Pegang Dolar AS Dinilai Aman di Tengah Isu Resesi Global

Sifi Masdi

Wednesday, 02-10-2019 | 20:49 pm

MDN
Ilustrasi dolar AS vs Rupiah [ist]

Jakarta, Inako

Isu resesi yang menghantui  Amerika Serikat (AS) dan kebikan Bank Sentral AS The Federal Reserve (The Fed) menurunakn suku bunga acuan tidak melemahkan nilai dollar AS (USD) . Malahan sebaliknya USD tetap perkasa. USD tetap menguat terhadap mata uang utama dunia lain, seperti Euro, Poundsteling, Dolar Australia, dan Yen.

 

Sepanjang kuartal III-2019, greenback justru makin berjaya. Dollar Index, yang mencerminkan posisi dolar AS di hadapan enam mata uang utama dunia, mencapai level tertinggi lebih dari dua tahun, tepatnya sejak Mei 2017.

Berikut performa beberapa mata uang melawan dolar sepanjang kuartal III-2019 berdasarkan data Refinitiv.

1. Euro

Mata uang 19 negara ini menjadi mata uang dengan kinerja terburuk melawan dolar AS. Pada 30 September euro berada di level US$ 1,0898, anjlok 4,19% sepanjang kuartal III-2019.

Pelambatan ekonomi diiringi dengan inflasi yang rendah membuat Zona Euro terancam mengalami resesi. Jerman, negara dengan nilai ekonomi terbesar di Eropa, mengalami kontraksi ekonomi pada kuartal II. Jika pada kuartal III ekonomi Negeri Panser tumbuh negatif lagi, maka sudah resmi mendapat label resesi.

Akibat pelambatan ekonomi tersebut, European Central Bank (ECB) memangkas suku bunga acuannya menjadi -0,5 dan kembali mengaktifkan kebijakan moneter tidak biasa (unconventional) yaitu program pembelian obligasi dan surat berharga secara masif atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE). Dampaknya sudah jelas, euro terkapar hingga ke level terlemah lebih dari dua tahun terakhir.

2. Poundsterling

Perekonomian Inggris sebenarnya masih cukup kuat, tetapi berlarut-larutnya masalah Brexit memberikan tekanan bagi poundsterling. Pada kuartal III, poundsterling bahkan sempat mendekati level terlemah 34 tahun di US$ 1,1957 setelah Boris Johnson menjabat sebagai Perdana Menteri dan berjanji akan melakukan Brexit sesuai dengan deadline 31 Oktober, baik itu dengan kesepakatan ataupun tanpa kesepakatan sama sekali (no-deal Brexit).

No-deal Brexit merupakan ketakutan utama pelaku pasar, Inggris diprediksi akan memasuki resesi.

Namun poundsterling mampu menipiskan pelemahan, dan mengakhiri kuartal III di US$ 1,2287 (-3,16%) setelah Parlemen Inggris berhasil mempersempit peluang terjadinya no-deal Brexit.

3. Yen

Meski resesi terus membayangi pasar finansial global, tetapi yen Jepang tetap kurang bertaji. Menyandang status sebagai aset aman (safe haven), yen biasanya menjadi incaran pelaku pasar jika terjadi pelambatan ekonomi apalagi sampai resesi.

Hingga akhir Agustus yen sebenarnya masih perkasa melawan dolar AS, tetapi memasuki bulan September yen jadi melempem. Adanya harapan damai dagang antara AS-China membuat pelaku pasar meninggalkan yen dan masuk kembali ke aset-aset berisiko. Akhirnya yen melemah 0,23% pada kuartal III-2019.

4. Rupiah 

Pada periode Juli-September 2019, rupiah melemah 0,46%. Kinerja rupiah bisa dibilang tidak terlalu mengecewakan. 

Rupiah mengawali kuartal III dengan apik, pada 15 Juli sudah mencatat penguatan 1,7% dan mencapai titik terkuat satu tahun di level Rp 13.885/US$.

Namun setelahnya rupiah berbalik melemah hingga ke Rp 14.350/US$ pada 6 Agustus. Kemudian rupiah sempat perkasa lagi dan menguat ke Rp 13.980/US$ pada pertengahan September.

Pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI) dalam tiga bulan berturut-turut, serta pemangkasan suku bunga The Fed menjadi salah satu penggerak utama rupiah.
 

 

KOMENTAR