Gus Muhaimin PKB dan Partai NU 1955

Hila Bame

Monday, 21-06-2021 | 16:15 pm

MDN

 

Oleh. : Adlan Daie
Wakil Sekretaris PWNU Jawa Barat

 

JAKARTA, INAKORAN

Mampukan PKB pada pileg 2024 di bawah kepemimpinan Gus Muhaimin mengulang sukses raihan prosentase elektoral partai Nahdlatul Ulama (NU) 1955? Inilah pertanyaan menarik untuk membaca kepemimpinan Gus Muhaimin, tokoh politik yang lahir dari tradisi pesantren, cicit dari KH. Bisri Samsuri, tokoh politik partai NU 1955 dan anggota Konstituante (MPR RI) dalam tautan PKB secara politik sebagai "ahli waris ideologis" partai NU 1955, partai peserta pemilu pertama di Indonesia diikuti 28 partai politik dan sejumlah peserta perorangan.


BACA:  

Gus Muhaimin, Politik dan Arti Sebuah Nama

 



Dalam pemilu 1955 Partai NU di peringkat tiga secara nasional dengan raihan 18,41%, menang di dapil.Jawa Timur dan Kalmantan Selatan. Peringkat pertama, yakni pemenang pemilu PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dengan raihan 22,36%, menang di dapil Bali dan Maluku Utara. Peringkat kedua partai Masyumi dengan raihan 20, 91 %, menang di 10 dapil dari 15 dapil se Indonesia dalam pemilu 1955. Peringkat keempat, di bawah partai NU,  adalah PKI  dengan raihan 16, 36 %, menang di dapil Jawa Tengah.


PKB di bawah kepemimpinan Gus Muhaimin memiliki titik kesamaan dengan partai NU1955.  Pertama sama sama tumbuh di era demokrasi multi.partai. Kedua sistem pemilu yang diikutinya relatif sama, yakni sistem proporsional dan ketiga PKB dan partai NU1955 (meski beda jaman) diikat  kekuatan "Party Identification"  ("Party Id") yang sama. Artinya, derajat komponen psykhologis pemiih partai NU 1955 dan PKB kuat di basis pemilih sosial santri sebagaimana temuan riset lembaga survey SMRC (2017) pimpinan Saiful Mujani.


Kepemimpinan Gus Muhaimin di PKB sebagai partai yang kuat di level "Party Id" sangat tepat dibangun tidak dengan kekuatan kharisma personal figur melainkan pada  kemampuan kepemimpinan manajerial dan soliditas kerja kerja kolektif dengan mengedepankan partai sebagai komponen terpenting, bukan pada pesohor figur baik selebritis maupun kader partai yang sedang menduduki jabatan jabatan politik atau popularitas caleg tertentu kecuali sekedar bersifat komplementer dan subordinatif terhadap kinerja partai.


Tipologi "solidarity maker", mengutip model Herbiet Fiet, dari kepemimpinan Gus Muhaimin di atas lebih mudah bagi PKB untuk menarik pulang warga NU ke rumah politik aslinya, PKB, yang menurut data survey LSI ( 2018) sebesar 67% dari populasi muslim di Indonesia. Setidaknya model kepemimpinan politik Gus Muhaimin ini terbukti telah berhasil di pileg 2019 melampaui partai NU 1955 terutama pada sebaran populasi basis pemilihnya di luar pulau Jawa meskipun prosesntase secara nasional masih di bawah partai NU 1955.


Dalam perspektif inilah pertanyaan di awal tulisan ini "mampukah PKB pada pileg 2024 di bawah kepemimpinan Gus Muhaimin mengulang sukses partai NU 1955" meraih 18% elektoral secara nasional atau setidaknya 15% bukanlah target illusi bagi PKB. Modal sosial NU dapat ditarik pulang ke PKB, rumah politknya, di tengah pragmatisme politik yang dahsyat menindih ruang publik, tentu dengan penguatan dan effektivitas kepemimpinan "solidarity maker" Gus Muhaimin di atas.


Selamat berkerja. Semoga sukses dan berkah.


Wassalam !

KOMENTAR