PDIP Rekomendasi Pileg dan Pilpres Tidak Serentak dan Ambang Batas Parlemen 5%

Sifi Masdi

Monday, 12-08-2019 | 19:56 pm

MDN
Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri  [ist]

Jakarta, Inako

PDI Perjuangan ( PDI-P) baru saja menggelar Kongres V pada 8 hingga 10 Agustus 2019 di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Bali. Selain menetapkan struktur kepengurusan periode 2019-20124, partai berlambang banteng itu juga menegaskan sikap politiknya. Amandemen terbatas UUD 1945, menambah ambang batas parlemen hingga usul penyelenggaraan Pileg dan Pilres yang tidak lagi serentak menjadi beberapa poin yang direkomendasikan.

PDI-P merekomendasikan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan demikian MPR memiliki kewenangan menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan.

"Kita memerlukan Garis Besar Haluan Negara atau pola pembangunan semesta berencana. Ini yang akan kami dialogkan bersama tetapi sebagai keputusan kongres kami taat pada putusan itu," ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto saat ditemui seusai kongres, Sabtu (10/8/2019).

Kendati MPR menjadi lembaga tertinggi negara, lanjut Hasto, partainya tidak merekomendasikan adanya perubahan sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Ia menegaskan bahwa presiden dan wakil presiden harus tetap dipilih langsung oleh rakyat. Seperti diketahui, pada era Orde Baru, MPR merupakan lembaga tertinggi negara serta memiliki kewenangan memilih Presiden dan Wakil Presiden.

"Kita tetap mengikuti rezim kedaulatan rakyat di mana rakyat berdaulat untuk menentukan pemimpinnya. Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat," kata Hasto.

Sementara Ketua DPP PDI-P Ahmad Basarah berharap, pimpinan MPR periode 2019-2024 mendukung usulan amandemen terbatas UUD 1945. Basarah mengatakan, komposisi pimpinan MPR mesti sepakat dengan agenda amandemen terbatas UUD 1945 demi memuluskan usulan PDI-P.

Untuk itu, PDI-P akan berkomunikasi dengan partai-partai politik untuk menentukan komposisi pimpinan MPR dan melobi partai-partai politik untuk mendukung wacana amandemen terbatas UUD 1945.

Ia menyebut, PDI-P membuka kemungkinan adanya unsur dari partai koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga masuk dalam komposisi pimpinan MPR selama mendukung wacana amandemen terbatas UUD 1945.

"Kita akan menyepakati komposisi pimpiman MPR dari Koalisi Indonesia Kerja atau bersama-sama dengan unsur dari Koalisi Indonesia Adil Makmur yang bersepakat, yang commited, yang setuju diadakannya agenda amandemen terbatas UUD 1945," ujar Basarah, Minggu (11/8/2019).

 Ia menambahkan, komposisi pimpinan MPR itu nantinya juga akan disetujui oleh Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi).

"Mengenai siapa ketua atau wakil ketuanya tentu nanti itu adalah wewenang para ketua umum masing-masing partai politik dan itu atas dasar persetujuan Presiden Joko Widodo," kata Basarah.

Pileg dan pilpres tak serentak PDI-P juga merekomendasikan pemisahan penyelenggaraan pemilu legislatif (Pileg) dan pemilu presiden (Pilpres). Artinya Pileg dan Pilpres tak lagi diselenggarakan secara serentak.

"Itu merupakan pembahasan di Komisi Pemilu, kami memang mengusulkan ada pemilu legislatif dan pemilu presiden, dengan melihat mencermati di masa lalu risiko politik yang terlalu besar," ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.

Hasto mengatakan, negara wajib mengembangkan sistem pemilu dan kepartaian yang sejalan dengan terwujudnya sistem pemerintahan presidensial yang efektif. Oleh sebab itu, kata Hasto, upaya menciptakan sistem pemilu dan kepartaian yang sederhana melalui pengaturan secara demokratik, efisien, dan efektif mutlak diperlukan.

Sementara itu, pileg dan pilpres yang digelar secara bersamaan menimbulkan potensi polarisasi di masyarakat yang cukup besar. Seperti yang terjadi pada Pemilu 2019 lalu.

"Buat apa kita berdemokrasi kalau masyarakat harus terpecah karena itulah kita harus menyelamatkan demokrasi itu," kata Hasto.

Secara teknis, PDI-P mengusulkan penyelenggaraan pemilu yang dibagi dalam dua tahap di tahun yang sama. Tahap pertama, pemilihan Presiden dan anggota DPD. Selang tiga bulan kemudian dilakukan tahap kedua, yakni pemilihan anggota DPR dan kepala daerah.

"Kita sudah lakukan evaluasi yang menunjuk kepada satu hal, yakni bagi partai-partai politik penyelenggaraan pemilu serentak ini berat," kata Ketua Tim Pemateri, Sinkronisasi, Harmonisasi dan Perumus pada Komisi IV Arif Wibowo saat ditemui secara terpisah.

Ambang Batas Parlemen dan Pencalonan Presiden PDI-P mengusulkan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold menjadi 5 persen untuk tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Diketahui, Pasal 414 Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu menentukan ambang batas parlemen sebesar 4 persen dari total suara sah nasional.

Parpol yang tidak mencapai target tersebut tentu tidak akan mendapatkan jatah kursi di parlemen.

"Kita kemudian memutuskan pentingnya strategi parliamentary threshold berjenjang. Untuk tingkat DPR, 5 Persen sekurang-kurangnya," ujar Ketua Tim Pemateri, Sinkronisasi, Harmonisasi dan Perumus pada Komisi IV Arif Wibowo.

Selain itu, lanjut Arif, PDI-P merekomendasikan parliamentary threshold di tingkat provinsi sebesar 4 persen dan 3 persen untuk tingkat kabupaten/kota. "Untuk provinsi 4 persen dan kabupaten/kota 3 persen," kata Arif.

Sementara itu, PDI-P menilai tidak perlu adanya perubahan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Wakil Sekjen PDI-P itu menegaskan partainya ingin presidential threshold tetap 20 persen.

"Tidak ada rekomendasi perubahan (terkait presidential threshold)," ucap Arif. Peraturan mengenai presidential threshold tertuang dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Disebutkan bahwa parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dari hasil pileg sebelumnya untuk bisa mengusung pasangan capres-cawapres. "Presidential threshold sudah cukup 20 persen," tutur dia.

KOMENTAR