H. Supendi, Yang Terhempas dan Terbuang

Johanes

Thursday, 12-03-2020 | 20:21 pm

MDN
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat.

 

Indramayu, Inako


Judul tulisan di atas sedikiti adaptasi dari lirik puisi penyair Chairil Anwar Yang  terhempas dan terbuang untuk menggambarkan betapa pilu dan membuncah jerit membatin H. Supendi, mantan bupati sekaligus ketua DPD partai Golkar Indramayu. Ia, sekali lagi, mengutip lirik puisi Chairil Anwar,  terhempas dari kumpulannya terbuang pasca dituntut 20 tahun penjara dalam dakwaan jaksa KPK di pengadilan Tipikor Bandung beberqpa waktu lalu atas sangkaan penerimaan suap fee proyek dari Carsa, salah seorang kontraktor yang terjaring dalam OTT KPK bersama H. Supendi.

Cara pengacara Carsa,  yakni Halimi meletakkan Carsa hanya korban dari H.Supendi dan perangkat pelaksana teknis birokratis, yakni Omarsyah dan Wempi Triyono seperti disampaikannya di akhir putusan pengadilan Tipikor Bandung terhadap terdakwa Carsa dapat dipahami dari sudut pandang sebagai kuasa hukumnya. Akan tetapi,  dari sisi oligarkhi  politiknya H. Supendi makin terhempas dalam kesendirian, dibuang dari bagian penting rezm politik penguasa hari ini, penikmat politis dari jumlah 22 kursi DPRD raihan partai Golkar yang dipimpinnya.

Takdir politik H. Supendi dan segala pengorbanan membesarkan partai yang dipimpinnya dengan cara bablas antara lain menjaminkan asset pribadinya untuk mendapatkan pinjaman dana dari BPR Karya Remaja dengan request spesial dan aneh pecahan 20 ribuan sebesar dua mikyar jelang pileg 2019 dan varian kasus  serupa yang dialami sejumlah kepala.daerah lainnya adalah bukti shohih tentang apa yang telah lama diingatkan Rasulullah SAW  bahwa tiga hal akan.mempercepat keruntuhan sebuah rezim politik dan kehancuran seseorang. Pertama, setia terhadap keserakahan (politik), kedua, bermakmum pada hawa nafsu, dan ketiga, mabuk mayang dipuja dan dipuji.

Glisongi, seorang penulis best seller dalam buku novelnya yang inspiratif Lying VS  Honesty mengingatkan kita sebesar apapun pengaruh politik seseorang dan kekuatan kaki kaki penyangga kekuasaan politiknya tidak akan sanggup membohongi semua orang dalam segala.jaman. Dalam konteks ini,  kasus H. Supendi ia hanya lebih cepat bernasib sial dibanding muslihat birokrasi elemen oligarkhi politik yang lain.

Maknanya, Keserakahan politik dengan segala variannya dan bungkus muslihat secanggih apapun cepat atau lambat akan berhenti di garis orbit takdirnya dengan dua pilihan, yakni berhenti dipaksa mundur oleh gelombang angin perubahan lalu meringkuk di jeruji besi penuh nista,  dan kedua,  sekurang kurangnya dikenang ala Fr'un mabuk kuasa  lalu tenggelam dalam lautan sumpah serapah rakyat yang dipimpinnya.

Karena itu, tradisi kekuasaqn membangun tim sukses pemenangan dan mempertahankan kekuasannya dengan cara rekayasa menunggangi anggaran publik dan modus muslihat birokrasi harus diimbangi dengan ikhtiar membangun tradisi politik dalam bentuk tim penasehat politik bagaimana cara berhenti dari kekuasaan dan ambisi kuasanya secara sehat agar tidak terhempas dan dari kumpulannya terbuang nista, hina dan terhinakan.

Terpelantingnya Fir'un, Fendinand Marcos dan Soeharto di masa lalu dan kini H. Supendi dengan ruang kemungkinan disusul yang lain adalah contoh di depan pelupuk mata kita bahwa kekuasaan sekuat dan sehebat apapun tak akan kuasa melawan waktu. Kekuasaan ibarat tali ikat di pohon tak lekang oleh panas dan hujan. Ia akan rapuh menua dan mudah putus oleh garis takdir waktunya.

Di sinilah pentingnya tim penasehat politik agar penguasa politik tahu dan sadar bagaimana cara berhenti dari kekuasaan secara elegan dan terhormat, tidak hanyut usia hidupnya dalam kesenangan berbohong dalam rekayasa dan muslihat politik.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR