Prediksi Saham yang Berpotensi Raup Cuan Saat Dolar AS Menguat

Sifi Masdi

Tuesday, 30-09-2025 | 09:34 am

MDN
Ilustrasi pergerakan saham [ist]

 


Jakarta, Inakoran

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kerap menjadi faktor penentu arah pasar saham. Depresiasi rupiah umumnya membawa sentimen positif bagi emiten berbasis komoditas ekspor, namun sebaliknya bisa menjadi tekanan bagi sektor konsumsi yang masih bergantung pada impor bahan baku.

 

Mengutip data Bloomberg pada Senin (29/9/2025) pukul 15.00 WIB, rupiah ditutup menguat 0,35% ke level Rp16.680 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS justru melemah 0,27% ke 97,89.

 

Menurut David Kurniawan, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), kondisi depresiasi rupiah membuka peluang bagi sejumlah emiten untuk meraup keuntungan karena pendapatan mereka dalam dolar AS bernilai lebih tinggi saat dikonversi ke rupiah.

 

Sejumlah saham  saham yang berpotensi meraup cuan antara lain: menadah berkah antara lain: (1) Sektor batu bara: PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG). (2) Sektor nikel: PT Vale Indonesia Tbk. (INCO), PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). (3) Sektor perkebunan CPO: PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI), PT PP London Sumatra Indonesia Tbk. (LSIP).

 

Selain komoditas, emiten tekstil dan manufaktur berorientasi ekspor juga berpotensi mencetak keuntungan. Contohnya, PT Pan Brothers Tbk. (PBRX) yang bisa lebih kompetitif jika bahan baku yang digunakan berasal dari lokal.

 


BACA JUGA:

IHSG Dibuka Menguat: Saham BBCA dan BRPT Jadi Pendorong

PT Folago Global Nusantara Tbk. (IRSX) Bidik Film Layar Lebar

Harga Emas Antam Naik Rp4.000 Per Gram: Jumat (26/9/2025)


 

Tidak hanya itu, sektor digital dan telekomunikasi juga bisa diuntungkan, terutama bagi emiten dengan eksposur global seperti PT Solusi Sinergi Digital Tbk. (WIFI) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk. (EMTK).

 

Di sisi lain, pelemahan rupiah bisa menjadi beban bagi emiten dengan ketergantungan tinggi pada bahan baku impor. David menyoroti beberapa sektor yang rentan tertekan, antara lain: PT Kalbe Farma Tbk. (KLBF); PT Astra International Tbk. (ASII), PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS); Kimia berbasis impor: PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. (TPIA). Emiten-emiten ini berisiko mengalami tekanan margin karena biaya impor meningkat seiring melemahnya rupiah.

 

Meski depresiasi rupiah bisa menguntungkan bagi eksportir, dari sisi aliran modal asing kondisinya berbeda. Investor global cenderung lebih berhati-hati karena risiko meningkat ketika rupiah melemah.

 

“Potensi capital outflow bisa deras kalau pelemahan rupiah dianggap berlanjut dan tidak terkendali. Namun, jika Bank Indonesia aktif menjaga stabilitas dengan intervensi cadangan devisa serta kebijakan suku bunga, aliran modal bisa lebih terkendali,” jelas David.

 

Dalam situasi ini, saham berbasis ekspor justru bisa menjadi bantalan sentimen negatif dan berperan sebagai safe haven bagi investor asing.

 

Berdasarkan analisis tersebut, David merekomendasikan sejumlah saham yang layak dikoleksi di tengah tren depresiasi rupiah dan penguatan dolar AS, yakni: ADRO, ITMG, PTBA, INCO, ANTM, AALI, LSIP, TLKM, dan WIFI.

Sebaliknya, saham yang sebaiknya dihindari untuk sementara adalah emiten berbasis impor seperti ASII, IMAS, KLBF, dan TPIA.

 

Disclaimer:

Perlu diingat bahwa investasi di pasar saham selalu melibatkan risiko. Oleh karena itu, selalu lakukan penelitian Anda sendiri dan konsultasikan dengan penasihat keuangan profesional sebelum membuat keputusan investasi.

 

 

 

KOMENTAR