KH Maman, Deradikalisasi dan Humanisasi

Johanes

Thursday, 06-02-2020 | 19:25 pm

MDN
Anggota Komisi VIII DPR RI KH Maman Imanulhaq

Indramayu, Inako

Polemik tentang wacana pemerintah RI untuk memulangkan eks WNI anggota ISIS ke Indonesia di ruang publik di berbagai forum talkshow hingga acara Satu Meja, The Forum yang disiarkan live di salah satu televisi swasta nasional, tadi malam, Rabu, 5 Februari 2020, dengan tema "Eks ISIS, perlukan dipulangkan?' menarik untuk ditelaah lebih dalam.

 

Sisi menariknya adalah gagasan tentang program humanisasi yang disampaikan KH Maman Imanulhaq, Wakil Sekrataris Dewan Syuro DPP PKB sekaligus anggota komisi VIII DPR RI, salah satu nara sumber yang hadir secara Live di acara Satu Meja The Forum tersebut bersama, antara lain, Massuki Baidhowi, juru bicara Wakil Presiden RI, Dinna Wisnu, pakar dan analis hubungan internasional dan Hasbullah Sastawi, pengamat terorisme.

Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat, Adlan Daie

 

Selama ini, menurutnya, ruang publik dan jagat sosial media disesaki narasi narasi penuh stigmanik. Istilah Radikalisme, deradikalisasi dan kontra radikalisme menggantung di ruang publik menjadi semacam komoditas wacana dan isu yang bukan untuk diselesaikan akan tetapi dibiarkan untuk menghasilkan pundi - pundi uang bagi sejumlah pihak.

Sesuatu yang dalam pandamgan KH Maman Imanulhaq, pengasuh pesantren Al Mizan, Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat, sangat berbahaya bagi masa depan Indonesia.

Dalam pandangan KH Maman Imanulhaq, tokoh yang tekun mengikuti dialog-dialog antar agama, menyelesaikan problem-problem kebangsaan terkait warga negara Republik Indonesia terpapar radikalisme agama dengan pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisme lebih bersifat jangka pendek dan tidak konprehensif solusinya.

Pola pendekatan deradikalisasi dan kontra radikalisme selama ini hanya bergemuruh di ruang publik, tidak solutif, cenderung bersifat komoditi wacana dan reaktif. 

Pola pendekatan di atas yang selama ini dinarasikan lembaga lembaga negara  berifat menghakimi dan stigmatik secara pejoratif sehingga mendapatkan perlawanan kontra wacana misalnya dari Prof Dr Din Syamsudin, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indoneaia (MUI) yang merasa terganggu secara psikhologis bagi umat Islam dan bersifat tidak adil.

Di sinilah letak urgensi dari gagasan cerdas KH Maman Imanulhaq tentang program humanisasi. Selain dari segi istilah lebih soft dari istilah deradikalisasi yang oleh sebagian kelompok ditentang karena bermuatan makna pendangkalan aqidah dan kontra radikalisme lebih bermakna head to head secara konfrontatif, gagasan humanisasi juga secara programatik lebih bersifat solutif dalam jangka panjang.

Pendekatan humanisasi dalam pandangan KH Maman Imanulhaq adalah meletakkan peran negara untuk mengembalikan kesadaran mereka yang terpapar virus radikalisme kepada kesejatiannya sebagai manusia sehingga mereka memahami dan menyadari sepenuhnya bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang mengajarkan pentingnya nilai cinta kasih dan toleran harmonis antar sesama apapun latar belakang agama, suku, entis dan golongannya.

Inilah yang oleh KH Abdurrahman Wahid (Gusdur), salah satu tokoh panutan KH Maman Imanulhaq sejak muda, yang disebut agama kemanusian. Sebuah agama yang hadir untuk maslahat bagi tertib sosial umat manusia. Bukan agama bersifat ekslusif secara sosial dan menegasikan peran manusia lain hanya perbedaan agama, suku, ras dan golongan. Di sinilah titik sambung nilai agama-agama dalam ruh Pancasila, dasar negara kita, warisan briliian dan paling berharga bagi kita sebagai bangsa dari para founding fathers terdahulu kita.

Pendekatan humanisasi yang ditawarkan KH Maman Imanulhaq diatas jika ditarik lebih jauh besambung dengan konsep dan pengertian agama yang hanif dari Nabi Ibrohim yang diteruskan Nabi Muhamad SAW. Sebuah agama yang lembut, toleran, mengajarkan harmoni sosial antar sesama dan maslahat bagi kehidupan ummat manusia.

Karena itu, gagasan tentang pendekatan humanisasi dalam konteks rehabilitasi warga negara RI yang terpapar virus radikalisme sangat layak diperrimbangkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Intelegen Negara (BIN), Kepolisian Republik Indonesia dan lembaga-lembaga negara terkait lainya untuk dirumuskan dan diturunkan menjadi desain regulatif bagi ikhiar penanggulangan radikalisme dan terorisme secara lebih soft dan bersifat jangka panjang. 

Tentu, sebagaimana disampaikan KH Maman Imanulhaq, penggagasnya, melibatkan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah secara intens akan  lebih terasa out put dan hasilnya dalam strata sosial masyakarat Indonesia.

Semoga bermanfaat.

KOMENTAR