Dukungan Komisi VIII RI Atas Permensos No 18 Tahun 2018
Jakarta, Inako
Menanggapi reaksi dari beberapa komponen masyarakat atas terbitnya Permensos No. 18 Tahun 2018
tentang Pengoptimalan Pelayanan bagi Penyandang Disabilitas demi masa depan mereka yang lebih baik.
Anggota Komisi VIII DPR RI, M Ali Taher mitra kerja Kemensos RI, memberi Dukungan Penuh atas Permensos No. 18 Tahun 2018 yang diterbitkan dengan tujuan memberikan wewenang kepada Direktorat Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI, agar lebih mengoptimalkan Pelayanan kepada Penyandang disabilitas demi masa depan mereka yang lebih baik, demikian rilis yang diterima Inakoran.com dari Direktorat Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial RI, Jumat (31/1/20).
M Ali Taher berpendapat bahwa; justru Penyandang Disabilitas pantas bersyukur dengan terbitnya Permensos Nomor 18 Tahun 2018.
Aturan ini, lanjut taher, merupakan jelmaan kepedulian negara di semua level dalam meniupkan energi keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Termasuk kepada penyandang disabilitas dalam hal pemberian layanan hingga komitmen melahirkan disabilitas berdaya, pungkas Taher.
Permensos Nomor 18 Tahun 2018 mensinergikan peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam melayani penyandang disabilitas.
Pembagian kewenangan tersebut bertujuan mewujudkan efektivitas agar tidak terjadi tumpang tindih. Sehingga kaum disabilitas dapat menerima manfaat atas layanan yang diberikan secara kontinyu dan berkesinambungan.
M Ali Taher, menggaris bawahi empat hal yang paling penting yaitu ada nya koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tentang berbagai aset milik kementerian serta merevitalisasi aset , bukan malah sebalik nya diambil alih oleh daerah yang pada waktu nya nanti menjadi tidak terurus dan Permensos no 18 tahun 2018 ini memberi arti tentang penting nya pelayanan standar dibawah itu antara pemerintah daerah mestinya sudah berjalan lebih baik sehingga ketika kementerian sosial memberikan pelayanan itu bersifat koordinatif.
Permensos Nomor 18 Tahun 2018 sejalan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah, UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, dan UU Nomor 12 tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial.
Jadi ketiga UU ini selain mendistribusikan secara rinci kewenangan pemerintah pusat dan daerah, juga membagi sistem intervensi dalam rehabilitasi sosial. Dalam hal ini penyandang disabilitas.
Pertama, Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai penguasa teritorial, memiliki kewenangan dan harus memiliki political will untuk melindungi dan melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial. Terutama untuk kelompok-kelompok yang kurang beruntung atau para pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. Seperti anak terlantar, lansia, tunawisma, pengemis dan tentunya penyandang disabilitas.
Pemda memiliki wewenang untuk melaksanakan pelayanan kesejahteraan sosial atau rehabilitasi sosial dasar. Yakni dengan sistem panti di level provinsi berbasis masyarakat di tingkat Kabupaten/Kota. Sedangkan pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melaksanakan layanan rehabilitasi sosial lanjut dengan sistem balai dan berbasis jaringan stackeholders.
Dalam sistem balai, layanan sosial tetap menampilkan layanan sebagaimana layanan di panti. Seperti pelayanan tempat tinggal atau asrama, pelayanan logistik, pelatihan vokasi dan lain sebagainya.
Yang membedakan di sini adalah kualitas layanannya yang semakin ditingkatkan sehingga lebih advanced. Terutama dalam sistem rawat inap dan rawat jalan.
Fasilitas balai dilengkapi sarana olahraga, ruang pelatihan keterampilan, ruang laboraturium, konseling dan lainnya. Tentu dari segi layanan rehabilitasinya pun lebih dioptimalkan.
Utamanya dalam rehabilitasi psikososial yang ditujukan kepada penerima manfaatnya maupun keluarganya. Di mana mereka disiapkan untuk dapat menerima kembali para penerima manfaat saat kembali ke keluarga dan lingkungan tempatnya tinggal.
Kedua, Permensos mendorong Pemda untuk mengimplementasikan UU Nomor 23 Tahun 2014 dan turunannya. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Permensos inilah yang membuka jalan bagi Pemda untuk lebih meningkatkan peran panti-panti yang dimiliki oleh Pemda.
Permensos memberikan model layanan dasar atau SPM. Dengan demikian Permensos mengunci peran Pemda untuk berkomitmen terhadap program pembangunan kesejahteraan sosial yakni dengan wujudkan program-program Pemda yang berpihak pada penyandang disabilitas dengan kualitas terbaik.
Yang patut dicatat, ada beberapa Pemda yang mengubah fungsi panti sosial menjadi perkantoran, gedung olah raga, dan lain sebagainya. Dengan adanya Permensos ini, maka sudah menjadi kewajiban Pemda untuk mengembalikan fungsinya ke semula. Yaitu panti sosial. Bila tidak, Pemda yang bersangkutan wajib membangun panti sosial baru sesuai amanat UU Pemda dan PP tentang SPM.
Ketiga, dari rahim Permensos Nomor 18 Tahun 2018 inilah lahir sebuah inovasi program Rehabilitasi sosial yang holistik, sistematik, dan terstandar yang disebut dengan Program Rehabilitasi Sosial (PROGRES) 5.0 New Platform. Yaitu Program rehabilitasi sosial yang menyasar lima kluster penerima manfaat layanan kesejahteraan sosial.
Antara lain, anak, Disabilitas, korban Napza, tuna sosial dan lansia. Sistem Rehabilitasi Sosial lanjut ini merupakan implementasi UU Disabilitas. Terutama turunannya. Yakni PP Nomor 52 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas. Dengan lahirnya UU Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pekerja Sosial, Sistem Rehabilitasi Sosial lanjut yang diusung Permensos ini semakin kuat fondasi regulasinya.
Keempat, Permensos Nomor 18 Tahun 2018 ini hanya mengubah panti menjadi balai milik Kementrian Sosial saja. Sedangkan ribuan panti milik masyarakat maupun pemda tidak terkena imbas Permensos ini. Masyarakat dan pemda tak perlu merasa dirugikan. Isu yang menyebutkan Permensos melikuidasi panti adalah tidak benar. Tercatat, panti milik Kemensos yang diubah menjadi Balai hanya ada empat di Indonesia, dan salah satunya adalah Balai Wyata Guna.
Permensos no 18 tahun 2018 ini meciptakan terwujudnya pelayanan sosial yang ideal bagi penyandang disabilitas dan penerima manfaaat lainya. Kualitas dan kuantitas layanan terus ditingkatkan, mulai dari fasilitas pelayanan seperti asrama, laboratorium, alat-alat terapi, terapi fisik, psikososial dan lain sebagainya.
Bahkan, semua balai di bawah pengelolaan Kemensos telah diakreditasi secara nasional dan berstandar internasional ISO 9000. Kualitas sumber daya manusianya, terutama pekerja sosial, juga telah disertifikasi profesi. Dengan demikian, balai bisa dijadikan pusat rujukan bagi panti untuk belajar, bersinergi dan mengambil manfaat terbaik bagi penyandang disabilitas. Sekali lagi, seharusnya kita bersyukur dengan adanya permensos ini.
KOMENTAR