Prabowo di Antara Cawapres Cak Imin dan Airlangga

Timoteus Duang

Friday, 12-05-2023 | 15:25 pm

MDN
H. Adlan Daie

 

JAKARTA, INAKORAN.COM 

Oleh: H. Adlan Daie [Pemerhati politik dan sosial keagamaan]

 

Dalam kalkukasi politik "awam" sekalipun kebutuhan peluang menang dalam konstruksi varian demografi pemilih di Indonesia tentu Cak Imin "lebih tepat" dipilih Prabowo sebagai pasangan cawapres dalam kontestasi Pilpres 2024.

Keduanya adalah representasi "nasionalis" dan "religius" dengan perpaduan latar belakang militer dan sipil dalam relasi politik bersifat komplementer dan saling membutuhkan satu sama lain.

Sayangnya pasca penandatanganan piagam kerjasama Partai Gerindra dan PKB beberapa bulan lalu, hingga hari ini  belum ada kepastian tentang Cak Imin menjadi pasangan cawapres Prabowo, capres dari partai Gerindra.

Itulah sebabnya kemungkinan merapatnya partai Golkar dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR) yang dibangun  bersama Partai Gerinda dan PKB menimbulkan spekulasi politik tentang kemungkinan Airlangga Hartarto menjadi cawapres Prabowo.

Dalam perspektif penulis, Cak Imin dengan PKB, partai yang dipimpinnya dan Airlangga dengan Partai Golkar yang dipimpinnya sama pentingnya dalam konstruksi koalisi "Kebangkitan Indonesia Raya" di mana Prabowo Ketua Umum Partai Gerindra dinominasikan menjadi capres dari koalisi tiga partai tersebut.


Baca juga:

Relawan Jokowi Kaltim Unggulkan Muhadjir Jadi Cawapres


 

Cak Imin dan PKB sangat penting bagi Prabowo dalam konteks sebagai cawapres mendampingi Prabowo untuk kebutuhan peluang menang dalam kontestasi Pilpres 2024.

Pasalnya kekalahan Prabowo dalam dua kali Pilpres terakhir, yakni Pilpres 2014 dan pilpres 2019 secara demografis akibat kalah "telak" di dua provinsi besar di pulau Jawa, yakni Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam konteks ini urgensi elektoral Cak Imin sebagai cawapres Prabowo menjadi sangat penting bisa menambal "bolong-bolong" elektoral Prabowo di dua provinsi tersebut di mana mesin politik PKB sangat kuat daya tumpu elektoralnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam hal Airlangga dan Partai Golkar yang dipimpinnya penting posisi politiknya bagi Prabowo dalam konteks menambah "daya gedor" elektoral tapi juga jaminan stabilitas politik pasca pasangan Prabowo-Cak Imin kelak terpilih dalam kontestasi Pilpres 2024.

Keunggulan "teknokrasi politik" Partai Golkar adalah jaminan pemerintahan yang dipimpin tiga koalisi partai tersebut berjalan stabil dan efektif.


Baca juga:

Kompak dengan PDI-P Daftarkan Caleg, NasDem Bidik 100 Kursi di DPR RI


 

Penulis menduga "keraguan" Prabowo hingga saat ini belum  memastikan dan mendeklarasikan cak Imin sebagai cawapresnya antara lain karena relasi PKB dan PBNU dipandang "dishamonis" dalam konteks kontestasi Pilpres 2024.

Misalnya relasi "disharmonis" tersebut dapat dibaca dari pernyataan Gus Ipul, Sekjen PBNU yang menominasikan Erick Thohir, menteri BUMN sebagai cawapres yang menurutnya "paling" diterima warga NU atau pernyataan Gus Yaqut, Ketua Umum GP Ansor sekaligus Menteri Agama RI yang menyebut empat kandidat cawapres untuk Prabowo tanpa menyebut nama Cak Imin.

Dalam relasi relasi kuasa di lingkungan elite NU, mengutip Martin Van Bruinessen, relasi dialektis yang dibaca "orang luar" dengan tampilan "disharmonis" adalah hal biasa dan lumrah dalam sejarah pergumulan politik para elite NU.

Perbedaan cara pandang KH. Wahab Hasbullah dan KH. Bisri Ayansuri, dua tokoh pendiri jamiyah NU sekaligus keduanya dalam kekerabatan "adik dan kakak ipar" misalnya tentang pembubaran anggota "konstituante" (1959) adalah sedikit contoh relasi dialektis para elite NU sudah biasa dan lumrah.

Dalam konteks itulah Prabowo tidak perlu membaca relasi PKB dan PBNU dalam konstruksi relasi konfliktual melainkan cara menaikkan "andrenalin" dalam proses pematangan politik yang saling menguatkan.


Baca juga:

Sampaikan AIPA Message di KTT ASEAN, Puan Singgung Krisis Myanmar dan Sambut Timor Leste


 

Maka penting bagi Prabowo untuk segera mengambil sikap dalam prinsip "kaidah fiqhiyah", yaitu "da' ma yuribuka ila ma la yuribuka", tinggalkan keragu-raguan dan segera mengambil keputusan politik untuk menutup kemungkinan timbulnya keraguan baru dalam dinamika politik.

Pointnya mensegerakan deklarasi Cak Imin sebagai cawapresnya adalah opsi politik paling "mungkin" bagi Prabowo dalam ikhtiar merebut momentum kemenangan politik sekaligus menutup timbulnya "perluasan" keraguan pilihan politiknya dalam memantapkan diri menyongsong tanda tanda kemenangan makin dekat di depan mata dalam kontestasi Pilpres 2024.

Kekokohan Cak Imin memimpin PKB dalam fluktuasi dinamika politik nasional adalah salah satu "kunci" penting bagi kemenangan Prabowo, sulit bahkan mustahil diabaikan.

"Jika tidak sekarang kapan lagi. Jika bukan kita siapa lagi?"

Wassalam.

 

KOMENTAR