PPKM Darurat Minus Maksimal Manfaat

Hila Bame

Thursday, 22-07-2021 | 05:18 am

MDN

                                                 

  Oleh: Dr. Usmar. SE.,MM

JAKARTA, INAKORAN

Pada tanggal 10 Dzulhijjah seluruh umat Islam di dunia merayakan hari raya idhul adha 1142 Hijriah bertepatan pada hari Selasa 20 Juli 2021 Masehi.

Berbagai makna sejarah peristiwa hari raya Idul Adha atau hari raya Qurban yang dapat kita jadikan inspirasi dalam tindakan di kehidupan berbangsa dan bernegara di tengah pandemi Covid-19 yang makin mengganas, sehingga memaksa Pemerintah untuk menerapkan kebijakan PPKM Darurat untuk Jawa-Bali.


BACA:  

Iedul Qurban; Blessing In Disguise-nya di Tengah Pandemi Covid-19


MAKNA PERISTIWA SEJARAH IDHUL ADHA
Untuk memaknai Idul Adha dapat kita lakukan dari dua perspektif, yaitu secara Vertikal kita mengikuti jejak Nabi Ibrahim tentang ketaatan totalitas hamba kepada Allah, dan keikhlasan Nabi Ismail yang sempurna sebagai seorang manusia. 

Sedangkan secara Horizontal, peristiwa ini dapat dijadikan momentum untuk rela berkorban dan berbagi kebahagiaan dan kesejahteraan kepada umat manusia lainnya yang di simbolisasi dalam rela memberikan hewan qurban untuk di distribusikan kepada orang yang layak untuk menerimanya. 

Sebagaimana makna kata Qurban dalam istilah fikih adalah udhiyyah yang artinya hewan yang disembelih waktu dhuha, waktu saat matahari naik pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasriq untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dan berkorban dalam terminologi bahasa Indonesia adalah suatu tindakan yang heroik, yaitu sebuah sikap yang siap dan rela menderita untuk suatu cita-cita dan tujuan tertentu. 

HARGA TAK BERBAYAR YANG TAK TERBAYAR
Ditengah penerapan PPKM Darurat, kita acap mendengar berita dan laporan tentang keluhan bagaimana sulitnya untuk memperoleh Oksigen bagi pasien yang terpapar Covid-19 dan keluarga yang mengupayakannya.

Padahal para keluarga dan kerabat dari pasien yang terpapar covid, dalam upayanya memperoleh oksigen tersebut tetap menyediakan alokasi anggaran untuk memperolehnya, namun tetap tidak dapat.

Berkaca dari situasi ini, sudah sangat pantas jika kita dapat mengikuti jejak nabi Ibrahim memberikan ketaatan totalitas sebagai hamba ALLAH SWT, yang telah memberikan secara gratis atau tak berbayar terhadap oksigen yang kita butuhkan sepanjang hayat kehidupan kita.

Secara ekonomi, kita dapat mengkalkulasi betapa besar dan takkan terbayar untuk oksigen tak berbayar yang diberikan oleh Allah dalam kehidupan kita.

Seperti kita ketahui, setiap hari manusia rata-rata menghirup udara sebanyak 11 ribu liter sampai dengan 12 ribu liter udara per hari. Dan dari udara tersebut sekitar 2.200 liternya adalah oksigen. 

Jadi, dengan harga oksigen yang sulit didapatkan itu saat ini, dan dari berita yang beredar, bahwa harga oksigen pertabung sekitar Rp.90 ribu per liter, berarti setiap Bulan manusia untuk menghirup udara dengan membayar nilai oksigen senilai Rp.90 ribu X 2.200 liter X 31 hari = Rp.6.138.000.000,-

Sehingga dalam Satu Tahun adalah 12 X Rp.6.138.000.000,- =  Rp.73.656.000.000.

Jadi jika kita dapat hidup katakanlah sampai 60 tahun, biaya oksigen yang kita nikmati adalah sebesar 60 tahun X Rp.73.656.000.000= Rp.4.419.360.000.000,- atau kalau kita sebut nominalnya adalah “Empat triliun empat ratus sembilan belas milyar tiga ratus enam puluh juta rupia”.

Sungguh suatu harga satu komoditas dari sekian banyak komoditas kebutuhan manusia yang tak berbayar yang tak kan terbayar oleh kita manusia dari sang pencipta alam semesta ini.


