Catatan Akhir Tahun : Antiklimaks Indramayu Remaja

Johanes

Monday, 30-12-2019 | 12:40 pm

MDN
H. Mahpudin

Oleh. : H. Mahpudin, SH. MM. M.kn.
Akademisi.& Praktisi hukum.

Indramayu, Inako

Jargon visi Indramayu Remaja (Religius, Maju, Mandiri dan Sejahtera) jatuh pada titik nadirnya di momentum sakral hari jadi Indramayu yang ke 492 Oktober 2019 dengan tertangkapnya Bupati, Indramayu, Supendi oleh KPK. Walaupun pada sebagian perspektif publik  OTT KPK terhadap pejabat sudah kehilangan efek kejutnya, karena sudah menjadi pengetahuan umum bahwa "pejabat di Indonesia" di semua strata atau sektor umumnya -untuk tidak mengatakan semuanya -  ya korupsi, tentu dengan pengecualian.  Dan namanya pengecualian pastilah lebih sedikit dari yang umum, karena sajian berita media massa mainstream dan medsos begitu vulgarnya memberitakan para pejabat korup dari level atas sampai level terbawah. 

Warga Indramayu pun sejatinya mengetahui dan merasakan bagaimana pengelolaan dan pelayanan kepada rakyat yang dijalankan oleh pemerintah Kabupaten Indramayu. Karena penyakit korupsi sudah menjadi gejala umum di negeri ini, maka OTT KPK terhadap Bupati Indramayu, Supendi itu disebutnya sebagai nasib sial atau "lagi apesnya" saja. 

Beberapa catatan sebagai refleksi akhir tahun terkait visi Indramayu Remaja diantaranya adalah sebagai berikut : 

Pertama, kematian visi Indramayu Remaja.  
Secara moral OTT KPK tersebut menjadi pukulan telak yang mematikan bukan hanya bagi yang bersangkutan secara pribadi dan keluarganya, tetapi juga bagi Partai Golkar dan rakyat Indramayu yang dipimpinnya secara keseluruhan. Di sinilah jargon visi Indramayu Remaja menjadi  kehilangan maknanya. Seperti jasad tanpa ruh, wadah tanpa isi, visi tanpa realisasi, maka yang ada adalah "mayat Remaja". 

Kedua, Pemimpin Tanpa Kepemimpinan. 
Hari ini kita hidup di jaman now yang serba asyik, serba ironi, serba anomali dan serba pardoks. Seperti hubungan sosial di sekitar kita, berdekatan tapi tidak bertegur sapa karena asyik dengan gadgetnya masing-masing. Banyak hal justru semakin diminati justru karena ia kehilangan substansinya. Kita terhipnotis oleh pencitraan yang tersistemis, terstruktur dan masif oleh media massa dan medsos tanpa mampu mencerna apakah itu hoax atau fakta. Kita lebih senang menelan langsung tanpa mengunyah terlebih dahulu. Kita lebih percaya pada fakta propaganda dari pada fakta sesungguhnya. Dan yang lebih jauh berefek mudharat adalah pemimpin tanpa sifat kepemimpinan. Maka kita senang dengan dihadirkannya pemimpin robotik dan pemimpin kawe-kawe atau pemimpin kaleng-kaleng atau bahkan pemimpin parasit. 

Ketiga, Miskin Kader Berkualitas
Kegagalan partai politik dalam hal mencetak kader internal sebagai calon pemimpin yang mumpuni dan berkualitas terkonfirmasi dengan munculnya dan diusungnya tokoh publik atau publik figur yang potensial memenangkan konstestasi electoral pemimpin daerah dan pejabat publik. 

Hal ini akan sangat mungkin terjadi bagi Partai Golkar Indramayu sebagai petahana akan memunculkan figur publik atau tokoh masyarakat dari kalangan ulama yang potensial memenangkan konstestasi pilkada pada 2020 dengan berbasis ilmiah terukur yaitu survey independent oleh lembaga survey terakreditasi, ditengah minimnya kader internal Partai Golkar yang dimunculkan, karena kader yang sudah dikampanyekan pun tidak ngangkat-ngangkat

 


Semoga ada manfaatnya .  
Waallohu a'lam bisysyowab.

KOMENTAR