Pemerintah Didorong Berikan Asuransi Bagi Nelayan dan Pembudidaya Terdampak banjir Rob

Jakarta, Inako
4 Mei 2020. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksi akan terjadi banjir pesisir (rob) di perairan utara pulau jawa yang terjadi di awal bulan Juni 2020.
Banjir rob ini terjadi karena pada awal bulan Juni memasuki periode bulan purnama (full moon/spring tide).
Hal ini akan mengakibatkan kondisi pasang cukup tinggi di beberapa wilayah indonesia.
Berdasarkan hasil laporan beberapa anggota KNTI di sejumlah wilayah, banjir rob ini tidak hanya melanda Pantai Utara Pulau Jawa namun juga menerjang pesisir pantai di Kabupaten Lombok Timur, demikian rilis yang diterima Inakoran.com Kamis (4/6/2020).
BACA JUGA:
Pemerintah Alokasikan Rp 4,967 Triliun untuk Relaksasi UMKM yang Terkena Dampak Covid-19
Laporan Pengurus Daerah KNTI Kota Semarang mengatakan bahwa daerahnya merupakan langganan banjir rob. Disebutkan bahwa banjir rob sudah terjadi di beberapa kampung pesisir seperti Tambak Lorok sejak akhir bulan Mei 2020, namun belakangan air yang masuk semakin meningkat terutama dalam minggu ini.
Hal serupa dialami oleh masayarakat nelayan dan pembudidaya ikan di Indramayu. Pengurus DPD KNTI Indramayu melaporkan bahwa banyak tambak ikan yang tergenang akibat tingginya intensitas air laut yang masuk ke tambak sejak kemarin sore (Rabu, 3/6).
BACA JUGA:
Hyundai membuka stasiun pengisian hidrogen pertama untuk mobil komersial
Disaat yang sama, Kabupaten Lombok Timur juga mengalami banjir rob.
Tingginya air laut yang tidak biasa ini juga telah menggenangi tambak-tambak garam mereka. Tentu hal ini menyebabkan kerugian bagi nelayan, pembudidaya, dan pengusaha dan pembudidaya garam.
Naiknya muka air laut hingga memasuki daratan atau istilahnya adalah banjir rob, merupakan salah satu bencana alam, sehingga kerugian yang dialami oleh nelayan pembudidaya dan petambak garam seharusnya mendapatkan jaminan perlindungan dari negara berupa asuransi.
Hal tersebut dikarenakan penting dan strategisnya peran nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam dalam menopang ketahanan dan kedaulatan pangan nasional.
“Jika risiko yang dihadapi oleh para pahlawan pangan itu terus-menerus dibiarkan, kita khawatir para nelayan dan pembudidaya kondisinya semakin menderita, apalagi di tengah kondisi Covid-19 seperti saat ini,” ujar Chuldyah, Biro Kajian Strategis Pengurus Harian DPP KNTI.
Chuldyah juga menjelaskan bahwa sebenarnya skema perlindungan ini sudah diatur dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Dalam Pasal 30 angka 1 dijelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberi perlindungan kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam atas risiko yang dihadapi.
Risiko yang dimaksud dijelaskan pada angka 2 dan 3 Pasal 30, sehingga diberikanlah Asuransi Perikanan dan Asuransi Pergaraman. Ini terangkum dalam UU no 7/2016 pada Bab IV bagian Kelima mengenai jaminan risiko penangkapan ikan, pembudidaya ikan, dan usaha penggaraman.
Ketentuan lebih lajut mengenai mekanisme perlindungan atas risiko dijelaskan lebih rinci pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 18 tahun 2016.
Didalamnya disebutkan beragam item yang menjadi hak para pembudidaya ikan dan petambak garam seperti pompa air, kincir, geoisolator, bbm, dsb yang dijelaskan pada Pasal 6 Permen KP nomor 18/2016.
TAG#KNTI
190215669
KOMENTAR