Semua Jenderal Polisi Aktif Dengan Pangkat Komjen Pol Maupun Irjen Pol Memiliki Kesempatan Yang sama untuk Jadi Kapolri

Hila Bame

Monday, 30-11-2020 | 06:50 am

MDN

Oleh: Petrus Selestinus, S.H. Koordinator TPDI & Advokat Peradi

 

Jakarta, INAKORAN

 

Semua Jenderal Polisi Aktif Dengan Pangkat Komjend Pol Maupun Irjen Pol Memiliki Kesempatan Yang sama untuk Jadi Kapolri

Beberapa saat lagi Jenderal Polisi Idham Aziz, Kapolri akan memasuki pensiun pada bulan Januari 2021, sementara puluhan Jenderal Polisi yang masih aktif dengan pangkat Komjen Pol dan Irjen Pol yang memenuhi syarat pencalonan, sudah siap untuk dijadikan calon Kapolri 2021.

baca: 

Negara Harus Jamin Tidak Terulang Kebiadaban, di Dusun Lewonu, Desa Lembon Tongoa, Kab Sigi Sulteng

Sebuah sumber menyatakan, saat ini terdapat 11(sebelas) Jenderal Polisi yang berpangkat Komjen Pol. dan 3 (tiga) Jenderal Polisi berpangkat Irjen Pol yang disebut-sebut berpeluang menjadi Kapolri pengganti Jenderal Pol.Idham Aziz yang pada Januari 2021 sudah memasuki pensiun. 

Mereka adalah Wakapolri Komjen Pol. Gatot Eddy Pramono, Irwasum Komjen Pol. Agung Budi Maryoto, Kabaharkam Komjen Pol. Agus Andrianto, Kabareskrim Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo, Kabaintelkam Komjen Pol. Rycko Amelza Dahniel, Kalemdiklat Komjen Pol. Arief Sulistyanto, Kepala BNPT Komjen Pol. Boy Rafli Amar, Wakil Kepala BSSN Komjen Pol. Dharma Pongrekun, Ketua KPK Komjen Pol. Firli Bahuri, Sekretaris Utama BIN Komjen Pol. Bambang Sunarwibowo dan Irjen Kemen- kumham Komjen Pol. Andap Budhi Revianto. 

Sementara Jenderal Polisi yang masih berpangkat Irjen Pol. tetapi disebut-sebut berpeluang untuk diusulkan menjadi calon Kapolri adalah Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Muhammad Fadil Imran, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol. Achmad Luthfi, dan Kapolda Jawa Barat Irjen Pol. Ahmad Dofiri.

JAUHKAN PANDANGAN SARA.

Semua Jenderal Polisi yang masih aktif di atas, secara teori memiliki peluang yang sama untuk menjadi Kapolri, karena itu pandangan yang bernuansa sara harus dibuang jauh-jauh dan tidak boleh dibuka ruang sedikitkanpun untuk mengakomodir keinginan beberapa pihak dengan parameter sara, menghadap-hadapkan calon Kapolri harus Muslim atau yang Nonmuslim, karena negara kita bukan negara Islam.

Seorang Kapolri adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena itu prinsip prinsip Nilai Dasar yang harus dimiliki oleh setiap ASN apapun pangkat dan jabatannya, harus ditempatkan sebagi parameter utama, diinternalisasikan dan diwujudkan dalam pelaksanaan tugas seorang ASN apapun jabatannya dan dimanapun institusi yang dipimpinnya.

Saat ini, mulai ramai dibicarakan siapa sosok calon Kapolri yang tepat sebagai pengganti Jenderal Idham Aziz, karena sebentar lagi pensiun. Mulai muncul pandangan yang berkonten diskriminasi ras dan etnis dari sejumlah pihak untuk menjegal calon Kapolri dari kalangan nonmuslim yang juga saat ini ada dalam barisan Jenderal Polisi yang potensial masuk bursa calon Kapolri.

Prinsip bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya; setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat 3 UUD 45), harus diletakan secara proporsional.

Terkait dengan suara sumbang beberapa pihak agar calon Kapolri harus muslim, tentu tidak proporsional dan tidak selaras dengan pandangan beberapa pihak bahwa Institusi Polri bukan Lembaga Dakwah, karena itu calon Kapolri dari unsur nonmuslimpun harus dibuka lebar, adalah pandangan yang sangat realaistis dan rational.

Apalagi UU No. 2 Tahun 2000, Tentang Polripun tidak mensyaratkan bahwa seseorang dipilih atau tidak pilih atau diberhentikan sebagai Kapolri karena beragama nonmuslim, pasal 11 ayat (6) UU No. 2 Tahun 2000, Tentang Polri, soal calon Kapolri, adalah Perwira Tinggi Kepolisian RI yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

TANAMKAN NILAI DASAR.

Karena itu pandangan dari institusi yang berwenang dalam proses seleksi calon Kapolri seperti Kompolnas dan Komisi III DPR RI bahwa faktor agama seorang calon Kapolri tidak akan menjadi salah satu pertimbangan dalam pemberian usul calon Kapolri kepada Presiden, sangat beralasan dan patut diapresiasi, justru yang harus dicermati adalah apakah calon Kapolri itu benar-benar berada dalam kriteria memiliki dan menghayati Nilai Dasar ASN dan Polri.

Yang harus menjadi syarat untuk dipertimbangkan oleh Kompolnas, Presiden dan Komisi III DPR RI dalam proses pemilihan Calon Kapolri menjadi Kapolri adalah kemampuan calon apakah memiliki dan menghayati serta mampu mewujudkan "Nilai Dasar" sebagai ASN yang hendak menjadi KAPOLRI yaitu "Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi", Ini syarat yang diatur di dalam UU No. 5 Tahun 2017, Tentang ASN dan syarat menjadi KAPOLRI.

Pandangan  tentang urgensi untuk memiliki dan menghayati Nilai Dasar seorang ASN harus dibudayakan di tengah munculnya krisis bernegara dan lunturnya semangat kebhinekaan yang sedang melanda bangsa ini. Perdebatan soal apa agamanya harus dibuang jauh-jauh apalagi mulai masuk kepada individu tertentu dengan motif politik identitas.

Kita mesti ingat sejarah perjalanan ketatanegaraan kita terutama institusi Polri yang juga pernah dipimpin oleh seorang Kapolri dari unsur nonmuslim (Kristen), yaitu Jenderal Polisi Widodo Budidarmo di era 1980-an, berlangsung normal hingga pensiun, tidak ada resistensi karena baik pejabatnya maupun maayarakatnya memiliki dan menghayati Nilai Dasar sebagai warga negara.

 

TAG#PETRUS SELESTINUS

161652696

KOMENTAR