indonesia. Vihara yang letaknya dekat lokasi wisata Pantai Siring ini menarik bagi orang untuk belajar toleransi. Sebab dalam kompleks Vihara terdapat musala tempat ibadah umat Islam. Ada juga pura tempat ibadah umat Hindu sejak puluhan tahun.

Gerakan Suluh Kebangsaan sendiri didirikan oleh sejumlah tokoh lintas agama yaitu Mahfud MD, Alissa Wahid, Romo Beny Susetyo dan Budi Kuncoro. Pembentukan gerakan  ini dilatari keprihatinan akan ancaman perpecahan bangsa Indonesia yang makin menguat menjelang momen politik akbar seperti pemilu.

"Fenomena ini sudah ada sejak pemilu 2014, agama dibenturkan dengan agama, ada Islam cebong, Islam kampret. Ada benturan entnis, satu pribumi, satunya asing," kata Mahfud MD

Namun begitu, Mahfud MD menilai berbagai benturan itu masih dalam taraf kondusif. Bagi dia yang terjadi di Indonesia bukanlah toleransi melainkan akseptasi.  "Penerimaan secara langsung atas perbedayaan yang ada," ungkap dia.

KOMENTAR