Pembuktian Sidik Jari Diduga akan Menjerat HA dan BT Terkena Laporan Palsu
Labuan Bajo, Inako
Pemeriksaan lanjutan Rabu (25/05) kasus laporan pemalsuan tanda tangan di sketsa tapal batas adat terus digelar di Polres Manggarai Barat (Mabar), NTT.
Pihak pelapor Hendrikus Ansel dan Bernadus Tambuk dihadapkan dengan Yosef Yakop dan Rofinus Midun, yang membawa dan menyaksikan tanda tangan dan cap jempol di sketsa tapal batas lima masyarakat adat yaitu Rareng, Rai, Terlaing, Nggorang dan Lancang.
Pengacara Beny Janur yang mendampingi Yosep dan Rofinus mengatakan bahwa pihaknya telah mendapat konfirmasi dari Yosep dan Rofinus bahwa
tanda tangan dan cap jempol di sketsa itu adalah benar-benar milik Hendrik dan Bernadus, tetapi kedua pelapor membantah.
Menurut Beny, agenda yang akan dilakukan dalam proses pemeriksaan nanti adalah konfrontir. Artinya, kedua Pelapor dan saksi Terlapor saling berhadapan dalam memberikan keterangan. Tujuannya untuk mengetahui apakah keterangan mereka bersesuaian dari awal.
Beny menjelaskan bahwa yang terjadi adalah keterangan yang mereka sampaikan berbeli-belit dan berubah-ubah, sehingga semuanya akan berdampak secara hukum.
“Saya juga prihatin diduga mereka dijebak oleh konspirasi mafia tanah,” tutur Beny
Namun Beny menambahkan bahwa untuk membuktikan benar atau tidak tanda-tangan dan sidik jari maka akan dibuktikan lewat laboratorium forensik.
“Pihak penyidik sudah berkali-kali minta kedua pelapor supaya jujur. Sebab jika hasil forensik bahwa itu sidik jari dan tanda- tangan mereka maka akan terjerat laporan palsu dan pencemaran nama baik,” tambah Beny.
Menurut Beny, laporan polisi saudara Hendrik dan Bernadus terhadap tokoh Terlaing dinilai aneh dan janggal. Pasalnya, dokumen berupa sketsa itu milik bersama dan untuk kepentingan bersama bagi masyarakat adat Lancang, Nggorang, Rareng, Rai dan Terlaing.
Oleh karena itu, tegas Beny, sketsa itu berisi garis tapal batas kelima masyarakat adat itu. Apalagi sketsa itu dibuat lewat kesepakatan bersama dan ritual adat lima masyarakat adat.
“Lalu kalau dokumen itu palsu maka seharusnya saudara Hendrik dan Bernadus melapor tua-tua adat mereka yaitu Rareng bukan tua-tua adat lain,” pungkas Beny.
Terkait dengan peran Hendrik Jempo dalam sketsa itu, Beny menegaskan bahwa peran Hendrik Jempo sebagai Tua Gendang Terlaing, hanyalah pemerkasa dan pembuatan sketsa itu hasil kesepakatan bersama.
Lebih lanjut Beny menjelaskan bahwa Bernadus pernah diperiksa oleh Polda NTT terkait tanda-tangan di dokumen yang sama. Bahkan dalam BAP sudah ada pengakuan tanda tangan tersebut dan saat ini masih ada di Polda NTT.
Persoalan ini, jelas Beny, berkaitan peta rekayasa Wau Pitu Gendang Pitu tanah Boleng yang dilakukan Bonafantura Abunawan, yang masih tersandung sebagai tersangka.
“Saudara Bernadus mungkin sudah lupa bahwa ia dulu pernah membantah tanda tangan itu, tetapi kemudian mengaku di depan penyelidik Polda NTT,” tegas Beny.
KOMENTAR