Tokoh Agama Nilai Kecenderungan Polarisasi Dalam Masyarakat Jelang Pilpres 2019 Mengkhawatirkan

Sifi Masdi

Saturday, 23-03-2019 | 23:46 pm

MDN
Sekjen ICRP Rm Johannes Hariyanto (tengah) membaca pernyataan sikap para tokoh agama/kepercayan di Gedung Museum Kebangkitan Nasional RI, Jakarta, Sabtu (23/3/2019) [inakoran.com]

Jakarta, Inako

Cuaca politik di tanah air tahun 2019  dipenuhi oleh gejolak, ketegangan dan polarisasi yang panas. Hal ini lumrah karena di tahun ini Indonesia akan menyongsong pemilihan umum serentak yang mencakup lima pemilihan, yakni pemilihan anggota DPR RI. DPD RI, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, serta pemilihan Presiden dan Wakil  Presiden. Tetapi pertarungan dalam proses politik tersebut sangat keras dan menimbulkan polarisasi dalam masyarakat luas.

Hal ini diungkapkan oleh Sekjen ICRP Romo Johannes Hariyanto SJ yang membaca pernyataan sikap bersama dari para tokoh agama dan penghayat kepercayaan,  di Gedung Museum Kebangkitan Nasional RI, Jakarta, Sabtu (23/3/2019). Tokoh agama yang hadir mewakili Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan Penghayat Kepercayaan.

Para perserta  yang mengikuti dialog Meneguhkan Kembali Pancasila di  Jakarta, Sabtu (23/3/2019) [inakoran.com]

 

Dalam pernyataan sikap itu ditegaskan bahwa apa yang dipertaruhkan dalam pemilu serentak itu bukan hanya soal siapa yang terpilih dan akan menduduki jabatan apa, melainkan kedewasaan masyarakat dalam berdemokrasi.

“Jika kita dapat melalui proses pemilihan serentak itu dengan damai, jujur, adil dan santun, maka itu akan menjadi tonggak sejarah penting bagi masa depan Indonesia yang lebih baik. Namun jika sebaliknya yang terjadi, maka bukan tidak mungkin proses pemilihan serentak itu akan memporak-porandakan tatanan kehidupan bersama kita sebagai umat beragama, bangsa dan negara,” demikian bunyi salah satu pernyataan  sikap tersebut.

Menurut para tokoh agama, jika diamati dengan jernih, kecenderungan polarisasi dalam masyarakat akhir-akhir ini  sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan. Polarisasi itu telah memecah belah bukan saja antar-golongan dan antar-agama dalam masyarakat luas, tetapi sudah mempengaruhi hubungan kekerabatan dalam keluarga yang terpecah hanya karena berbeda pilihan politik.

Tidak hanya itu, polirisasi itu bahkan terasa lebih keras dan destruktif di dalam umat agama yang sama. Polarisasi ini makin diperburuk karena ruang-ruang sosial  dipenuhi oleh aneka pelintiran kebencian (hate spin), berita bohong (hoax), maupun kampanye hitam (black campaign) yang terstruktur dan massif sebagai dampak dari kultur digital yang baru.

Bertitik dari masalah tersebut, maka para tokoh agama/kepercayaan yang difasilitasi oleh ICRP (Indonesian Conference on Religion and Peace) berkomitmen untuk berbagi keprihatinan dan percikan pemikiran untuk “Meneguhkan Kembali Pancasila” lewat percakapan yang berlangsung santai, jujur, dan dari hati ke hati. 

Oleh karena itu mereka sepakat untuk membangun kerangka dasar bersama (common platform) guna meneguhkan Pancasila sebagai landasan dan etika publik di dalam mengelola kebhinnekaan yang menjadi ciri utama masyarakat multikultural lewat percakapan yang berlangsung santai, jujur, dan dari hati ke hati.

Simak juga video Suluh Kebangsaan bersama Ibu Hj Sinta Nuriah Wahid, jangan lupa "klik Subscribe" agar selalu terhubung dengan info menarik lainnya dari InaTV.

KOMENTAR