PPKM DARURAT
Melihat korban pandemi Covid dengan Varian baru Delta semakin meningkat, maka muncul upaya untuk bagaimana mengatasinya dalam kondisi pikir yang mungkin relatif terlambat, ditengah ruang fiskal negara yang juga makin tak hebat, lahirlah kebijakan PPKM Darurat.    

Sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Jawa-Bali yang berlaku sejak tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021. Sesungguhnya sebuah ikhtiar dalam rangka meniadakan atau minimal mengurangi korban pandemi.

Tetapi melihat perkembangan korban yang terpapar covid yang sangat masif, dan makin meluas, dimana menurut data per tgl 18 Juli 2021 ada kasus baru harian sebanyak 44.721 kasus. Dengan demikian pergerakan data Covid-19 di Indonesia menjadi 2.877.476 kasus terkonfrimasi dan menyebabkan kematian sebanya 73.582 orang.

Melihat tetap terjadi lonjakan orang yang terpapar Covid ini, memunculkan pertanyaan dari masyarakat, Apakah PPKM Darurat ini sudah tepat ? ataukah memang kebijakan yang masih minimal dari sisi manfaat “ ?

MENCARI SOLUSI DENGAN BERSINERGI
Pernyataan permohonan maaf yang disampaikan oleh Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan kepada publik dalam jumpa pers virtual tentang “Evaluasi Pelaksanaan PPKM Darurat”, pada hari Sabtu, 17 Juli 2021, bahwa pelaksanaan PPKM Darurat tersebut belum berjalan maksimal, adalah pernyataan yang relatif langkah ditengah pilihan beliau yang lebih sering memilih narasi tak sejuk itu.

Karena itu hendaknya ini dapat dijadikan momentum introspeksi bagi semua pengambil kebijakan tentang pandemi Covid ini, baik di jajaran Menko Marves Bapak Luhut Binsar Pandjaitan yang bertanggung jawab untuk penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali yang masih minus maksimal manfaat, juga jajaran Menko Ekuin Bapak Airlangga Sutarto yang bertanggung jawab untuk luar pulau Jawa dan Bali, yang situasi perkembangan covid di wilayah-wilayah tersebut juga mengkhawatirkan.

Kita masih sering mendengarkan dan melihat, ada beberapa komunikasi antar pejabat yang tidak tepat bahkan terkadang saling menegasikan, bahkan itu terjadi juga di level Menko. 

Dalam situasi yang sangat darurat dan banyaknya korban yang terdampak hingga meninggal dunia, anjuran Presiden, agar para Menterinya lebih berhati-hati dalam menyampaikan komunikasi kepada masyarakat, sebenarnya adalah sesuatu yang semestinya mereka sudah tahu dan tak perlu harus diingatkan terlebih dahulu.

DILEMA PPKM DARURAT DENGAN RAKYAT SEKARAT
Meski sampai hari ini secara resmi belum ada keputusan tentang perpanjangan masa PPKM Darurat Jawa-Bali yang akan berakhir sampai hari ini 20 Juli 2021, tapi dari beberapa kecenderungan narasi yang disampaikan baik itu oleh menteri Keuangan, Menkokesra maupun IDI, mengisyaratkan perlunya perpanjangan dan perluasan PPKM darura tersebut untuk mengatasi Pandemi Covid..

Apapun keputusan yang akan diambil nantinya, memang itu adalah solusi terbaik. Kita perlu mengingatkan, bahwa ketika PPKM Darurat di terapkan, makin banyak usaha masyarakat di sektor-sektor informal sangat terdampak.

Begitu juga, mereka yang berpenghasilan harian dan pas-pasan sekedar untuk memenuhi kebutuhan dasar harian saja, sekedar untuk dapat bertahan hidup, tentu harus menjadi fokus perhatian utama pemerintah.

Mengapa ini kita harus sampaikan, karena sudah menjadi persoalan umum, bahwa “Ketika kebutuhan dasar berteriak untuk diekspresikan, ketika rasa lapar yang tak bisa di tawar, maka rasionalitas hilang. Bahkan senyum pun akan disangka mengejek, maka ini adalah signal bahaya.

untuk itu mumpung masih ada waktu untuk berpikir dan berbuat secara adil dan bijak. Karena pada hakekatnya sebaik apapun pemerintah, tanpa bisa menjaga keselamatan dan kebutuhan orang yang diperintah, adalah tindakan nista.


**)Penulis: Ketua LPM Universitas Moestopo (Beragama) Jakarta & Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)

TAG#USMAR, #MUSTOPO, #PPKM

163438284

KOMENTAR