Tewasnya Bripda IDF: Polri Harus Mengusut Peristiwa Secara Transparan dan Akuntabel Serta Mengevaluasi Penggunaan Senjata Api

JAKARTA, INAKORAN
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyoroti kasus tewasnya Brigadir Polisi Dua Ignatius Dwi Frisco Sirage (Bripda IDF). Bripda IDF tewas tertembak di Rusun Polri, Cikeas Kabupaten Bogor pada hari Minggu 23 Juli 2023. Bripda IDF tewas tertembak dengan luka tembak yang disebut mengenai leher dan menembus telinga Bripda IDF., demikian rilis KONTRAS YANG diterima Inakoran.com Selasa (8/8/23)
Berdasarkan keterangan dari Karo Penmas Mabes Polri dan Juru Bicara Densus 88 Polri, Bripda IDF tewas akibat kelalaian dua orang seniornya yakni Bripda IMS yang secara tidak sengaja menembak Bripda IDF dan Bripka IG yang disebut sebagai pemilik senjata. Kedua tersangka kini telah ditangkap dan menjalani penahanan.
KontraS memberikan beberapa catatan mengenai kasus tewasnya Bripda IDF tersebut:
Pertama, kronologis serta penyebab tertembaknya Bripda IDF belum jelas hingga kini. Perlu ada proses penyelidikan dan penyidikan yang transparan dari Polri untuk mengungkap kasus ini.
Kedua, peristiwa tembak-menembak yang menewaskan anggota Polri bukan yang pertama kalinya terjadi Kasus tewasnya Bripda IDF ini memiliki pola serupa dengan penembakan terhadap Brigadir J. Selain kasus tewasnya Brigadir J, berdasarkan pemantauan KontraS sepanjang Juli 2022-Juni 2023 telah terjadi 29 Peristiwa extrajudicial killing atau pembunuhan di luar hukum yang melibatkan anggota Polri.
Kasus tewasnya Bripda IDF merupakan bukti bahwa extrajudicial killing masih terus terjadi hingga kini dan bahkan menelan korban dari institusi Polri itu sendiri.
Ketiga, tewasnya Bripda IDF tidak dapat dilepaskan dari kesewenang-wenangan penggunaan senjata api oleh karena itu Polri harus mengevaluasi penggunaan senjata oleh anggotanya dan tidak perlu ragu untuk memberikan sanksi yang tegas kepada pelaku penggunaan senjata api secara sewenang-wenang sesuai dengan mekanisme etik dan aturan hukum yang berlaku.
Koordinator KontraS menyatakan bahwa “Peristiwa ini juga merupakan bukti belum efektifnya implementasi peraturan internal yakni Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Senjata dalam Penggunaan Kekuatan, kasus tewasnya Bripda IDF harus dibuka secara transparan dan akuntabel dengan menggunakan proses hukum pidana yang berlaku agar memenuhi keadilan bagi korban dan jangan hanya berakhir pada penghukuman etik/sanksi etik.”
Selengkapnya pada: https://kontras.org/2023/07/28/tewasnya-bripda-idf-polri-harus-mengusut-peristiwa-secara-transparan-dan-akuntabel-serta-mengevaluasi-penggunaan-senjata-api/
KOMENTAR