Natuna Kembali Bergejolak, Pengamat Sarankan Bakamla RI Diperkuat
Jakarta, Inako
Beberapa hari lalu kantor berita Reuters meliris laporan terkait protes China yang melayangkan surat diplomatik kepada Pemerintah Indonesia. Dalam surat protes itu disebutkan China meminta Indonesia menghentikan pengeboran minyak dan gas di Natuna karena China mengklaim bahwa ekslporasi dilakukan di wilayahnya.
Protes tersebut menjadi perbincangan hangat di Tanah Air, yang langsung direspon oleh Muhammad Sutisna Pengamat Keamanan dan Pertahanan yang juga Direktur Maritime Strategic Center, Sabtu (4/12)
Saat dihubungi oleh pihak wartawan melalui sambungan whatsapp, Sutisna mengatakan bahwa Tiongkok tidak boleh semena-mena terhadap kita. Sudah jelas bahwa aktifitas pengeboran minyak yang dilakukan Pemerintah Indonesia merupakan hak kita. Dimana wilayah itu memang bagian dari Landas Kontinen Indonesia sesuai dengan hasil keputusan UNCLOS yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Sesuai ketentuan Pasal 76 ayat 1 Unclos, Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk melakukan kegiatan ekplorasi, eksploitasi dan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) di dasar dan bawah laut.
Sedangkan Tiongkok lagi lagi hanya berpaku pada Nine dashlinenya yang sangat tidak rasional, dan terkesan egois. "Ujar Sutisna"
Apalagi bila mengutip pernyataannya Kepala Bakamla RI, jauh sebelum protes china dilayangkan. Coast Guard China kerap mondar mandir di ZEE Indonesia di kawasan Laut Natuna Utara, dimana hal ini Beijing terkesan melakukan tindakan yang intimidatif, membuat resah aktifitas pengeboran tersebut.
Penting bagi negara untuk lebih hadir dikawasan Laut Natuna. Khususnya memberikan rasa aman dan nyaman kepada SKK Migas sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab terhadap aktifitas pengeboran tersebut. Agar target pemerintah dalam membangkitkan industri hulu minyak dan gas (migas), dengan menetapkan target produksi minyak sebesar 1 juta barrel per hari (BOPD) dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari (BSCFD) pada 2030 bisa berjalan dengan lancar. 'Ujar Sutisna'
Menurut sutisna, selesainya operasi drilling Rig Noble Clyde Boudreaux yang dilakukan Kementerian ESDM sejak tanggal 1 juli hingga pertengahan November merupakan keberhasilan pemerintah RI menunjukkan ketegasan sikap dan kemampuan menjamin hak-hak berdaulatnya. Luar biasa peran TNI AL dan Bakamla yang terus hadir mengawal eksplorasi tersebut dengan baik sejak awal hingga berakhirnya kegiatan drilling, tambahnya.
Lebih lanjut Sutisna melihat bahwa manuver Tiongkok yang intensif dan cenderung mengkhawatirkan sebetulnya ini merupakan signal bagi pemerintah untuk menguatkan Bakamla sebagai Coast Guardnya Indonesia. Dengan lebih mengintensifkan kehadiran Bakamla untuk menjalankan tugas-tugas pengamanan terhadap kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi di Landas Kontinen, sebagai upaya untuk menangkal klaim-klaim sepihak dari negara lain.
Sehingga tidak perlu adalagi perdebatan siapa yang sebenernya layak menjadi coast guard Indonesia. Karena sudah jelas Bakamla RI lah yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam menjaga keamanan maritim di wilayah kedaulatan Indonesia. Sesuai dengan pernyataan Presiden Jokowi, pada februari 2020 silam ketika melantik Kepala Bakamla RI. Dan yang perlu dilakukan saat ini adalah menguatkan Bakamla sesuai dengan legasi hukum yang berlaku. "Tutup Sutisna". (**)
TAG#Maritim
188670986
KOMENTAR