Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global

Sifi Masdi

Wednesday, 05-06-2019 | 20:09 pm

MDN
Ilustrasi Bank Dunia [ist]

Jakarta, Inako

Kabar mengejutkan datang menyelimuti pasar keuangan dunia di tengah-tengah libur panjang yang dinikmati oleh pelaku pasar keuangan Indonesia. Melalui publikasi Global Economic Prospects edisi Juni 2019 yang dirilis Selasa (4/6/2019) malam waktu setempat atau Rabu dini hari waktu Indonesia, Bank Dunia (World Bank) memutuskan memangkas proyeksinya atas pertumbuhan ekonomi global.

Lembaga yang berbasis di Washington, Amerika Serikat (AS), tersebut kini memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) global hanya akan tumbuh 2,6% pada tahun ini, dari yang sebelumnya 2,9% pada proyeksi yang dibuat di Januari.

Melambatnya laju pertumbuhan ekonomi global tersebut disebabkan oleh lesunya arus perdagangan internasional. Dalam publikasinya, Bank Dunia merevisi proyeksi pertumbuhan perdagangan global menjadi hanya 2,6%, dari yang sebelumnya 3,6%. Jika proyeksi tersebut terealisasi, maka akan menjadi yang terlemah dalam satu dekade terakhir atau sejak krisis keuangan global.

Namun yang melegakan, ternyata proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tak diutak-atik oleh Bank Dunia. Memang tak dikerek naik, namun juga tak dikerek turun. Hal ini bisa dibilang membanggakan lantaran negara-negara tetangga diganjar pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Bank Dunia.

Namun, Bank Dunia memberikan catatan bagi Indonesia. Lembaga itu menyebut bahwa perekonomian negara-negara kawasan Asia Timur & Pasifik rentan terhadap risiko-risiko yang datang dari perubahan signifikan di pasar keuangan global.

"Banyak negara memiliki berbagai macam sumber kerentanan, termasuk tingkat utang yang tinggi (China, Laos, Malaysia, Mongolia, Vietnam), defisit fiskal yang besar (Kamboja, Laos, Mongolia, Vietnam), atau ketergantungan yang besar terhadap aliran modal (asing) yang bergejolak (Kamboja, Indonesia)," tulis Bank Dunia dalam publikasinya.

"Kerentanan di beberapa negara kawasan Asia Timur & Pasifik dapat memperparah dampak dari tekanan eksternal, seperti berhentinya aliran modal (asing) atau kenaikan biaya pinjaman," lanjut Bank Dunia.

Indonesia memang memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap arus modal investor asing. Melansir publikasi yang diterbitkan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per April 2019 investor asing tercatat menguasai sebesar 53% dari total saham yang tercatat di KSEI.

Sementara untuk obligasi, melansir publikasi dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, investor asing menguasai sebesar Rp 951 triliun dari total obligasi pemerintah Indonesia yang dapat diperdagangkan senilai Rp 2.498,3 triliun atau setara dengan 38,07%.

 

KOMENTAR