Manaker Ida Fauziyah Akui Ada 10 Juta Jenis Pekerjaan Baru yang Muncul di Era Revolusi Industri 4.0.

Sifi Masdi

Tuesday, 31-12-2019 | 13:13 pm

MDN
Manaker Ida Fauziyah sedang menyampaikan sambutan [ist]

Kendal, Inako

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan ada 23 juta jenis pekerjaan di Indonesia yang mengalami dampak otomatisasi di era revolusi industri 4.0.  Namun di sini lain, terdapat 27–46 juta jenis pekerjaan baru di Indonesia berpeluang tercipta sampai dengan tahun 2030, dan 10 juta jenis pekerjaan di antaranya adalah jenis pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya.

 

 

Karena itu, ia memproyeksikan sekitar 6 juta sampai dengan 29 juta orang di Indonesia harus mengikuti pelatihan lagi untuk jenis pekerjaan yang baru (re-skilling dan up-skilling).

Hal ini ditegaskan Menteri Ida dalam sambutannya di acara  “Rembuk Nasional Balai Latikan Kerja (BLK) Komunitas di Indonesia” di Kendal, Jawa Tengah, Senin (30/12/2019).

Menurut Ida, kondisi ketenagakerjaan Indonesia sebagaimana  yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per bulan Agustus 2019 tercatat 133,56 juta  angkatan kerja Indonesia. Dari data tersebut, jumlah angkatan kerja yang bekerja adalah sebesar 126,51 juta orang (94,72%) dan angkatan kerja yang masuk dalam kategori pengangguran sebesar 7,05 juta orang (5,28%).

Namun bila dibandingkan angkatan kerja tahun 2018, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia menurun 0,06%. “Namun demikian 57,54% pekerja kita masih lulusan SD/SMP kebawah. 55,72% pekerja kita adalah pekerja informal,” tegas Ida.

Selain itu, Ida juga mengungkapkan data yang dirilis oleh McKinsey (September 2019). Data tersebut menyebutkan bahwa ada 23 juta pekerjaan di Indonesia akan terdampak otomatisasi, dan rata-rata terdapat 248.00 pekerja ter-PHK/tahun (BPJS TK, 2016-2018).

Salah satu penyebab pengangguran yang ada di Indonesia adalah ketidakseimbangan antara pekerjaan dengan jumlah tenaga kerja, kemajuan teknologi, serta kurangnya pendidikan ataupun keterampilan.

Dengan mengacu pada data tersebut, Ida pun mengemukakan beberapa hal yang dibutuhkan Indonesia untuk menhadapi era Industri 4.0, antara lain, pertama, investasi berkelanjutan. Kedua, pengembangan model pelatihan baru untuk pekerjaan baru. Ketiga, program-program untuk memudahkan transisi pekerja seperti pemagangan, re-skilling, dan up-skilling.

Keempat, dukungan dalam hal pendapatan melalui program-program jaminan sosial yang lebih inovatif. Kelima, kolaborasi antara publik dan swasta. Antisipasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang tumbuh di berbagai sektor, seperti kesehatan, konstruksi, manufaktur, dan retail akan sangat dibutuhkan.

Menurut Ida, saat ini pemerintah fokus pada upaya peningkatan kompetensi tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan vokasi. “Dan untuk jangka pendek, pelatihan vokasi akan berperan sentral karena dampaknya yang relatif lebih cepat bisa dirasakan oleh masyarakat dibanding pendidikan vokasi,” tutur dia.

Selanjutnya, untuk kebijakan pelatihan vokasi triple skilling ke depan, pemerintah fokus pada tiga sasaran utama, pertama, skilling : penganggur, khususnya penganggur muda agar siap kerja. Keduare-skilling : pekerja ter-PHK, sebagai safety net tenaga kerja. Ketiga, up-skilling : pekerja, khususnya untuk UKM lokal dan industri pionir/terdepan (frontier), untuk meningkatkan daya saing nasional.

Melalui kebijakan triple skilling tersebut, tegas Ida, pemerintah berupaya untuk, pertama, mendorong para pencari kerja agar lebih mudah mendapat pekerjaan. (skilling dan re-skilling).

Kedua, mendorong agar pekerja dan perusahaan semakin berdaya saing. (up-skilling). Ketiga, mendorong pemenuhan kebutuhan produk dan jasa di dalam negeri dan berdaya saing global.

KOMENTAR