Industri Ritel Tumbuh 10% di 2018

Sifi Masdi

Tuesday, 04-12-2018 | 23:14 pm

MDN
Ilustrasi industri ritel [ist]

Jakarta, Inako

Industri ritel diperkirakan tumbuh 10% pada tahun 2018 ini dibandingkan dengan tahun lalu. Jika pertumbuhan dua digit itu terealisasi maka menjadi yang pertamakalinya sejak tiga tahun silam. 

Ketua Umum Aprindo Roy Mande menjelaskan, industri ritel sudah under perform selama tiga tahun terakhir, yang diawali dengan penetapan APBN yang agak terlambat di 2015 serta inflasi yang cukup tinggi 7-8% hingga 2016.

Dia menceritakan sebetulnya pertumbuhan pada 2016 cukup baik karena adanya kucuran Dana Alokasi Khusus (DAK) dan kebijalan pemerintah lainnya. Namun, tahun lalu kembali industri kembali mengalami penurunan. 

"Pada tahun lalu kita anjlok lagi. Namun tahun 2018 ini, khususnya sesudah Lebaran harusnya lebih baik. Kebijakan THR untuk pensiunan militer dan gaji ke-13 cukup berpengaruh. Kita prediksi 2018 bisa ditutup dengan double digit untuk pertama kalinya, 10%," ungkap Roy, Senin (3/11/2018).

Pihaknya juga optimis menyambut tahun politik di 2019 karena pemerintah menganggarkan total belanja sejak Semester II-2018 hingga Semester I-2019 mencapai Rp 300 triliun.

Dana desa yang dianggarkan sebesar Rp 73 triliun di tahun depan juga akan membantu ritel karena bisa mendorong konsumsi masyarakat.

"Kampanye tentu saja akan memberikan peningkatan konsumsi sandang dan pangan. Dengan masyarakat yang sudah lebih dewasa berpolitik, harusnya tahun depan bisa lebih baik," jelasnya.

Roy mengingatkan, 56% dari PDB RI disumbang oleh konsumsi rumah tangga sehingga sudah sepantasnya pemerintah dan stakeholders terkait terus mendukung sektor ini.

Inflasi Terjaga

Dia juga menyambut baik inflasi November 2018 yang dapat dijaga stabil di level 0,27%, turun tipis dibandingkan Oktober 0,28%. 

Menurutnya, hal ini membuktikan pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan dan pelaku industri ritel dapat berkoordinasi dengan baik. 

Selain itu, suplai dan permintaan dipantau dari waktu ke waktu sehingga harga-harga di level konsumen dapat terkendali dengan stabil.

"Karena sebelumnya kan kelihatannya harga-harga ini dilepaskan sesuai mekanisme pasar. Sekarang ini dipantau terus-menerus melalui HET dan sebagainya. Ini juga menunjukkan bahwa pilihan produk semakin bervariasi," jelasnya.


 

KOMENTAR