Peta Pilkada Pasca H. Yance

Oleh. : Adlan Daie
Analis politik elektoral Indramayu.
Jakarta, INAKO
Dengan kesadaran penuh menghormati suasana berkabung atas meninggalnya H. Yance (Ahad, 16 agustus 2020), tulisan ini sedikit hendak merespons pandangan terlalu dini dan kesimpulan melompat sejumlah pihak di media sosial seolah olah pasca meninggalnya H. Yance, tokoh politik paling penting bagi kejayaan partai Golkar selama kurun waktu 20 tahun terakhir, akan mudah dikalahkan dalam kontestasi pilkada 2020 tanpa menimbang supporting konstruksi peta koalisinya, magnit ketokohannya dan reposisi taktis partai Golkar sendiri di tengah turbulensi politiknya.
BACA JUGA:
Mengenang Legacy Politik H. Yance
Memang, dalam satu tahun terakhir partai Golkar beruntun di dera "musibah" mulai dari OTT KPK, konflik internal hingga meninggalnya tokoh kuncinya, yakni H. Yance. Partai Golkar jelas akan mengalami penurunan performa elektoralnya. Akan tetapi kematangannya mereposisi diri dalam situasi kritis sebagaimana digambarkan dalam buku "The Golkar Way: Di tengah Turbulensi Politik" tak dapat diabaikan selain memiliki sumber daya politik baik logistik, jaringan politik yang mapan dan stok figur politik dengan keunggulan daya saing secara elektoral sangat memadai dan kompetitif.
BACA JUGA:
Kementerian PUPR Salurkan Bantuan PSU Sebanyak 11.514 Rumah Subsidi di 2020
Itulah sebabnya membaca partai Golkar pasca H. Yance tidak sederhana dan simplistis kecuali para pengigau tanpa alat ukur dimensi variabel politik lainnya dan basis data survey untuk mendeteksi kemungkinan peluang dengan opsi koalisi partai dan injeksi kekuatan figur ketokohannya. Di sinilah pentingnya telaah mendalam variabel data politik dan ruang kemungkinannya sebagai berikut:
Pertama, dari sisi update data survey baik yang dirilis lembaga survey diduga terkoneksi dengan figur tertentu partai Golkar maupun data survey yang dilakukan PKB dan PDIP secara elektoral Daniel Muttaqien Syafiudin (DMS) dan Taufik Hidayat, dua figur penting partai Golkar saat ini konsisten di puncak elektoral tertinggi, jauh di atas figur figur lain non partai Golkar. Data survey di atas penring dibaca agar koalisi perubahan tidak terjebak pada "politik baper", mengigau terlalu dalam dan tenggelam dalam klaim ego kebesarannya sendiri sendiri.
Kedua, data survey dengan keunggulan elektoral DMS dan Taufik Hidayat secara konsisten di atas sekaligus menjelaskan bahwa kedua figur politik partai Golkar tersebut meskipun terkoneksi secara politik dengan figur H. Yance akan tetapi modalitas elektoralnya secara personal adalah bukti independensi magnit elektoralnya di ruang publik. Sebaliknya figur figur non partai Golkar dengan klaim kebesarannya sendiri terbantahkan oleh data data survey. Dengan kata lain, Posisi elektoralnya jauh dibawah trend elektoral kedua figur partai Golkar di atas.
Ketiga, berbasis data elektoral di atas dalam perspektif penulis, siapa pun paket pasangan yang diusung partai Golkar dari kedua figur di atas, termasuk kemungkinan H. Saefudin, koalisi perubahan hanya memiliki opsi peluang menang dalam kontestasi pilkada 2020 manakala basis koalisi perubahan mampu meletakkan koalisi dasarnya pada titik temu koalisi PKB dan PDIP, dua partai berbasis massa ideologis kuat dengan menghadirkan paket pasangan kekuatan figur bermagnit tinggi dan subsidi power politik dari varian koalisi tambahan untuk memperkuat basis koalisinya.
Pesan yang hendak disampaikan dalam tulisan singkat ini adalah bahwa betapa pun partai Golkar kehilangan tokoh sentral politiknya, yakni H. Yance, sekali lagi, dalam perspektif penulis koalisi perubahan sulit memenangkan kontestasi pilkada 2020 jika syarat syarat koalisi dan kehadiran paket pasangan bermagnit tidak terpenuhi. Inilah tantangan koalisi perubahan di sisa waktu yang sempit meskipun basis data survey tersebut bersifat dinamis tentu lebih valid dibanding sekedar cara mengingau dengan klaim klaim kebesarannya sendiri sendiri. Hanya dituntun nafsu politik tidak berbasis data, branding isu dan jaringan politik miskin logistik.
Di luar kemungkinan di atas tentu pengandaian kemungkinan lain misalnya di tengah problem problem politik yang melilitnya partai Golkar membuka ruang opsi koalisi dengan partai lain dengan kombinasi paket pasangannya atau opsi opsi politik lainnya. Karena politik rumus dasarnya memang "The Art Off The Possible", seni mengelola kemungkinan selalu bersifat dinamis. Nilai dasar politiknya yang tidak boleh berubah bahwa politik "li hifdid din wa syiasatu ad dun ya", politik selamanya harus dalam konteks manfaat memelihara agama dan memakmurkan tata kelola kehidupan duniawi publik.
Selamat berjuang dan taat aturan.
TAG#ADLAN DAIE
190215486

KOMENTAR