Belajar dari Kasus Pencemaran Udara di Marunda

Timoteus Duang

Monday, 04-04-2022 | 21:18 pm

MDN
Azas Tigor Nainggolan

 

Oleh: Azas Tigor Nainggolan (Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA))

 Jakarta, Inako

Bulan Maret 2022 ini viral berita tentang kasus pencemaran udara akibat operasional bongkar muat batu bara di pelabuhan di daerah Marunda, Jakarta Utara. Pencemaran tersebut khususnya dikeluhkan oleh warga yang tinggal di Rumah Susun (Rusunawa) Marunda.

Bahkan ada informasi bahwa pencemaran udara itu menyebabkan seorang anak rusak kornea matanya akibat pencemaran udara dari debu batu bara.  Kasus pencemaran udara ini membuat warga Rusunawa Marunda melakukan protes pada Pemprov Jakarta untuk mencabut izin usaha pelabuhan Karya Citra Nusantara (PT KCN) yang berada  di Kawasan Berikat Nusantara.

Cepat sekali sudah disimpulkan bahwa pencemaran udara yang diderita warga penghuni rusunawa Marunda diakibatkan operasional bongkar muat batu bara di pelabuhan KCN.

Informasinya cepat berkembang dan menyasar langsung pada satu pelabuhan milik PT KCN. Padahal di kawasan Marunda ada beroperasi 192 pelabuhan. Begitu pula setidaknya ada 8 pelabuhan lain yang beroperasi mirip dengan pelabuhan PT KCN yang melakukan bongkar muat pasir dan batu bara.

Warga Rusunawa Marunda menduga bahwa mereka menjadi korban pencemaran udara dari debu batu bara operasional Pelabuhan PT KCN.

 

Padahal jarak antara pelabuhan PTN KCN dan pelabuhan lainnya di Kawasan Berikat Nusantara ada sekitar lima kilometer. Berati perlu dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh pelabuhan atau usaha industri yang berada di radius lima kilometer dari rusunawa Marunda.

Selanjutnya diperlukan penanganan yang tepat, dan dilakukan secara komprehensif terhadap semua yang dianggap sebagai sumber pencemaran udara.  Warga informasinya melakukan pemeriksaan ke puskesmas setempat.

Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing dr. Dian Anggraini mengatakan, warga Rusunawa Marunda Jakarta Utara menjalani pemeriksaan kesehatan guna mengetahui kondisinya yang diduga imbas polusi debu batu bara.

Informasinya ada puluhan warga yang datang melakukan pemeriksaan untuk mendapatkan layanan kesehatan.

Dikatakan juga oleh Kepala Puskesmas Kecamatan Cilincing bahwa sebagian besar pasien mengeluhkan pegal-pegal pada badan, kesemutan, pusing, dan beberapa ada yang batuk pilek. Keluhan gatal juga ditemukan namun sebagian besar karena faktor alergi.

Selain itu, juga ditemukan adanya penyakit infeksi saluran pernafasan akut, penyakit kulit, iritasi mata, dan penyakit lainnya. Tentu diperlukan pemeriksaan lanjut memastikan, apakah semua keluhan sakit warga rusunawa itu karena dampak dari debu batu bara.

Dapat dikatakan bahwa memang ada udara tercemar akibat kegiatan usaha di kawasan Marunda. Sebagaimana data bahwa ada 192 pelabuhan di kawasan Kawasan Berikat Nusantara, Marunda.

Sementara yang melakukan kegiatan bongkar muat pasir atau bata bara yang disebut sebagai penyebab pencemaran udara ada 9 pelabuhan, bukan hanya pelabuhan PT KCN.  

Berdasarkan tuduhan pencemaran udara tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta menjatuhkan sanksi administrasi kepada PT KCN.

Walau demikian, warga di kawasan Rusunawa Marunda masih merasakan polusi debu batu bara meskipun Pemprov DKI Jakarta sudah memberikan sanksi administratif kepada Badan Usaha Pelabuhan PT KCN.

Pihak PT KCN sudah melakukan beberapa sanksi administrasi yang diberikan oleh Pemprov Jakarta. Tetapi menurut warga rusunawa Marunda sampai saat ini debunya juga masih ada.

"Saat menyapu di luar ataupun di dalam rumah, masih banyak debunya," cerita seorang warga rusunawa Marunda.

 

Polusi debu pasir atau debu batu bara memang memiliki potensi terhadap kualitas udara, kesehatan, kebersihan lingkungan, dan keselamatan masyarakat.

Pengalaman kasus pencemaran ini harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah, khususnya Pemprov Jakarta untuk membuat penanganan yang lebih baik dan komprehensif untuk mencegah pencemaran udara lebih lanjut dan menolong warga.

Disebutkan dalam penanganan pencemaran Pemprov Jakarta sudah menjatuhkan sanksi administrasi dan sudah dijalankan oleh pengelola Pelabuhan PT KCN. Tetapi hingga kini warga di kawasan Rusunawa Marunda masih merasakan polusi debu batu bara.

Jelas sekali bahwa kondisi pencemaran udara ini ada dan membuktikan bahwa penetapan pelabuhan PT KCN sebagai sumber pencemaran terlalu cepat. Penetapan PT KCN sebagai satu-satunya penyebab pencemaran udara di kawasan Marunda dilakukan tanpa pemeriksaan yang mendalam dan benar.

Sanksi sudah dijalankan oleh PT KCN tetapi masih terjadi pencemaran, berarti masih ada sumber pencemaran lainnya hingga sekarang. Artinya bisa jadi ada sumber pencemaran lain yang berasal dari pelabuhan lainnya di Kawasan Berikat Nusantara tersebut.

 

Nah untuk membuktikan itu memang Pemprov Jakarta harus segera melakukan pemeriksaan dan pembentukan strategi penanganan yang tepat serta komprehensif. Pemprov Jakarta seharusnya segera mengumpulkan semua badan usaha yang berada di kawasan Marunda dan dekat dengan kawasan pemukiman di rusunawa Marunda. 

Penanganan komprehensif ini harus dilakukan oleh Pemprov Jakarta dengan duduk bersama bersama seluruh badan usaha yang berada di Kawasan Berikat Nusantara. Diharapkan dihasilkan penanganan dan strategi yang tepat dan menyeluruh dalam pertemuan bersama tersebut. 

Agar usaha di Kawasan Berikat Nusantara dan Marunda bisa tetap beroperasi secara baik dan pencemaran bisa dikendalikan dan diselesaikan sehingga udara bersih bisa dirasakan oleh warga Jakarta.

Pengalaman kasus pencemaran udara di Marunda ini harus bisa menjadi pelajaran bagi Pemprov Jakarta mengelola wilayahnya secara baik dan mengelola pencemaran udara dengan maksimal untuk menolong warganya.

KOMENTAR