Terharu Curhat Dede Dalam Mengamen: Mengikuti Jalannya Waktu

Sifi Masdi

Friday, 03-06-2022 | 09:58 am

MDN
Dede sedang mengamen di emperan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (2/6/2020) [inakoran]

 

 

Jakarta, Inako

Pembatasan kegiatan selama masa pandemi Covid-19 berdampak pada kehilangan pekerjan, terutama pelaku seni. Dede dan Risa yang sehari-hari mengamen di emperan Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan,  mengungkapkan pengalaman sedih karena kehilangan pekerjaan.

Dede mengakui sebelum Covid-19, ia mendapat banyak job untuk bernyanyi di beberapa acara wedding di Jakarta. Bahkan dalam seminggu dia bisa “manggung” di sejumlah acara.

Dede dan temannya Risa [inakoran]

 

Tetapi begitu Covid-19 menghantam kehidupan masyarakat, ia pun kehilangan job karena ada pembatasan kegiatan. Sekedar untuk mempertahankan hidup, ia pun mengajak teman-teman yang sama-sama kehilangan pekerjaan turun ke jalan untuk mulai mengamen.

Kegiatan ‘mengamen” di jalan atau di pasar-pasar rakyat memang bukan hal yang baru bagi Dede. Maklum sebelum terjun ke panggung “wedding” Dede sudah terbiasa mengamen di jalanan. Saat itu nasib baik berpihak kepadanya karena ada orang EO yang mengajaknya “manggung”

 

 

“Sebelum manggung, sebenarnya saya sudah biasa mengamen di jalanan seperti ini. Tapi kemudian ada orang EO mengajak manggung di acara wedding,” tutur Dede kepada Inakoran di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Kamis (2/6/2022).

Dalam kegiatan ‘ngamen’ kali ini Dede ditemani sahabat dekatnya Risa. Tetapi ia mengakui personal yang menemani dalam kegiatan mengamen selalu gonta-ganti orang. Selain mendampingi, tugas temannya adalah membantu mengangkat sound (speker) ke sejumlah lokasi.

Dede mengakui bahwa hasil kegiatan mengamen sudah cukup untuk membiaya hidup mulai dari sewa kos, makan hingga kebutuhan sehari-hari. Penghasilan setiap hari tidak pernah stabil. Kalau lagi ramai bisa lebih dari Rp 200 ribu, tetapi kalau lagi sepi hanya bisa bawa pulang ke rumah di bawah Rp 100 ribu.

Namun ia berusaha untuk selalu bersyukur dengan apa yang diperoleh setiap hari, berapa pun jumlahnya. Ia hanya berupaya untuk mengikuti “jalannya waktu”.

 

 

 

Ia juga tidak menampik bahwa dalam kegiatan mengamen di jalan, emperan toko, lorong-lorong kumuh di sekitar pasar, selalu  ada yang tidak enak. Beberapa kali ia diusir oleh trantip atau Satpol PP saat mengamen di pasar. Namun ia tak pernah putus karena ia yakin dengan waktu yang terus berjalan.

“Dalam mengamen memang ada pengalaman suka duka mas. Sukanya, ada saja orang yang kasih lebih. Tapi dukanya kalau turun hujan sehingga tidak bisa jalan dan tiba-tiba saja ada yang mengusir kita. Namun saya dan teman mengikuti saja jalannya waktu mas,” tutur Dede dengan penuh harapan.

 

 

 

 

 


 

 

 

 

KOMENTAR