Ritus Poka Sawar Limbang Sama Merdekakan Masa Depan Anak Matim (Bagian 2)

Oleh Rony (Bagian 2)
Borong ,Inakoran.com
Sebuah ritus yang sudah dibangun sejak tahun 1970-an sudah menyelamatkan masa depan anak-anak Desa Lembur, Kecamatan Kota Komba Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Ritus yang dimodernisasikan pada awalnya bertujuan gotong royong bersama untuk bekerja kebun atau membangun rumah kini menjadi ritus kumpul dana dalam rangka membantu proses biaya pendidikan anak hingga bangku kuliah,dengan ritus ini keluarga yang berasal dari kelas ekonomi lemah juga bisa mengenyam pendidikan hingga bangku kuliah”
baca:
Ritus Poka Sawar Limbang Sama Merdekakan Masa Depan Anak Matim (Bagian 1)
Budaya ini tidak hanya dipraktekkan di Lembur tetapi juga diadakan di kampung lain yang ada di kabupaten Manggarai Timur. Perbedaanya adalah istilah dari ritus itu sendiri namun tujuan dan maksudnya sama yaitu mengumpulkan dana untuk biaya pendidikan anak-anak.
Alasan tradisi ini dibuat jelas Darius, karena di awal tahuan 1970-an warga Lembur mengalami kesulitan dalam hal ekonomi lebih khusus dalam membiayai pendidikan anak yang berada di bangku kuliah.
“Karena alasan ekonomi yang sulit untuk membiayai kuliah sehingga ritus ini dipakai dengan tujuan kumpul dana untuk membiyai pendidikan anak,” kata Darius.
BACA:
116.366 Jumlah Kematian Covid di Indonesia Hingga 14 Agustus
Terkait pelopor ritus ini dirinya menjelaskan bahwa pelopornya adalah nenek moyang warga lembur sendiri dimana istilah ini sudah dibangun sejak adanya desa lembur ratusan tahun lalu hingga pada tahun 1970-an dimodernisasikan untuk kumpul dana bersama dalam membantu proses perkuliahan anak-anak warga Lembur.
Dikatanya, banyak pengalaman warga yang pernah melakukan ritus ini dimana cara mengundang warga kampung dilakukan dengan surat undangan yang mana dalam isi surat undanganya tetera kalimat besar
“Poka Sawar Limbang Sama,Poka Soet Limbang Oken” tetapi cara memakai undangan pada saat ini sudah tidak dipakai lagi karena beberapa alasan yakni pertama ada beberapa undangan yang tidak sampai tempat tujuan, kedua penulisan nama salah kadang juga orang tersinggung dan pada akhirnya tidak hadir.
Dia menjelaskan warga sekarang lebih menggunakan cara rekadu atau Taeng Ata karena lebih sopan dan warga yang diundang sangat dihargai dan sudah pasti akan hadir dalam ritus tersebut.
Dia mengatakan tradisi ini hidup karena karena alasan persatuan keluarga besar dan menjaga kelestarian dari ritus ini agar tetap dipertahankan bagi generasi penerus warga Desa Lembur, selain itu ritus ini sudah membawa berkah bagi anak-anak Lembur dimana pelan-pelan perubahan ekonomi terjadi pada setiap Kepala Keluarga (KK).
Kalau sebelumnya ada KK yang hanya berharap pada hasil perTanian, sekarang mereka sudah terbantu oleh anak-anak mereka yang mempunyai nasib baik atau sukses setelah tamat kuliah.
“Ada yang jadi guru, pejabat, pastor, perawat, pengusaha maupun profesi lainya dan mereka juga pelan-pelan membantu kehidupan ekonomi orang tua mereka,” katanya. (Bersambung)
TAG#BUDAYA MANGGARAI, #BUDAYA NTT, #KOMODO, #MANGGARAI TIMUR, #MANGGARAI BARAT, #MANGGARAI, #BUDAYA, #BUDAYA INDONESIA, #BUDAYA JAWA, #BUDAYA BALI, #BALI, #COVID19
190232181

KOMENTAR