RA Kartini, Tokoh Inspirasi Wanita Masa Kini

Binsar

Thursday, 21-04-2022 | 11:51 am

MDN

 

 

 

Jakarta, Inakoran

Istilah emansipasi wanita begitu melekat dengan Raden Ajeng Kartini. Perempuan kelahiran Jepara Jawa Tengah, 21 April 1879 ini, dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan emansipasi perempuan pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

 

Kegigihannya dalam memperjuangkan emansipasi wanita itulah yang menjadi dasar bagi pemerintah menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepadanya.

 

R.A. Kartini dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan derajat wanita dan pria di Indonesia.

 

Kata emansipasi, secara harfiah berarti pembebasan dari perbudakan; persamaan hak dalam berbagai kehidupan masyarakat (seperti persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria). Sedangkan emansipasi wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan untuk berkembang dan untuk maju (Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI).

 

 

Berdasarkan definisi ini, emansipasi jelas bertujuan agar wanita memperoleh hak dan kesempatan yang sama dalam segala bidang kehidupan sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

 

Perjuangan RA Kartini mewujudkan emansipasi dimulai dengan mendirikan sekolah untuk wanita di Jepara. Sekolah tersebut mengajarkan cara menjahit, menyulam, memasak, dan lainnya. Kartini juga berencana melanjutkan pendidikannya di Batavia atau Negeri Belanda.

 

Emansipasi wanita dalam sejarah dunia

 

Secara historis, emansipasi berkaitan erat dengan peristiwa Perang Dunia. Perang mengakibatkan perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang menguntungkan wanita. Pasalnya, ketika laki-laki bertempur di garis depan, perempuan terpaksa harus mengambil alih semua pekerjaan yang sebelumnya didominasi oleh-oleh laki-laki.

 

Secara politis, emansipasi terkait dengan revolusi di negara-negara seperti Rusia Soviet setelah 1917, Eropa Timur dan Komunis China setelah 1945, Jerman pada 1918-1919, dan Turki pada 1922-192.

 

Terkait hak perempuan untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu, Selandia Baru adalah negara pertama yang memperkenalkan hak pilih perempuan pada tahun 1893. Apa yang dilakukan Selandia Baru, diikuti Australia tahun 1902. Sementara Amerika Serikat, yang saat ini diklaim sebagai negara kampiun demokrasi, hak pilih perempuan baru didapat pada 1920.

 

Di Eropa, Inggris menjadi negara pertama yang memberikan hak pilih kepada perempuan pada 1918 dan setara dengan laki-laki pada 1928. Sementara Swiss menjadi negara terakhir yang memberikan hak suara pada wanita di 1971.

 

Tokoh inspirasi wanita modern

 

Bagi Wanita modern saat ini, RA Kartini adalah sumber inspirasi yang mendorong para wanita untuk berjuang melawan diskriminasi dan stereotip perempuan sebagai individu yang lebih inferior dari kaum lelaki.

 

Kartini membuktikan diri bahwa wanita sejatinya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mengejar mimpi dan cita-citanya mengenyam pendidikan tinggi.

 

Sikap dan value yang bisa dipelajari perempuan modern dari seorang Kartini antara lain keinginannya untuk belajar, memperjuangkan hak-hak perempuan, dan mendorong perempuan-perempuan untuk sekolah dan belajar.

 

 

Pemimpin perempuan Indonesia

 

Walaupun jumlah pemimpin perempuan di tiga cabang pemerintahan—eksekutif, legislative, yudikatif—masih kalah jauh dari laki-laki, peningkatan jumlahnya dari tahun ke tahun patut dibanggakan.

 

Di cabang eksekutif, kita pernah memiliki Presiden perempuan, yaitu Megawati Sukarnoputri yang secara otomatis menjadi Presiden setelah Gus Dur dilengserkan pada 2001. Sejak Pemilu 2004, rakyat Indonesia belum ditawari calon presiden dan wakil presiden perempuan selain Ibu Megawati.

 

Keterwakilan perempuan di kabinet pun menunjukkan kemajuan yang signifikan.

 

Selain jumlahnya yang meningkat, perempuan juga telah mengambilalih kursi kabinet yang lebih strategis termasuk kementerian-kementerian urusan ekonomi dan luar negeri. Nama-nama seperti Sri Mulyani dan Retno Marsudi perlu disebut sebagai contoh.

 

Di ranah legislatif, statistik anggota dewan perempuan meningkat secara signifikan. Pada periode 1955-1971, keterwakilan perempuan di DPR hanya berjumlah 5,9 %. Persentase itu meningkat menjadi 20,5 % pada periode 2019-2024. Lebih membanggakan lagi, pada periode ini, DPR dipimpin oleh seorang perempuan, Dr. (H.C) Puan Maharani, yang sekaligus menjadi perempuan pertama yang memimpin parlemen.

 

 

Kondisi ini berbanding terbalik dengan Lembaga yudikatif. Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini, belum ada satu pun perempuan yang menempati posisi tertinggi di Lembaga itu.

 

Kehadiran sejumlah pemimpin wanita di puncak pimpinan tertinggi di beberapa lembaga negara di negeri ini, tidak dipungkiri merupakan hasil dari perjuangan R.A. Kartini, lebih dari seabad yang lalu. Karena itu, sangat tepat, jika sosok Kartini dijuluki sebagai tokoh inspirasi wanita masa kini.

KOMENTAR