Prabowo Mau Lanjutkan Swasembada Pangan Masa Orde Baru?

Jakarta, Inako
Titiek Soeharto mengungkit masa Orde Baru (Orba) yang pernah swasembada pangan. Keberhasilan swasembada itu sampai mendapat penghargaan internasional.
Pencapaian dan keberhasilan Orba di bawah kepemimpinan Soeharto disebut akan kembali tercapai jika Prabowo Subianto terpilih menjadi presiden.
Memangnya seperti apa sih swasembada di masa Orba? Apa manfaatnya? Apa bisa diterapkan di era saat ini? Berikut penjelasannya.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati, memaparkan berbagai kebijakan ekonomi di era Orba, mulai dari kebijakan pangan, fiskal, makro ekonomi, hingga kemiskinan.
Pertama kebijakan di sektor pangan, Enny mengatakan pemerintah kala itu menempatkan petani sebagai subjek. Oleh karena itu, berbagai kebijakan dibuat secara optimal untuk menopang kegiatan pertanian, termasuk dari sisi pembiayaan buat petani.
"Pertama membangun kelembagaan pertanian. Dulu di desa-desa ada pembiayaan Kupedes, jadi kredit pedesaan dan ada Simpedes, Kupedes, dan lain-lain," katanya Enny, Minggu (18/11/2018).
Di samping itu, infrastruktur pertanian di era Orba juga digenjot untuk mendukung ketahanan pangan.
Tak hanya dari sisi infrastruktur, pemerintahan di era Orba juga membangun kelembagaan berupa penyuluhan di bidang pertanian. Fungsinya adalah memberi pendampingan buat petani yang butuh pemahaman lebih. Kala itu Bulog juga berperan untuk menyerap gabah milik petani, sekaligus sebagai penyangga stok pangan nasional.
"Dulu pemerintah kan membentuk Bulog sebagai buffer stock, fungsinya sekaligus untuk penyangga stok nasional. Dan fungsinya dua, bawah dan atas, bawah itu kalau petani dalam panen itu harganya mau jatuh Bulog hadir menyerap gabah petani," paparnya.’’
Enny menambahkan, ada beberapa capaian positif dari swasembada pangan. Oleh karenanya pemerintah kala itu berkomitmen untuk swasembada pangan.
"Kebijakan pangan dulu, Orde Baru kan dulu ininya memang membangun pedesaan. Jadi dengan swasembada pangan. Tapi yang dilakukan walaupun nanti dalam prakteknya tetap ada kritik, tapi komitmen untuk melakukan pembangunan pertanian memang riil," katanya.
Dari komitmen yang ada, menurutnya harga pokok penjualan (HPP) dari produk pertanian, serta harga eceran tertinggi (HET) produk pertanian bisa berjalan dengan baik. Dengan kata lain harga-harga stabil.
"Ada HPP dan HET memang efektif stabilkan harga. Kalau belajar dari tadi variabel yang terkait swasembada pangan itu terintegrasi, nggak parsial, saling mendukung," ujarnya.
Produktivitas petani juga relatif tinggi karena ditunjang berbagai program yang saling mendukung, mulai dari penyedia pupuk, infrastruktur pertanian. Selain itu ada lembaga penyuluh pertanian yang tujuannya untuk membantu petani.
"Makanya kita pernah swasembada pangan, dan harga bahan kebutuhan pokok terutama 7 bahan pokok selalu stabil, inflasi terkendali, dan sebagainya," tambahnya.
Enny mengatakan di balik sisi negatif Orde Baru, ada kebijakan-kebijakan positif yang bisa diterapkan di zaman sekarang, termasuk swasembada pangan. Tentunya, itu disesuaikan dengan kondisi saat ini.
"Jadi di luar banyaknya keburukan Orde Baru sehingga ditumbangkan pada 1997-1998, sebenarnya banyak yang positif kebijakannya. Sekarang gimana itu direplikasi ulang dengan era digital dan milenial sekarang. Jadi justru harusnya lebih memudahkan diterapkan," tegasnya.
Jadi pertanyaannya bukan bisa atau tidak itu diterapkan melainkan mau atau tidak. Menurut dia keberhasilan yang dulu pernah tercapai tentu bisa diterapkan saat ini.
Dia juga mengatakan, negara lain pun ada yang mengadopsi kebijakan di era Orba. "Bukan masalah relevan. Negara negara lain yang sekarang melampaui ekonomi Indonesia, seperti Vietnam, Thailand itu kebijakannya mengadopsi kebijakan Indonesia," tambahnya.
TAG#Pilpres 2019, #Orde Baru, #Swasembada Pangan, #Beras, #Prabowo Subianto
190234173
KOMENTAR