Konsolidasi Sistem RUU Pemilu

Oleh : Agus Abdullah,Politisi Muda Partai HANURA
Jakarta, Inako
Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata secara demokrasi dari hak kedaulatan yang berada ditangan rakyat serta wujud yang paling kongkrit partisipasi rakyat dalam bentuk penyelenggara negara.
Maka dengan sistem dan penyelenggara pemilu selalu menjadi perhatian utama melalui penataan sistem dan kualitas pelaksanaan demokrasi pemilu yang diharapka dari, oleh, untuk rakyat benar - benar dapat diwujudkan
Dengan demikian perubahan atau perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah bersama lembaga DPR RI untuk setiap pemilu, harus dipandang secara kejelasan dan terarah yang pada akhirnya jangan sampai menghambat proses konsolidasi demokrasi dan kelembagaan negara
Pertimbangan sistem maupun keberadaan Parlemen threshold 7 % dengan mempertimbangkan hal pokok,yaitu ketentuan dalam aspek konstitusi dan aspek kondisi bangsa indoenesia
Dari aspek konstitusi yang dasar utamanya adalah pengakuan bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang hendaknya dalam penataan pemerintahan dari, oleh, untuk rakyat untuk mewujudkan hal tersebut
Selain pemilu nasional yang menjadi perhatian tentu pemilu lokal sebagaimana dalam RUU Pemilu pada pasal 248 “ Partai politik peserta pemilu anggota DPRD provinsi harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 7 % dari jumlah suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPRD Provinsi “ Hal ini tidak didasari pengkajian secara komprehensif dalam kerangka berfikir terhadap landasan yuridis maupun secara aspek sosiologi hukum
Sistem pemilu yang terdapat dalam RUU Pemilu merupakan sistem proporsional tertutup, yang semestinya dipilih adalah sistem pemilu yang paling mampu mengekspresikan dan sebagai bentuk kelembagaan atas kehendak rakyat baik dari sisi wakil rakyat yang dipilih maupun dari sisi kebijakan dan tindakan yang dilakukan oleh para pejabat maupun wakil rakyat.
Pemilu tidak boleh menjadi momentum yang menghentikan hubungan antara rakyat dan para wakilnya, sebaliknya,pemilu harus menjadi titik dasar dan awal partisipasi rakyat terhadap penyelenggara pesta demokrasi pemilu dan pemilu sejatinya harus mampu membangun keadaban demokrasi dan menjalin ikatan tak terputuskan antara rakyat dan wakil rakyat
Sedangkan dari aspek kondisi bangsa Indonesia, yang perlu diperhatikan melalui berbagai keanekaragaman, baik dari sisi aliran politik, budaya maupun agama, selain itu juga terdapat keragaman karakteristik wilayah baik ditinjau dari aspek populasi maupun sumber daya alam. Hal tersebut merupakan bagian dari penentuan sistem pemilu agar semua keragaman itu terwakili dan tidak menimbulkan sikap kecemburuan yang mengancam disintegrasi bangsa dalam kehidupan perpolitikan
Agar pemilu dapat menjadi wahana pengejawantahan hak kedaulatan rakyat dan hasilnya benar - benar kehendak rakyat sebagaimana konstitusi UUD 1945 yang pada prinsipnya telah menggariskan pada asas demokrasi dalam bingkai Ideologi pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab
Pilihan sistem pemilu yang terdapat dalam RUU Pemilu, apakah sistem yang akan diterapkan sudah sesuai dengan prinsip konstitusional dan kondisi bangsa Indonesia yang dimana mencerminkan keanekaragaman bangsa Indonesia serta cakupan wilayah daerah pemilihan dan penentuan jumlah proporsi wakil rakyat dari setiap daerah pemilihan agar menjadi tujuan untuk semakin meningkatkan keterwakilan keberagaman masyarakat yang menjadi hubungan ikatan antara pemilu dan para wakilnya
TAG#AGUS ABDULLAH, #HANURA, #Konsolidasi Sistem RUU Pemilu
190233286
KOMENTAR