Bursa Saham Dunia Rontok Setelah Ekonomi Global Diprediksi Suram
Jakarta, Inako
Kekhawatiran tentang perlambatan ekonomi global memicu pasar saham Asia anjlok pada perdagangan Selasa (18/12/2018). Hal yang sama juga terjadi pada saham Wall Street yang merosot ke level terendah dalam lebih dari setahun.
Indeks MSCI terluas dari saham Asia Pasifik, tanpa Bursa Jepang, merosot 0,25% pada awal perdagangan sementara Nikkei Jepang anjlok 1,5%.
Pada hari Senin, indeks pengukur MSCI yang paling luas dari pasar saham dunia, ACWI, merosot ke level terlemahnya sejak Mei 2017, setelah terjun bebas 16% dari rekor tertingginya pada 29 Januari.
Di New York, S&P 500 turun 2,08% dan mencapai rekor terendah sejak Oktober 2017, karena menembus rekor terendah terakhir yang dicapai selama ramai aksi jual (sell-off) pada Februari lalu. S&P 500 kehilangan sekitar US$ 3,4 triliun nilai pasar sejak akhir September.
Nasdaq Composite anjlok 2,27%, di mana saham Amazon, salah satu saham berkinerja terbaik tahun ini, merosot 4,5%.
Peringatan profit dari ASOS, pengecer pakaian online Inggris yang sebelumnya melambung tinggi, mengejutkan para investor, mengirimkan saham diskresioner konsumen Amerika Serikat (AS) turun 2,8%.
"Pengecer AS telah menimbun barang-barang konsumsi dari China sebelum kenaikan tarif impor diberlakukan, sehingga menumpuk persediaan. Mulai sekarang biaya mereka terlihat akan naik tahun depan. Itu mungkin sudah diketahui semua orang tetapi itu menjadi kenyataan," kata Tatsushi Maeno, ahli strategi senior di Okasan Asset Management, seperti dilansir dari Reuters.
Selain itu, Indeks Asosiasi Pasar Perumahan Pembangun Rumah Nasional (National Association of Home Builders Housing Market Index) mengindikasikan sentimen pekerja rumah tangga AS jatuh ke titik terendah dalam tiga setengah tahun. Itu adalah bulan kedua dari pembacaan yang mengecewakan.
Data yang suram itu datang setelah mencuatnya berita pelemahan ekonomi di China dan Eropa akhir pekan lalu.
Imbal hasil obligasi tenor 10-tahun AS turun menjadi 2,857%, mendekati rekor terendah yang tercatat pada 10 Desember yaitu 2,825%, yang merupakan level terendah sejak akhir Agustus.
Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan suku bunga pada hari Rabu, yang akan menjadi kenaikan keempatnya tahun ini.
Tetapi sekarang banyak investor yang memperkirakan tanda-tanda gejolak ekonomi saat ini akan mendorong the Fed untuk mengeluarkan sinyal untuk memperlambat laju pengetatan tahun depan.
The Fed telah mengatakan pada bulan September bahwa pembuat kebijakannya memperkirakan akan ada tiga kenaikan suku bunga pada 2019 sementara pasar uang berjangka menetapkan akan ada kurang dari satu langkah tersebut.
Momok "kenaikan suku bunga dovish" membuat dolar terkendali.
Euro diperdagangkan flat di US$ 1,1348, setelah naik 0,40% pada hari Senin.
Dolar diperdagangkan di ¥ 112,83, sedikit berubah di Asia setelah pada hari Senin jatuh 0,49%, sementara offshore yuan China sedikit bergerak menjadi 6,8961 terhadap dolar.
Investor kini sedang menunggu pidato utama yang akan dibawakan oleh Presiden Xi Jinping pada pukul 10.00 pagi (02:00 GMT) untuk menandai 40 tahun reformasi pasar China.
China juga diperkirakan akan mengadakan Konferensi Kerja Ekonomi Pusat tahunan akhir pekan ini, di mana target pertumbuhan utama dan sasaran kebijakan untuk 2019 akan dibahas.
Sementara itu harga minyak memperpanjang penurunan akibat adanya tanda-tanda kelebihan pasokan di Amerika Serikat dan karena sentimen investor tetap di bawah tekanan atas kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi global dan permintaan bahan bakar.
TAG#Ekonomi Global, #Resesi, #Pasar Saham, #Bursa Asia, #Wall Street
188660149
KOMENTAR