MK Sebut Quick Count Bagian dari Hak Masyarakat

Jakarta, Inako
Quick count dilarang dan harus ditayangkan 2 jam setelah TPS tutup di Indonesia bagian barat. Aturan itu tertuang dalam UU Pemilu. Padahal, materi aturan itu telah digugat ke MK dan dicabut.
MK membenarkan bila di Amerika Serikat, jajak pendapat merupakan bagian dari strategi kampanye. Namun menurut MK, hal itu tidak berlaku di Indonesia.
"Di Indonesia, survei tidak merupakan bagian dari Kampanye (Bab VIII), melainkan masuk Bab XIX tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Pemilu, sehingga lembaga survei dituntut untuk independen," demikian bunyi putusan MK Nomor 9/PUU-VII/2009 yang dilansir beberapa media, Minggu (17/3/2019).
Terlepas dari apakah survei dan lembaga survei merupakan bagian dari strategi kampanye peserta Pemilu atau independen, namun sebagai suatu kegiatan ilmiah, kegiatan survei dan lembaga survei harus tetap mengikuti kaidah-kaidah ilmiah yang berlaku dalam survei yang dapat diketahui oleh publik.
"Meskipun survei dan lembaga survei bersifat independen dan bukan merupakan bagian dari strategi kampanye salah satu peserta Pemilu, namun ketentuan-ketentuan masa tenang dalam kampanye Pemilu juga harus dipatuhi oleh lembaga survei," ujarnya.
Alasan MK lainnya yaitu quick count bagian dari hak masyarakat untuk tahu yang diatur dalam UUD 1945.
"Bahwa hak masyarakat untuk tahu (rights to know) merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM), yaitu kebebasan untuk mendapatkan informasi dan secara a contrario juga kebebasan untuk memberikan atau menyampaikan informasi (freedom of information)," paparnya.
Pasal 28F UUD 1945 secara tegas menyatakan:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Namun, putusan itu tidak bulat. Tiga hakim konstitusi Achmad Sodiki, Akil Mochtar, dan Arsyad Sanusi menyatakan sebaliknya. Quick count seharusnya dilarang.
Aturan serupa juga muncul dalam Pemilu 2014. MK lalu membatalkannya lagi. Nah, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, aturan itu juga muncul lagi.
Pasal yang melarang yaitu Pasal 449 ayat 2 UU Pemilu:
Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dilakukan pada Masa Tenang.
Adapun Pasal 449 ayat 5 berbunyi:
Pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat Pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat 2 (dua) jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
Alhasil, aturan itu kembali digugat ke MK. Kini, nasib quick count lagi-lagi di tangan palu hakim konstitusi.
TAG#Mahkamah Konstitusi, #Quick Count, #Pemilu, #Hasil Survei
190215977
KOMENTAR