Perlu Audit dan Investigasi terhadap Proses Penulisan Kamus Sejarah Indonesia yang Hilangkan KH Hasyim Asyari

Hila Bame

Tuesday, 27-04-2021 | 22:09 pm

MDN

 

JAKARTA, INAKORAN

 

Kontroversi hilangnya tokoh KH Hasyim Asy'ari dalam buku Kamus Sejarah Indonesia (KSI) yang disusun Kemendikbud harus segera diaudit dan diinvestigasi sehingga bisa diketahui mengapa tokoh nasional sekaliber KH Hasyim Asy'ari bisa tidak termuat dalam buku KSI yang akan menjadi pegangan bagi para guru sejarah di sekolah.


 

BACA:  Hikmah Polemik Kamus Sejarah Indonesia

      Menyimak Kiprah NU Jakarta Menanggulangi Penyebaran Covid-19


Demikian pendapat Kepala Departemen Sejarah UI Dr. Abdurakhman pada Webinar Sejarah "Hilangnya KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia: Manipulasi Sejarah?", Selasa 27 April 2021 yang diadakan oleh LKPS (Lembaga Kajian Peminatan Sejarah) dan Forum Alumni PMII UI. 

 

"Sebagai seseorang yang namanya tercantum dalam KSI sebagai narasumber, saya merasa tidak dilibatkan secara optimal hingga buku KSI tersebut terbit", tandas Dr. Abdurakhman. 

 

Menurut Mas Maman, panggilan akrab Dr. Abdurakhman, selain tim penulis, narasumber dan editor juga diperlukan komite khusus yang mengaudit keseluruhan kerja penyusunan dan penulisan buku KSI tersebut apakah sesuai dengan standar akademis atau tidak.

 

"Penyusunan dan penulisan buku KSI ini jangan hanya dijadikan proyek untuk menghabiskan anggaran saja. Ini kerja besar yang memerlukan waktu panjang serta ketelitian dalam penulisannya".

Senada dengan Dr. Abdurakhman, pembicara lainnya Dekan FPIPS UPI Dr. Agus Mulyana mengatakan bahwa sejarah adalah subjek bidang studi yang "politis" dan "ideologis" sehingga perlu dilakukan uji publik untuk melihat dan mengukur penerimaan masyarakat terhadap sebuah buku sejarah, apalagi buku sejarah terbitan Kemendikbud yang akan menjadi "official history". 

 

BACA:  Ketum PBNU Minta Semua Pihak Tak Persoalkan “Salam Semua Agama”

 

"Jangan terulang kasus dimana para sejarawan diprotes masyarakat karena menghilangkan istilah "G.30.S/PKI" menjadi "G.30.S" saja. Biar bagaimanapun sejarah tidak terlepas dari konteks sosial, politik dan ideologis", papar Dr. Agus Mulyana.

 

Sementara itu pembicara terakhir Wakil Ketua Forum Alumni PMII UI Alfanny menyatakan bahwa penghilangan figur KH Hasyim Asy'ari telah membuka kotak pandora sejarah bagi warga NU yang selama ini merasa selalu dimarginalisasi terutama di era Orde Baru.

"Banyak kyai-kyai NU yang geram atas dihilangkannya tokoh nomor satu di NU, KH Hasyim Asy'ari dalam Kamus Sejarah Indonesia. Tim penulis KSI harus dirombak total dan melibatkan sejarawan-sejarawan dari NU, Muhammadiyah dan ormas-ormas pendiri NKRI lainnya", tandas Alfanny. 

Menurut Alfanny, KSI juga harus memuat tokoh-tokoh dari kalangan agama dan suku minoritas agar semua kelompok di negeri ini merasa terwakili dengan KSI yang diterbitkan Kemendikbud.

"Sejarah harus menjadi alat pemersatu dan perekat persatuan bukan alat politik identitas", urai Alfanny yang saat ini juga dipercaya sebagai Wakil Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta.

Webinar Sejarah yang diselenggarakan LKPS dan Forum Alumni PMII UI ini dan dimoderatori periset sejarah LKPS Yunadi Ramlan bertujuan merespon kontroversi di masyarakat seputar hilangnya KH Hasyim Asy'ari dari entri Kamus Sejarah Indonesia.

Ketua LKPS Hurry Junisar mengatakan bahwa panitia akan menyampaikan hasil diskusi kepada Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid yang menjadi pengarah buku KSI tersebut.

"Kami berharap segala wacana dan pendapat dalam diskusi ini bisa ditindaklanjuti oleh Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid untuk menjadikan edisi revisi Kamus Sejarah Indonesia lebih baik dan tidak memancing polemik di masyarakat", papar Hurry menutup pembicaraan.

KOMENTAR