Indonesia Diperkirakan Masih Bergantung pada Impor Jagung, Apa Alasannya?

Sifi Masdi

Friday, 22-02-2019 | 14:15 pm

MDN
Ilustrasi penen jagung [ist]

Jakarta, Inako

Indonesia diperkirakan masih akan mengalami defisit produksi jagung hingga 2030. Artinya jagung yang dihasilkan dalam negeri tidak akan mampu mencukupi kebutuhan konsumen, baik untuk masyarakat maupun pakan ternak.

Metode yang digunakan dalam menanam jagung disebut sebagai penyebab Indonesia masih sulit melepaskan ketergantungan impor.

Peneliti Visi Teliti Saksama, Nanug Pratomo mengatakan Indonesia diperkirakan masih belum bisa memenuhi kebutuhan jagung secara mandiri karena permintaan terus meningkat.

"Saya mengutip salah satu studi, kita lihat hasil proyeksi menunjukkan hingga mendekati 2029-2030 ini masih akan terjadi defisit atas produksi dalam negeri di bawah dari permintaan domestik," katanya dalam diskusi "Data Jagung Yang Bikin Bingung" di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).

Dia mengatakan, kebutuhan jagung untuk pakan ternak trennya akan terus naik, sementara produksi dalam negeri belum mampu mengimbangi.

"Nggak semua peternak kita mampu beli hasil (pakan) industri pabrikan. Ada peternak yang mau nggak mau mengolah sendiri, membuat pakannya sendiri yang butuh jagung mentah," ujarnya.

Jika produksi jagung dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut, menurutnya dalam jangka pendek Indonesia masih tetap memiliki ketergantungan pada impor jagung.

"Selama produksi jagung belum bisa penuhi secara full untuk pakan, impor jagung masih dibutuhkan paling tidak untuk jangka pendek," tambahnya.

Petani jagung yang juga Presidium Agri Watch, Dean Novel, mengatakan, selama ini produksi jagung oleh petani di Indonesia mengenal 3 musim tanam. Itu yang membuat terus terjadi gap di mana ketersediaan jagung dalam negeri tak mampu memenuhi kebutuhan.

"Di Kementan kita kenal 3 musim tanam. Ini yang menbuat gap produksi dan yang dibutuhkan pasar. Pasar butuh jagung kontinu tiap bulan, bahkan peternak butuh tiap hari. Ini bottle neck-nya di sini," kata dia dalam diskusi "Data Jagung Yang Bikin Bingung" di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).

Dia menjelaskan, jika metode yang gunakan mengandalkan musiman maka saat musim tanam akan terus terjadi kekosongan stok. Stok hanya akan tersedia saat musim panen tiba.

"Kalau tanamnya masih pakai musim musim itu sampai kapanpun akan begini terus, karena ada saatnya tanam, kosong, tunggu panen, begitu terus. Akan terjadi kekosongan kekosongan stok," jelasnya.

Menurutnya, penanaman jagung harus dilakukan secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama.

"Sarannya buat sustainable farming. Jadi kamu tanam yang lain setop, seminggu kemudian kamu tanam yang lain setop. Entah gimana caranya pasti bisa dilakukan, apakah per daerah, provinsi, kabupaten, sesuai iklimnya, sehingga tidak ada tanam serempak dan panen serempak," jelasnya.

Pemerintah membuka keran impor jagung hingga medio Maret 2019. Bersamaan dengan impor itu, panen jagung sedang berlangsung pada beberapa daerah, contohnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Mengacu pada kondisi ini, petani meminta pemerintah tak menggelontorkan jagung impor saat masa panen. Jagung sebaiknya ditaruh di gudang Bulog sebagai cadangan karena diprediksi bakal ada kekurangan stok pada September-Oktober 2019.

"Mudah-mudahan jagung impor tidak dilepas sekarang. Sebaiknya di simpan di gudang Bulog sebagai cadangan untuk bulan September-Oktober. Kalau dilepas berbahaya," ujar Dean Novel, petani jagung asal Lombok usai diskusi soal jagung di Kementerian Koordinato Perekonomian, Kamis (21/2/2019).

Sebagai informasi, pemerintah melalui Perum Bulog mengimpor jagung sebanyak 30 ribu ton dan 150 ribu ton untuk awal tahun ini. Rencanannya, jagung 30 ribu ton akan masuk di akhir Februari dan 150 ribu ton di bulan Maret.

Selain itu, Novel mengatakan impor bersamaan dengan waktu panen bisa membuat harga jagung jatuh dan petani rugi. Dia menyarankan pemerintah mengimpor jagung dua bulan sebelum masa panen.

"Jika impor jagung masuk lagi di bulan Maret saat musim puncak panen jagung di dalam negeri, saya tidak bisa bayangkan ke-anjlok-kan harganya. Harusnya impor kan satu bulan sebelum panen atau dua bulan setelah panen, itu impor. Jadi gitu cocok untuk itu karena kan itu lagi masa menanam," tutur Novel.

 

 

KOMENTAR