Pemprov Malut Diminta Lindungi Tenaga Kerja Lokal

Binsar

Tuesday, 09-04-2019 | 06:51 am

MDN
Sejumlah perusahaan tambang beroperasi di Pulau Halmahera, bakal menyerap ribuan tenaga kerja (Naker) lokal guna meningkatkan taraf perekonomian masyarakat setempat. [ist]

Ternate, Inako –

Pemerintah provinsi(Pemprov)  Maluku Utara (Malut) diminta memlindungi tenaga kerja lokal dengan cara membuat regulasi yang membatasi masuknya tenaga kerja asing ke daerah itu.

Pemerhati ketenagakerjaan di Malut, Muhammad Suhardi di Ternate, Senin mengatakan, regulasi itu harus mengikat investor yang berinvestasi di daerah ini tidak seenaknya mendatangkan tenaga kerja dari luar provinsi tersebut.

"Regulasi itu sebaiknya dalam bentuk peraturan daerah (Perda) agar memiliki kekuatan hukum dalam implementasinya, karena investor biasanya mau melakukan sesuatu kalau ada landasan hukumnya yang kuat," katanya.

Regulasi perlindungan tenaga kerja lokal itu di antaranya mengatur kewajiban bagi setiap investor yang berinvestasi untuk memprioritaskan tenaga kerja lokal dan ada batasan jumlah tenaga kerja dari luar Malut, terutama Tenaga Kerja Asing(TKA) yang mereka rekrut.

Menurut dia, Malut banyak diminati investor, baik dari dalam maupun luar negeri bahkan sudah ada yang telah merealisasikan investasi, seperti pada sektor pertambangan di sejumlah kabupaten/kota di provinsi itu.

Pengembangan pulau Morotai sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) juga dipastikan banyak diminati investor, yang sesuai laporan dari pemerintah pusat di sana akan ada investor yang menanamkan modal dengan nilai investasi Rp37 triliun lebih dan menyerap 30.000 tenaga kerja.

Kalau Pemprov Malut tidak memproteksi tenaga kerja lokal melalui pembuatan regulasi perlindungan tenaga kerja lokal, menurut Muhammad, yang akan menikmatinya adalah tenaga kerja dari luar Malut, termasuk TKA.

Padahal kehadiran investasi di suatu daerah diharapkan dapat memberi kontribusi bagi kemajuan daerah, tidak saja dari segi pendapatan daerah, tetapi juga dalam penyediaan lapangan kerja bagi para pencari kerja setempat.

Ia mengemukakan, tidak adanya keberpihakan terhadap tenaga kerja lokal dalam penyerapan tenaga kerja pada perusahaan yang beroperasi di daerah ini sangat berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial yang pada gilirannya bisa memicu terjadinya konflik.

Sementara itu data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Malut sampai Februari 2019 jumlah tenaga kerja lokal, termasuk dari sejumlah provinsi di Indonesia yang direkrut seluruh perusahaan besar di Malut sebanyak 2.800 orang, sedangkan TKA 1.500 orang.

KOMENTAR