Sektor Tekstil Butuh Tambahan Impor Kapas Dari AS

Jakarta, Inako
Pertemuan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dengan dengan Menteri Perdagangan AS Wilbur Ross seperti yang dilaporkan Sabtu, (28/7) terdapat respon positif. Dalam pertemuan itu ada sinyal Kementerian Perdagangan AS bersedia memberi dukungan penuh agar Indonesia tetap menjadi negara penerima fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).
Generalized System of Preferences (GSP) adalah sebuah produk hukum yang dikeluarkan pemerintah Amerika untuk mengurangi hambatan tarif terhadap pemasok barang dari negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Sekedar contoh, yang dilakukan Presiden Trump saat ini dengan China misalnya menambah tarif adalah sebaliknya dari beleid Generalized System of Preferences (GSP).
Program ini, diperkenalkan di 1976, bertujuan untuk mendukung negara-negara berkembang dengan mengurangi beacukai dan pajak impor untuk hampir 5.000 produk dari 123 negara. Indonesia sebagai penerima keuntungan terbesar ke-4 dari program GSP setelah India, Thailand dan Brazil.
Meskipun begitu, pada 31 Juli 2013, program GSP berakhir dan tidak diperpanjang masa berlakukanya. Membutuhkan sebuah proses politik yang panjang di Kongres AS sebelum Presiden Obama akhirnya menandatangani peraturan hukum baru yang menyatakan bahwa program GSP AS ditetapkan untuk mulai berlaku lagi pada 29 Juli 2015 dan berlaku sampai 31 Desember 2017.
Dalam kunjungan Menteri Enggar, RI dan AS sepakat merajut peta jalan untuk meningkatkan nilai perdagangan kedua negara menjadi US$50 miliar pada 2020, dua kali lipat dari pencapaian tahun lalu senilai US$25,9 miliar.
Saat bersamaan pengusaha tekstil dan produk dari tekstil (TPT) Indonesia menandatangani nota kesepahaman impor kapas lebih banyak dengan pemasok Amerika Serikat (AS).
Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia, menuturkan kesepahaman diperoleh dengan beberapa pemasok kapas besar seperti Louis Dreyfus, Cargill dan Toyo Cotton. Saat ini, Indonesia merupakan importir kapas AS keempat terbesar di dunia.
"Dengan kesepahaman ini maka kami bisa menggunakan kapas Amerika lebih banyak yang pada gilirannya industri TPT Indonesia berharap dapat digunakan menjadi lebih banyak produksi ekspor ke AS," jelas Ade akhir pekan lalu.
Selain dengan produsen kapas, Ade menyatakan pihaknya juga mendapat dukungan dari Kementerian Perdagangan dan KBRI di Washington dengan membuka pertemuan dengan Asosiasi Apparel dan Footwear AS. Setelah pertemuan awal ini akan dilakukan pertemuan lanjutan untuk menjembatani perdagangan antara industri TPT Indonesia dengan para pembeli khususnya merek-merek terkenal dari AS.
Berdasarkan data BPS, impor oleh industri TPT didominasi untuk bahan baku. Produk yang banyak masuk yakni produk kain (fabrics). Jenis kain ini dibutuhkan industri pakaian jadi yang diolah memenuhi kebutuhan dalam negeri ataupun untuk dieskpor kembali.
KOMENTAR