Lonjakkan Suara PSI Jadi Sorotan, Formappi: Hal Itu Wajar, Karena Ada Kaesang

Sifi Masdi

Wednesday, 06-03-2024 | 10:09 am

MDN
Presiden Jokowi dan Ketum PSI Kaesang Pangarep [ist]

 

 

Jakarta, Inako

Perolehan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) telah mencuri perhatian dalam beberapa hari terakhir, menimbulkan berbagai dugaan akibat perbedaan hasil dengan perhitungan cepat yang dirilis lembaga survei. Namun, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) berpendapat bahwa lonjakan ini sebenarnya merupakan hal yang wajar dalam proses rekapitulasi suara yang masih berlangsung.

Menurut peneliti Formappi, Lucius Karus, lonjakan suara PSI menjadi sorotan karena munculnya dugaan manipulasi, sementara kenaikan suara partai lain dianggap biasa.

BACA JUGA: TPN Ganjar-Mahfud Siapkan Ajukan PHPU ke Mahkamah Konstitusi

"Dalam proses yang tengah berlangsung, lonjakan suara terbuka bagi parpol manapun karena data yang masuk hampir pasti akan memberikan tambahan perolehan suara partai-partai," jelas Lucius di Jakarta, Selasa (5/3).

Dugaan manipulasi ini juga dikaitkan dengan keberadaan Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo,  sebagai Ketua Umum (Ketum) di PSI. Lucius menduga bahwa posisi PSI yang dianggap sebagai Partai Jokowi menjadi sumber kritikan terhadap perolehan suara mereka dalam Pemilu 2024.

Namun, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Idham Holik, menegaskan bahwa tidak ada penggelembungan terhadap jumlah suara PSI. Ia menjelaskan bahwa ketidakakuratan terjadi pada teknologi optical character recognition (OCR) dalam membaca foto Formulir Model C1-Plano, bukan pada perhitungan suara itu sendiri.

BACA JUGA: Lonjakkan Suara PSI dan Terwujudnya Tiga Pernyataan Presiden Jokowi kepada Andi Widjajanto sebelum Pilpres

Idham menegaskan pentingnya peran aktif pengakses Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) untuk melaporkan ketidakakuratan tersebut. Selain itu, ia menekankan bahwa hasil resmi perolehan suara peserta pemilu sudah berdasarkan rekapitulasi yang dilakukan secara berjenjang, mulai dari tingkat kecamatan hingga nasional.

Sebagai pengakhiran, fenomena lonjakan suara PSI menjadi sorotan, namun perlu digali lebih dalam apakah hal tersebut adalah hasil dari dinamika demokrasi yang wajar ataukah tanda adanya kecurangan. Proses rekapitulasi yang transparan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik perolehan suara yang mencolok ini.


 

KOMENTAR