Jokowi Sebut Impor Jagung Turun Jadi 180.000 Ton di 2018

Sifi Masdi

Monday, 18-02-2019 | 17:49 pm

MDN
Ilustrasi panen jagung [ist]

Jakarta, Inako

Pada debat calon presiden kemari malam (17/2), Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa tahun ini impor jagung sudah jauh berkurang.

"Terima kasih kepada petani jagung. Tahun 2014 kita mengimpor 3,5 juta ton jagung, di tahun 2018 kita hanya impor 180.000 ton jagung. Artinya ada produksi 3,3 juta ton jagung," ujar Jokowi semalam.

Apakah memang terjadi penurunan impor? Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam publikasinya yang berjudul Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor November 2018, Indonesia sudah mengimpor jagung sebanyak 587,2 ribu ton sepanjang Januari-November 2018.

Bahkan angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang juga mengimpor sebanyak 517,4 ribu ton jagung.

Namun demikian memang rata-rata impor jagung di masa kepemimpinan presiden Jokowi selama 4 tahun (2015-2018) sudah berkurang lebih dari separuh dibanding periode sebelumnya (2010-2013).

Sebagai informasi, rata-rata impor jagung tahunan sejak 2015-2018 adalah sebesar 1,37 juta ton.


Sedangkan sepanjang 2010-2013 yang merupakan masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), rata-rata impor jagung tahunan mencapai 2,4 juta ton.

Sebagai catatan, tahun 2014 dikeluarkan dari perhitungan karena terdapat irisan kepemimpinan, dimana Januari-September masih dipegang oleh SBY, sedangkan Oktober-Desember Jokowi sudah mengambil alih.

Hebatnya lagi, pada periode 2015-2018, ekspor jagung dari Indonesia bisa tembus 200 ribu ton lebih, yang terjadi di tahun 2015 dan 2018. Padahal terakhir kali kita bisa merasakan ekspor jangung lebih dari 200 ribu ton adalah di tahun 1998.

Bila Jokowi berterima kasih kepada petani jagung tadi malam, maka selayaknya kita pun demikian. Pasalnya, produksi jagung sepanjang 2015-2018 memang tumbuh pesat.

Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, rata-rata pertumbuhan produksi jangung dalam 4 tahun terakhir tercatat berada di kisaran 11,2%, dengan laju pertumbuhan paling pesat terjadi di tahun 2017 yang mencapai 23%. Namun perlu diingat bahwa angka tahun 2018 merupakan ramalan sementara yang diambil dari Outlook Komoditas Tanaman Pangan dan Hortikultura 2017.

Capaian tersebut agaknya jauh lebih baik dibanding periode 2010-2013, dimana rata-rata pertumbuhan produksi jagung hanya berkisar 1,4%, dimana pertumbuhan paling pesat di periode tersebut hanya sebesar 10% di tahun 2012.

Bila laju pertumbuhan produksi jagung dapat dipertahankan, atau bahkan ditingkatkan, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia benar-benar bisa menikmati swasembada jagung.



 

KOMENTAR