Untuk Kepentingan Umum Polri Dapat Bertindak Berdasarkan Penilaian Sendiri demikian Kata Undang-Undang

Hila Bame

Tuesday, 08-12-2020 | 19:48 pm

MDN
Petrus Selestinus S.H (Kiri) Boy Rafli Amar, Kepala BNPT (kanan) Foto Inakoran.com

Oleh : Petrus Selestinus, S.H.

 

Jakarta, INAKORAN

 

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Fadil Imran dalam konferensi pers hari ini, Senin, tanggal 7 Desember 2020, mengungkap adanya penyerangan anggota Polri yang sedang melaksanakan tugas penyelidikan terkait informasi adanya pengerahan masa FPI mengawal pemeriksaan Mohammad Rizieq Shihab (MRS) tanggal 7 Desember 2020 di Polda Metro Jaya.

 

BACA: 

Filipina Terima $ 29 Juta Peralatan Militer Dari AS Untuk Meningkatkan Pertahanan

Dalam peristiwa penyerangan yang terjadi pukul 00.30 WIB di Jalan Tol Jakarta - Cikampek itu, Polisi telah melakukan tindakan tegas, tepat dan terukur dengan tertembaknya 6 dari 10 orang yang diduga sebagai anggota FPI pengikut MRS meninggal dunia, saat terjadi saling serang di Jln. Tol Jakarta-Cikampek, Km 50.

 

Peristiwa penyerangan terhadap Petugas Kepolisian Polda Metro Jaya, dengan tertembaknya 6 anggota FPI, mendadak viral di medsos dan berkembang dalam dua versi yang berbeda bahkan bertolak belakang antara penjelasan versi Polda Metro Jaya dan versi FPI.

 

Oleh karena itu publik harus benar-benar rational dalam memahami konteks permasalahan sebagaimana penjelasan resmi Kapolda Metro Jaya, publik juga harus memahami dengan saksama kondisi obyektif akhir-akhir ini dimana MRS dan kelompoknya sering resisten terhadap Penegakan Hukum dan sudah mengarah kepada terjadinya polarisasi antar masa kelompok FPI dan kelompok masyarakat yang mendukung penuh tugas Polri.

NEGARA HARUS TEGAKAN HUKUM NASIONAL.

MRS dan FPI seakan akan memiliki dan berada pada dunia lain atau dunianya sendiri dengan hukumnya sendiri, sehingga tindakan apapun yang dilakukan oleh Negara atas nama Hukum Negara, oleh HRS dan kelompoknya selalu dihadapi dengan resisten sampai pada tingkat mengancam keselamatan jiwa aparat Kepolisian yang sedang bertugas sebagaimana dalam kejadian tanggal 7 Desember 2020 dini hari di Tol Jakarta-Cikampek.

 

Terhadap peristiwa penyerangan dimana Polisi kemudian melakukan tindakan tegas, dan terukur dengan tertembak mati 6 dari 10 orang pengikut MRS, telah muncul penilaian pro dan kontra di kalangan masyarakat, ada sebagian yang menilai Polri sebagai melakukan pelanggaran HAM dan sebagian mayoritas masyarakat mendukung penuh tindakan tegas Polri terhadap MRS dan FPI yang dinilai membangkang tugas Polri menegakan hukum.

 

Pandangan masyarakat yang mendukung  tugas Penegakan Hukum termasuk tindakan membela diri aparat Polri saat terjadi penyerangan di Km. 50 Tol Jakarta- Cikampek meski membawa korban 6 anggota FPI tertembak mati, namun tindakan itu didasarkan pada argumentasi hukum berupa "pembelaan diri secara absolut (overmacht)" menurut pasal 48 KUHP dan "demi kepentingan umum" berdarkan pasal 18 UU No. 2 Tahun 2002, Tentang Kepolisian Negara RI.

 

Dengan demikian Polri tidak perlu ragu apalagi disalahkan disertai ancaman pihak-pihak tertentu yang hendak membawa kasus ini atas nama dan dengan dalil Pelanggaran HAM Berat.

Tindakan tegas Polri dalam bentuk apapun di lapangan memiliki landasan hukum yang kuat, karena Hukum hanya memberi wewenang penuh kepada Anggota Polri termasuk "wewenang diskresi" untuk menentukan sendiri apa yang harus dilakukan berdasarkan penilaiannya sendiri pada saat di TKP.

(PETRUS SELESTINUS, KETUA TIM TASK FORCE FORUM ADVOKAT PENGAWAL PANCASILA/FAPP & ADVOKAT PERADI)

TAG#PETRUS SELESTINUS

198730869

KOMENTAR