Intervensi Oligarki Telah Memporak-porandakan Demokrasi

Sifi Masdi

Thursday, 23-11-2023 | 11:33 am

MDN
Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Presiden Jokowi [ist]

 

 

 

Jakarta, Inako

Muhammad Afit Khomsani, Ketua Umum NETFID Indonesia, mengungkapkan keprihatinannya terhadap masifnya intervensi oligarki yang telah mengguncang fondasi demokrasi di Indonesia. Menurutnya, elit politik telah menjadikan negara ini berada dalam kondisi yang bisa disebut sebagai 'militan demokrasi', sebuah situasi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Afit menyatakan kekhawatirannya terhadap evolusi karakter oligarki, yang kini tidak hanya mendorong dari belakang tetapi juga secara terang-terangan tampil dalam kontestasi elektoral. "Oligarki hari ini masuk dan terlibat dalam proses pemilihan umum kita," tegasnya.

Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka [ist]

 

BACA JUGA: Perangkat Desa Dimobilisasi untuk Dukung Pasangan Tertentu, Ini Tanggapan TPN Ganjar-Mahfud

Dalam konteks ini, Afit mempertanyakan apakah prinsip Luber Jurdil (Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, Adil) masih relevan sebagai tujuan penyelenggaraan pemilu, ataukah hanya menjadi jargon belaka. Ia mengingatkan bahwa potensi intervensi dari pihak yang memiliki kekuasaan sangat mungkin terjadi, mengingat keterlibatan potensial ASN dan TNI dalam proses pemilihan.

"Konflik kepentingan dapat terjadi, dan keterlibatan oligarki saat ini tidak dapat diabaikan," tambah Afit.

Dengan melihat dampak masifnya intervensi oligarki terhadap demokrasi, Afit tetap menyimpan harapan bahwa penyelenggara pemilu akan tetap menjalankan tugasnya dengan menjaga integritas dan martabatnya.

 

 

 

 

 

BACA JUGA:  Ketum Muhammadiyah Percaya Ganjar-Mahfud Tidak Akan Menyalagunakan Konstitusi

Aditya Perdana, Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, menekankan peran aktif Bawaslu dalam melakukan pengawasan pemilu. Menurutnya, perlu ada perubahan agar Bawaslu tidak hanya mematuhi aturan yang ada tetapi juga bersikap aktif dan progresif dalam pengawasan.

Pentingnya peran aktif ini diperkuat oleh Aditya dengan mencatat bahwa tantangan pemilu di Indonesia tidak hanya terkait dengan manipulasi dan malpraktek yang merajalela, tetapi juga dengan penurunan etika politik di kalangan elite politik. Ia berpendapat bahwa presiden sebagai pemimpin negara memiliki peran krusial dalam menjaga etika berdemokrasi, karena arah pergerakan bangsa dan negara sangat bergantung pada kepemimpinan politik.

 

BACA JUGA: All in Mahfud!!! Pengasuh Ponpes Nurul Qarnain: Saya Memang Pecinta Penerus Gus Dur

Aditya juga mencatat bahwa masih ada pihak-pihak kritis terhadap Presiden Jokowi, termasuk pegiat demokrasi, tokoh nasional, dan individu yang berkomitmen pada reformasi. Menurutnya, protes terhadap ketidaketisan merupakan bentuk kewarasan dalam menjalankan demokrasi, dan kehadiran suara kritis sangat penting untuk mencegah potensi otoritarianisme di masa depan.



                                                                       

KOMENTAR