Kapolda NTT Harus Segera Copot AKBP Sajimin Dari Jabatan Kapolres Sikka Karena Diduga Terpapar Intoleransi dan Radikalisme di Sikka

Hila Bame

Monday, 27-07-2020 | 09:11 am

MDN

 

Oleh: PETRUS SELESTINUS, KOORDINATOR TPDI & KETUA TIM TASK FORCE FORUM ADVOKAT PANCASILA/FAPP

 

Jakarta, Inako

Berita tentang berkembangnya benih-benih Radikalisme melalui jaringan para mantan pengurus dan anggota HTI di Kupang, NTT bukanlah isu, melainkan fakta, karena keberadaan HTI di Kupang, NTT secara real diakui bahkan pernah akan menggelar pawai di Kota Kupang pada 16 Mei 2015, namun Polda NTT, GP. Ansor dan MUI NTT menyatakan menolak rencana pawai HTI di Kota Kupang.

 

BACA JUGA: Mengingkari Ideologi Di Hadapan Merah Putih dan Pancasila

Kita belum tahu persis kapan Ormas HTI atau Ormas Radikal sejenis masuk di NTT, begitu pula dengan Ormas Radikal lainnya seperti Khilafatul Muslimin (KM), sebuah gerakan radikal embrio dari NII yang disebut-sebut masuk di Labuan Bajo, sejak tahun 2000-an dan melakukan aktivitas keagamaan, dakwah dan sosial kemasyarakatan lainnya hingga berkembang terus sampai saat ini.

Aktivitas HTI di NTT, sebagaimana dikonstatir oleh Kepala Badan Intelijen Daerah (KABINDA) NTT, beberapa tahun lalu pasca status Badan Hukum HTI dicabut oleh Kementerian Hukum dan HAM RI, masih terus berjalan, meski dilakukan oleh para mantan pengurus HTI di NTT dan di tempat lain, meski tidak lagi memiliki status Berbadan Hukum atau telah dibubarkan.

MEMPERKUAT KELOMPOK  INTOLERAN DAN RADIKAL.

Pada Mei 2020 yang lalu telah muncul sikap "membangkang" secara terbuka dan berani sekelompok warga Muslim di Nangahale terhadap Tim Gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 Sikka, saat meminta warga Muslim tidak melaksanakan sholat dan taraweh berjamaah, demi menegakan Hukum Negara atau ketentuan Protokol COVID-19 sebagai hukum positif negara. 

Sikap bangkang sekelompok warga Muslim Nangahale dimaksud adalah berupa penolakan terhadap perimintaan Tim Gabungan TNI Polri dalam Satgas COCID-19 untuk tidak dilakukan Sholat dan Tarawih berjamaah karena mereka hanya mau tunduk pada perintah Allah sesuai Hukum Syariah. Ini jelas sama dengan sikap telah menegakan Hukum Syariah dan menolak Hukum Negara, inilah sikap Intoleran dan Radikal yang identik dengan prinsip syariah HTI.

Mengapa Kapolres Sikka AKBP Sajimin tidak mengambil langkah tegas berupa penindakan (Penyelidikan dan Penyidikan) terhadap sekelompok warga Muslim Nangahale dan dengan kaca mata kuda melihat peristiwa penolakan warga Muslim Nangahale terhadap Tim Gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 sebagai peristiwa biasa dan tanpa mengatakan Sikka tidak ada HTI dan Radikalisme.

MENDIKOTOMIKAN HUKUM NEGARA DAN HUKUM SYARIAH

Bukankah sikap sekelompok Warga Muslim Nangahale, sebagai telah membuat dikotomi dengan menghadapkan Hukum Syariah dan Hukum Negara lalu memilih hanya patuh kepada Hukum Syariah sebagai perintah Allah. Padahal sikap demikian sama persis dengan sikap HTI dalam memperjuangkan tegaknya Khilafah dan Hukumnya adalah menegakan Hukum Syariah di Indonesia.

Kapolres Sikka AKBP Sajimin telah menututp-nutupi perisitiwa sekelompok warga Muslim di Nangahale yang telah nyata bersikap Intoleran dan Radikal. Hal ini menimbulkan kecurigaan publik Sikka jangan-jangan Kapolres Sikka AKBP Sajimin-pun telah terpapar Intoleransi dan Radikalisme, karena itu AKBP Sajimin sangat tidak layak dipertahankan sebagai Kapolres Sikka di tengah situasi Sikka yang tidak kondusif akibat Intoleransi dan Radikalisme. 

Dampak sikap lunak Kapolres Sikka AKBP Sajimin, tidak hanya menurunkan wibawa dan kehormatan Tim Gabungan TNI-Polri dalam Satgas COVID-19 Sikka yang sedang menegakan Hukum Negara, akan tetapi juga telah menurunkan kehormatan Negara dan Kedaulatannya serta harga diri Bangsa, karena membiarkan ada sekelompok warga di Nangahale menegakan Hukum Syariah dan menolak Hukum Negara Pancasila.

KAPOLDA NTT HARUS COPOT AKBP SAJIMIN.

Pernyataan Kapolres Sikka AKBP Sajimin di hadapan Para Pemuda lintas OKP Sikka (PMKRI, GMNI, KNPI, GP. ANSOR, PP, PEMUDA KATHOLIK) pada tanggal 16 Juli 2020, bahwa hingga saat ini, pihaknya belum menemukan adanya dugaan HTI atau paham Radikal di Sikka, sungguh pernyataan tidak jujur dan tidak bertangung jawab, betapa Kapolres Sikka tidak memiliki kepekaan  melihat realitas sosial Intoleransi dan Radikalisme sedang berkembang di Sikka.

Sikap Kapolres Sikka AKBP Sajimin, yang menganggap rentetan sejumlah kejadian pembangkangan warga, sebagai peristiwa biasa atau sebagai perilaku yang legal, berpotensi melahirkan konflik horizontal yang maha hebat, karena membiarkan ketidakpatuhan sekelompok warga terhadap Hukum Negara dan Alat Kekuasaan Negara yang sah hanya karena mereka memilih Hukum Syariah. 

Apalagi sikap lunak Kapolres Sikka AKBP Sajimin terhadap sejumlah kasus peredaran secara ilegal bahan peledak berlabel Pupuk Cap Matahari, diperjualbelikan di kalangan para Nelayan di Sikka, di tengah munculnya benih-benih Radikalisme, semakin melahirkan tanda tanya ada koneksi apa antara Kapolres Sikka Sajimin dengan situasi ini.

 

 

TAG#PETRUS SELESTINUS

190216135

KOMENTAR