Kebijakan Tarif Baru Trump Picu Harga Minyak Melonjak

Jakarta, Inakoran
Harga minyak dunia mengalami kenaikan seiring dengan kebijakan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump. Keputusan Trump untuk menerapkan tarif sebesar 25% pada impor baja dan aluminium diperkirakan akan berdampak signifikan terhadap perekonomian global serta permintaan energi, khususnya di AS sebagai konsumen minyak terbesar dunia.
Mengutip Reuters pada Selasa (11/2/2025), harga minyak mentah berjangka Brent naik sebesar 11 sen atau 0,14%, menjadi US$75,98 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 5 sen atau 0,07% menjadi US$72,37 per barel.
Kenaikan harga minyak ini terjadi di tengah kekhawatiran pasar terhadap dampak kebijakan tarif baru yang dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global. Sebagai respons terhadap langkah Trump, investor mulai memperhitungkan kemungkinan penurunan permintaan minyak akibat potensi perlambatan ekonomi.
BACA JUGA:
Harga Emas Catat Rekor Usai Trump Umumkan Tarif Baru
Rekomenasi Saham Pilihan: Selasa (11/2/2025)
Trump Terapkan Tarif 25%, Harga Minyak Langsung Terbang
Harga Minyak Dunia Naik Tipis: Jumat (7/2/2025)
Presiden Trump resmi menaikkan tarif impor baja dan aluminium menjadi 25% tanpa pengecualian bagi negara mana pun. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri yang tengah terpuruk, namun di sisi lain berisiko memicu perang dagang dengan mitra dagang utama seperti Kanada, Brasil, Meksiko, dan Korea Selatan.
Langkah ini berpotensi mengurangi pertumbuhan ekonomi global serta menekan permintaan energi. Banyak negara yang sebelumnya mendapat pengecualian kini harus menghadapi tarif penuh, yang dapat memengaruhi pasokan bahan baku industri dan menurunkan tingkat produksi di sektor manufaktur.
Selain kebijakan tarif baja dan aluminium, Trump juga menunda penerapan bea masuk sebesar 25% untuk impor dari Meksiko dan Kanada serta 10% untuk minyak mentah dari Kanada hingga 1 Maret 2025, sembari menunggu hasil negosiasi dengan kedua negara tersebut.
Tak hanya itu, Trump juga memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap China, yang dibalas oleh Beijing dengan mengenakan bea masuk serupa pada sejumlah produk impor AS, termasuk minyak mentah. Tarif balasan ini dijadwalkan mulai berlaku pada hari Senin, sementara pembicaraan antara Washington dan Beijing masih menemui jalan buntu.
Permintaan minyak mentah juga dibayangi oleh kebijakan moneter AS. Federal Reserve diperkirakan akan menunda pemotongan suku bunga hingga kuartal berikutnya. Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters, para ekonom sebelumnya memperkirakan pemotongan suku bunga akan terjadi pada Maret, namun kini ada indikasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih lama.
Dengan inflasi yang masih menjadi ancaman, kebijakan moneter ketat dapat membatasi pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya dapat menekan permintaan minyak. Investor kini harus mencermati langkah-langkah selanjutnya dari bank sentral AS dalam menentukan strategi mereka di pasar energi.
KOMENTAR