Huawei Tuntut AS Karena Ekspansi Usahanya Dilarang
Washington, Inako
Kisruh Amerika Serikat (AS) dan Huawei terus berlanjut. Kali ini, perusahaan teknologi asal Shenzhen, China itu menggugat pemerintah AS atas undang-undang yang melarang lembaga pemerintah membeli peralatan teknologi.
Huawei mengklaim bahwa undang-undang itu tidak konstitusional. Huawei juga terus berjuang setelah berbulan-bulan berada dalam tekanan politik. Dilansir dari CNBC International, gugatan tersebut diajukan pada Kamis (7/3/2019) waktu AS.
Huawei menilai AS menghalang-halangi perusahaan China dalam memperluas pasar hingga ke luar negeri lewat aturan tersebut. Aturan yang dimaksud yakni konstitusi Pasal 889 dalam Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional (NDAA).
Beleid ini adalah aturan yang diteken Presiden AS Donald Trump pada Agustus 2018. Isinya melarang lembaga eksekutif pemerintah melakukan pengadaan perangkat telekomunikasi yang dibuat oleh Huawei dan perusahaan China lain, seperti ZTE.
Parahnya, kedua perusahaan secara eksplisit disebut dalam UU tersebut. Tetapi, para pengacara berpendapat bahwa ketentuaan dalam NDAA itu bertentangan dengan konstitusi AS.
Huawei telah menghadapi tekanan kuat dari pemerintahan Presiden Donald Trump, yang mengklaim bahwa peralatan perusahaan Huawei dapat digunakan untuk keperluan spionase pemerintahan China. Raksasa teknologi asal China itu juga menghadapi dakwaan kriminal dari Departemen Kehakiman AS.
Huawei dituduh mencuri rahasia dagang dan mengabaikan sanksi AS terhadap Iran. Pemerintah AS juga berusaha membujuk sekutu agar tidak menggunakan teknologi peralatan dari Huawei.
Top eksekutif, termasuk pendiri perusahaan, berulang kali membantah tuduhan bahwa Huawei menjadi risiko bagi keamanan. Perusahaan juga berusaha merubah citra dengan mendorong relasi publik lebih besar.
Tak hanya itu, perusahaan asal China juga tengah melakukan serangan hukum yang ofensif. Huawei berpendapat bahwa ketentuan yang berada di NDDA merupakan "bill of attainder". Maksudnya, UU legislatif di AS menyatakan bahwa individu atau kelompok tertentu yang bersalah atas beberapa pelanggaran harus dihukum tanpa proses hukum, sedangkan ini tidak, bahkan melanggar konsitusi AS.
Pengacara perusahaan juga menyebutkan bahwa Pasal 889 adalah hal yang melanggar hukum. Pasalnya pasal ini melanggar hak Huawei untuk melewati proses hukum. Lantaran UU ini, perusahaan tidak bisa melawan di pengadilan.
Baik pihak Huawei maupun pemerintah AS dapat mengajukan banding atas keputusan nantinya. Itu karena pengadilan mempunyai kekuatan untuk membatalkan bagian dari UU tanpa mencabut seluruh hukum. Maka secara teori, Huawei dapat memberikan gugatan untuk menghapus Pasal 889.
Pihak Huawei berharap dengan penghapusan Pasal 889 dari NDDA itu bisa membuka pintu komunikasi yang baik terhadap pihak pemerintah AS.
Glan Nager, penasihat utama Huawei dan mitranya di Jones Day mengungkapkan bahwa hukum Amerika menyakiti pelanggan Huawei di AS.
"Ini merusak reputasi Huawei dan membatasi kemampuannya untuk menyediakan produk-produk inovatif, termasuk 5G, kepada konsumen di AS," katanya.
"Huawei berharap bahwa ia dapat terlibat dalam komunikasi yang konstruktif dengan presiden dan pemerintahan di AS. Tentang bagaimana membawa Huawei mampu bersaing ke AS. Sambil memberikan jaminan penuh untuk AS," katanya.
TAG#Amerika Serikat, #China, #Huawei, #Teknologi
188641791
KOMENTAR