Tailing Rusak Lingkungan, Tokoh Masyarakat Amungme Minta Pertanggungjawaban Freeport

Binsar

Thursday, 02-08-2018 | 05:44 am

MDN
Ilustrasi Limbah Tailing [ist]

Timika, Inako – 

Masyarakat Amungme di Kabupaten Mimika, Papua, meminta PT Freeport Indonesia bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan, akibat aktivitas pertambagan yang dilakukan perusahaan itu selama 50 tahun, mulai dari Pegunungan Tembaga Pura hingga dataran rendah Mimika.

Terkait itu, tokoh masyarakat Amungme, Yosep Yopi Kilangin, meminta Pemerintah memberi perhatian serius terhadap persoalan lingkungan yang sudah sangat rusak dan membahayakan masa depan generasi Suku Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan pemerintah mempermasalahkan pembuangan limbah PT Freeport Indonesia dan dampaknya kepada lingkungan. 

"Kerusakan lingkungan itu sebagai dampak langsung dari kegiatan pertambangannya selama lebih dari 50 tahun. Pemerintah agar memberi perhatian serius terhadap persoalan lingkungan yang sudah sangat rusak dan membahayakan masa depan generasi Suku Amungme dan Kamoro di Kabupaten Mimika," kata Yopi, di Timika, Rabu.

Menurut Yopi, dampak limbah tailing yang paling jelas adalah terjadinya pendangkalan alur sungai-sungai bahkan hingga ke wilayah pantai Mimika Timur.

Kondisi itu mengakibatkan masyarakat semakin sulit melintas dengan perahu baik untuk bepergian ke kampung-kampung mereka maupun untuk mencari ikan dan habitat sungai lainnya guna menopang kehidupan mereka.

"Sekarang ini masyarakat susah sekali untuk menyeberang di sungai-sungai itu, seperti di Pasir Hitam yang merupakan jalur utama perhubungan masyarakat ke Timika dari Agimuga, Jita, Manasari, Otakwa dan lainnya. Sungai sudah tidak bisa dilintasi oleh perahu masyarakat karena tumpukan pasir tailing yang semakin tinggi. Kami tidak tahu lagi habitat atau ekosistem yang ada di situ. Yang pasti, dampak tailing ini sangat merusak kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pesisir yang menggantungkan hidup di sungai-sungai itu," kata Yopi, putra almarhum Mozes Kilangin, salah satu tokoh yang menandatangani `Januari Agreement` 1972.

Yopi menuntut pihak Freeport harus memberikan jaminan dan kepastian bahwa alam Mimika yang telah rusak parah itu kelak masih bisa memberi kehidupan kepada masyarakat setempat yang sudah turun-temurun tinggal dan hidup bergantung pada alam.

"Jaminan itu yang kami minta dari Freeport, bukan hanya sekarang ini tapi untuk seterusnya dan bukan sekedar membuat propaganda-propaganda, tapi benar-benar untuk kelangsungan hidup generasi Amungme-Kamoro di masa depan," tuturnya.
 

KOMENTAR