Menggagas Paket Dewa - Nina Da'i Bachtiar

Johanes

Saturday, 29-02-2020 | 07:53 am

MDN
Peneliti dan pengamat elektoral Indramayu, Adlan Daie

Oleh  : Adlan Daie
Peneliti dan Pengamat Politik Elektoral Indramayu

 

Indramayu, Inako


Sebuah harian berbasis pembaca utama di wilayah kabupaten Indramayu edisi kamis (27 Pebruari 2020) di head line nya (halaman pertama) menampilkan judul menarik dari sisi political branding, yakni "PKB Usung Pasangan Dewa-Nina ?" dengan sebuah misteri tanda tanya (?)  diikuti judul berita politik lain di bawahnya dengan hurup lebih kecil di sudut halaman kiri, Duet Daniel - Kh Satori Dinilai Dahsyat.

Dengan mengadaptasi model pendekatan tafsir politik Benidect Anderson dalam bukunya Imajined Commnunities, pilihan judul di atas berdimensi politis membuka ruang kemungkinan tafsir baru makin mengerucutnya opsi-opsi pasangan calon diluar paket pasangan bakal calon Toto Sucartono - Deis Handika yang memilih start melalui jalur independen dan secara resmi telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Indramayu.

Tulisan ini meletakan kemungkinan paket Dewa Nina di atas meja analisis dalam konteks koalisi politiknya, kekuatan figurnya, variabel  penetrasi ke atas pusat-pusat kekuasaan, pengaruh sosialnya, akar sosial partai pengusungnya dan peluang memenangkan kontestasi pilkada pasca turbulensi partai Golkar akibat terpapar OTT KPK hingga berkelindan menyasar pada titik-titik epicentrum kekuasaan politik Indramayu.

Dewa adalah akronim panggilan politik dari H. Dedi Wahidi, tokoh sentral di jantung kekuatan jamaah Nahdlatul Ulama (NU) di Indramayu, mantan Wakil Bupati Indramayu yang sukses menjaga relasi humanistik dengan jaringan birokrasi sangat baik hingga saat ini dengan karier politik mapan dan kinclong terpilih tiga kali menjadi anggota DPR RI, bersih tak tersentuh tangan KPK, pengaruhnya kuat, visi politiknya ramping tajam, sehat, tidak bombastis jualan religius manipulatif dan tidak terlalu bernafsu berkuasa kecuali ibu pertiwi Indramayu yang sedang bersedih dan lara memanggilnya.

Dalam pandangan Dewa, mengutip H. Agus Salim, tokoh pergerakan Nasional, leiden is ledjen, memimpin Indramayu adalan jalan menderita akan tetapi mulia karena di tangannya dapat mengangkat derajat IPM warga Indramayu yang terpuruk paling buncit di kabupaten/kota se wilayah III Cirebon, bukan panggung orkerstrasi kesenangan hedonis untuk menumpuk-numpuk dan memperpanjang-panjang nafas kekuasaan secara manipulatif hanya untuk bertahan dengan kepalsuan puja dan puji.

Itulah sebabnya Dewa tidak dalam posisi memotivasi diri untuk maju dalam kontestasi Pilkada Indramayu tahun 2020 betapa pun aspirasi datang bergelombang  memintanya maju dari beragam segmentasi sosial masyarakat, menghindar dari sandra dan jerat politik ijon karena dari sinilah menurutnya sumber mata air kotor mengalir ke pipa-pipa birokrasi dan ujung akhirnya adalah mampetnya IPM warga Indramayu kecuali, sekali lagi, ibu pertiwi memanggilnya secara gotong royong dalam gerak barisan rapat dan membatin dalam intensi kesadaran kolektif untuk maslahat, bukan mafsadat (koruptif)

Perihal Nina, tentu relatif baru dalam peta politik Indramayu kecuali titik sambung trahnya dengan Jenderal (purn) polisi, Dai Bachtiar, putera asli Indramayu satu-satunya dalam sejarah Indramayu mencapai puncak karier di Kepolisian Republik Indonesia. Karena itu, meletakkan Nina, lengkapnya Nina Dai Bachtiar (NDB) tidak dapat dilepaskan dari lanskap politik Jenderal Dai Bathiar yang kini di lingkaran pusat epicentrum DPP PDIP.

Jenderal Dai Bachtiar, putera asli Indramayu tentu sangat memahami peta sosiologis Indramayu dan pada saat yang sama jaringan politiknya di pusat-pusat kekuasaan mampu memainkan penetrasi politik dari atas untuk memghentikan politik manipulatif dan muslihat-muslihat birokrasi. Power point inilah letak kekuatan Nina disandingkan sebagai wakil dalam paket pasangan Dewa, tokoh sentral politik warga Nahdliyin dan pusat pencerahan pendidikan di Indramayu dalam kontestasi pilkada tahun 2020.

Pertanyaan yang tersisa mampukah koalisi PKB dan PDIP, dua partai dengan representasi sosial paling kokoh di akar rumput dan saling melengkapi satu sama lain menghadirkan gagasan paket Dewa-Nina di atas dengan potensi besar meruntuhkan tembok-tembok politik kusam yang mulai rapuh dan menua? Siapkah Dewa menempuh jalan menderita memimpin Indramayu di satu sisi penuh rantai politik biaya tinggi dan di sisi lain Indramayu sedang bersedih dan lara mangkrak IPM nya dan terpapar virus korupsi akut saluran pipa-pipa birokrasinya pasca OTT KPK?

Mari kita tunggu dinamika politiknya. Percayalah takdir politik dalam definisi Otto Van Bismove, politisi Jerman abad ke - 20 selalu bergerak dalam diktum The Act Of The Possible, politik selalu membuka ruang kemungkinan akan hadirnya paket Dewa-Nina. Kebutuhan zaman selalu menghadirkan tokoh-tokoh politik untuk zamannya. Ibarat handphone Nokia akan hilang ditelan sejarah hadirnya tokoh politik android di zamannya.

Semoga.

KOMENTAR