Airlangga: Indonesia Jadi Mesin Ekonomi Utama Asia Tenggara

2023 akan Lebih Berat
JAKARTA, INAKORAN
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang juga Ketua Umum Partai Golkar mengungkapkan perekonomian Indonesia tumbuh impresif di angka 5,3% persen pada tahun 2022 berkat konsumsi yang kuat serta ekspor dan investasi yang berjalan baik.
Selain ekonomi yang tumbuh positif di tengah tantangan global, Indonesia juga menjadi mesin ekonomi utama di Asia Tenggara yang melingkupi 40 persen populasi Asia Tenggara dan 35 persen dari PDB Asia Tenggara. Indonesia juga memiliki lebih dari 270 juta penduduk yang mana 69% persennya merupakan kelompok usia produktif.
“Akses ke Indonesia berarti masuk di salah satu kawasan paling stabil secara politik dan ekonomi di dunia. Investor harus mempertimbangkan Indonesia sebagai pasar, basis produksi, dan pusat ekspor,” kata Ketum Golkar itu.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia pada 2023 akan cukup berat mengulang kesuksesan pada tahun sebelumnya.
Menurutnya, kondisi ekonomi Indonesia tahun lalu banyak didorong oleh harga komoditas yang melambung tinggi. Karena sektor konsumsi rumah tangga dan investasi belum mampu pulih seperti saat sebelum pandemi, meski cenderung menguat.
"Lalu kenapa bisa 5,3%? Itu banyak ditolong oleh kondisi eksternal. Harga komoditas yang membuat net surplus kita sangat besar, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi lebih dari 5%," terangnya.
Menurutnya, Indonesia lebih harus bekerja keras untuk menyamai angka pertumbuhan ekonomi pada 2022.
Hal itu disebabkan kondisi eksternal yang masih belum stabil. Beberapa negara besar mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa masih belum sepenuhnya bangkit dari keterpurukan ekonomi.
Kondisi itu sangat berpengaruh pada penurunan faktor permintaan (demand).
"Karena faktor penentunya adalah kondisi eksternal yang mana justru pada tahun mengalami tekanan dari sisi demand, terutama di negara-negara yang menjadi mitra utama, yang juga ekonomi terbesar yang mempengaruhi negara-negara emerging market seperti Indonesia seperti Amerika dan Uni Eropa contohnya yang mengalami penurunan demand. Artinya ekspor (Indonesia) berkurang," tegasnya.
Kendati demikian, Indonesia masih bisa berharap pada harga komoditas di pasar global.
Kendati sudah melewati masa puncak, harga komoditas diprediksi relatif lebih tinggi dibanding saat pra-pandemi.
"Itu membuat net ekspor kita tetap cukup besar pada tahun ini.
Tetap surplus. Dan itu membantu pertumbuhan ekonomi pada 2023," terusnya.
TAG#airlangga, #GOLKAR
190215489
KOMENTAR