Gubenur Kepri Terima Suap Demi Memulus Izin Reklamasi

Sifi Masdi

Friday, 12-07-2019 | 09:19 am

MDN
Gubernur Kepri Nurdin Basirun (ke-3 dari kiri) di gedung KPK [ist]

Jakarta, Inako

Nurdin Basirun melangkah gontai setibanya di gedung KPK di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Pria yang menjabat Gubernur Kepulauan Riau atau biasa disingkat Kepri itu baru saja dicokok KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT).

Beberapa jam setelahnya Nurdin berganti status menjadi tersangka KPK. Pasalnya, Nurdin diduga menerima suap demi memuluskan izin seorang pengusaha melakukan reklamasi.

"Praktik suap seperti ini sudah berkali-kali terjadi di daerah dan KPK masih menemukan kepala daerah yang menerima suap untuk penerbitan peraturan daerah," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam konferensi pers di kantornya pada Kamis, 11 Juli malam.

Dari catatan sementara yang didapat KPK setidaknya ada 2 kali Nurdin menerima suap dengan besaran berbeda. Kali pertama pada 30 Mei 2019 Nurdin diduga mendapatkan SGD 5 ribu dan Rp 45 juta. Lalu pada saat OTT kemarin Nurdin diduga menerima SGD 6 ribu.

Lalu siapa yang memberikan uang itu dan apa kepentingannya? Adalah seorang pengusaha bernama Abu Bakar yang diduga KPK memberikan suap ke Nurdin. Dia berkepentingan mendapatkan izin prinsip reklamasi karena berniat membangun tempat tetirah atau resort di atas tanah reklamasi itu.

Lokasi yang diniatkan Abu Bakar untuk proyeknya itu berada di Tanjung Piayu, Batam seluas 10,2 hektare. Padahal, lokasi itu adalah kawasan budidaya dan hutan lindung.

Di sinilah ada peran anak buah Nurdin yaitu Edy Sofyan sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pemprov Kepri dan Budi Hartono sebagai Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Pemprov Kepri. Basaria menyebut Edy dan Budi berkongkalikong dengan Abu Bakar.

"Gubernur Kepulauan Riau memerintahkan BUH (Budi Hartono) dan EDS (Edy Sofyan) untuk membantu ABK (Abu Bakar) supaya izin yang diajukan ABK segera disetujui," kata Basaria.

"Untuk mengakali hal tersebut, BUH memberitahu ABK supaya izinnya disetujui, maka ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budi daya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," imbuh Basaria.

Nurdin dan 2 anak buahnya itu pun menjadi tersangka KPK. Abu Bakar juga tidak ketinggalan menyandang status itu.

Namun rupanya Nurdin tidak hanya dijerat KPK dengan pasal suap saja. Apa lagi?

Pada saat menangkap Nurdin di kediamannya di Tanjungpinang, tim KPK rupanya menemukan adanya tas berisi uang dalam pecahan beberapa mata uang asing. Uang dalam tas itu totalnya lebih dari Rp 666 juta, dengan rinciannya adalah sebagai berikut:
- SGD 43.942 (Rp 456.300.319,3)
- USD 5.303 (Rp 74.557.528,5)
- Euro 5 (Rp 79.120,18)
- RM 407 (Rp 1.390.235,83)
- Riyal 500 (Rp 1.874.985,75)
- Rp 132.610.000

"Gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan," kata Basaria.

Alhasil Nurdin dijerat KPK dalam 2 sangkaan. Namun Basaria belum merinci betul mengenai dugaan gratifikasi itu. 


 

KOMENTAR