Indonesia dan Sumber Daya Nuklir
Oleh : Fatma Puspita Sari, Kepala Bidang Sumber Daya Non Konvensional, Kemenko Maritim dan Investasi
Jakarta, Inako
Sumber daya energi baru yang ada di bumi Indonesia sangat beragam jenisnya. Kalau dilihat dari penggunaannya, sumber daya ini bersifat komplementer dan substitusi, bisa saling melengkapi atau saling mengganti. Meskipun kesannya bersaing, tapi keragaman energi primer memperkaya bauran energi dan meningkatkan ketahanan energi. Bahkan, terkait sumber daya energi, dapat dikatakan Indonesia memiliki semuanya, dari panas bumi sampai thorium.
Menariknya, dengan kekayaan sumber daya energi yang berlimpah, Indonesia masih belum ‘swasembada energi’. Energi yang tidak memadai melemahkan daya saing Indonesia dalam ekonomi global. Ditengarai, Indonesia tidak menjadi pilihan lokasi pindahnya 33 pabrik dari China, salah satunya adalah karena pasokan energi untuk pabrik tidak memadai. Masalah energi adalah Salah satu penyebab lemahnya daya saing Indonesia. Kondisi akan memburuk bila tidak ada jaminan pasokan energi memadai untuk sektor-sektor industri yang sedang berkembang, juga akan memburuk bila turbulensi geopolitik berdampak pada subsidi. Investasi dalam sektor industri kian marak dan meningkatnya kebutuhan energi tidak terhindarkan.
Salah satu industry yang sedang ditumbuhkan di Indonesia adalah industri kendaraan listrik dan produk-produk pendukungnya. Kita juga sedang mengembangkan industry baterai. Industri kendaraan listrik membutuhkan (energi) listrik dari preproduksi sampai pascaproduksi. Ketergantungannya pada listrik sangat tinggi. Indonesia dan Hyundai telah menandatangani kesepakatan investasi industry kendaraan bermotor. Dari Korea, Menko Maritim dan Investasi dan Kepala BKPM masih melanjutkan business trip ke Jerman untuk mendorong lebih banyak investasi kendaraan listrik di Indonesia. Kebutuhan energi untuk kendaraan listrik saat ini masih kurang. Kita kekurangan energi, kita juga menghadapi ketersediaan energi yang tidak merata. Masalah energi (listrik) kita bukan hanya di pembangkitan melainkan juga bermasalah pada jaringan. Diatas kertas kita bisa menegaskan bahwa masalah jaringan harus diperbaiki agar kita bisa tahu bagaimana efisiensi jaringan sebelum menyusun rencana pembangunan pembangkit, serta sejauh mana pemerintah pusat harus melakukan intervensi. Sumber daya alam kita sejatinya sangat terbatas dan harus dimanfaatkan dengan efisien.Baik yang bersumber dari EBT (non konvensional), maupun yang bersumber dari sumber daya konvensional (minyak dan batu bara/bahan bakar fossil).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menyebutkan pada akhir tahun 2019, 6 proyek pembangkit listrik akan menambah pasokan energi nasional 2.2 GW. Dari 6 proyek ini, 5 proyek adalah milik Independent Power Producer (IPP) dan 1 milik PLN. Sebagian besar menggunakan bahan bakar fossil (batu bara). Batu bara kita selain dipakai sendiri, juga diekspor. Batu bara adalah pilihan logis karena tersedia di dalam negeri. Namun, ketahanan energi tidak terwujud bila hanya tergantung pada energi primer yang kurang variatif.
Padahal, Indonesia telah memasuki era nuklir sejak tahun 1960-an. Presiden Soekarno telah meresmikan reactor Triga mark II di Bandung pada tanggal 20 Februari 1965. Selanjutnya Reaktor Riset Kartini diresmikan di Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1979 dan Reaktor GA Siwabessy diresmikan pada tanggal 20 Agustus 1987 oleh Presiden Soeharto. Namun sampai sekarang Indonesia belum memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir yang beroperasi komersial. Setelah lebih dari setengah abad semenjak Reaktor Triga Mark II di Bandung, meskipun Indonesia memiliki sumber daya alam logam tanah jarang uranium dan thorium di Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Papua. Indonesia masih belum memiliki pembangkit listrik bertenaga nuklir.
Menteri ESDM Arifin Tasrif pada RDP pertama dengan DPR telah mengatakan bahwa setuju dengan kemungkinan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), asalkan aman dan murah. Hal ini juga diperkuat oleh Dirjen EBTKE, Sutiyastoto yang mengatakan bahwa Pemerintah tidak akan menghalangi pembangunan PLTN selama biaya produksi bisa lebih kompetitif dibanding energi lainnya.
Sumber daya energi baru apakah yang belum dikembangkan dan dimanfaatkan secara luas di Indonesia? Sumber daya yang sampai saat ini masih menjadi opsi terakhir energi. Sumber daya uranium, thorium, nuklir. Nuklir sangat bisa menjadi sebagai sumber energi listrik di Indonesia. Pada bulan Agustus 2019 PT Timah Tbk dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah menjalin kesepakatan untuk merealisasikan pengelolaan logam tanah jarang yang mana salah satu limbah dari hasil pengolahan logam tanah jarang adalah uranium dan thorium yang dapat di manfaatkan sebagai sumber energi primer untuk pembangkit listrik tenaga nuklir.
PT Timah Tbk mulai mencoba memproduksi dalam skala kecil hidroxida logam tanah jarang dengan pemisahan uranium dan thorium di propinsi Bangka Belitung. Meskipun belum detail, tapi sudah ada visi bahwa konstruksi fasilitas pengolahan logam tanah jarang ini bisa dimulai pada semester pertama 2020. Tantangan lain yang dihadapi PT Timah adalah wilayah usaha (wilus) pertambangan belum dilelang oleh Kementerian ESDM, karenanya PT Timah masih belum bisa melakukan eksplorasi. Selain itu, masih ada larangan ekspor logam tanah jarang. Padahal pasarnya (luar negeri) sudah ada.
Pada sisi lain, industri nuklir dalam negeri belum berkembang, seyogianya bila belum dapat diserap dalam negeri, PT Timah dapat saja diberi keleluasaan untuk melakukan eksport. Bila, secara parallel, Indonesia juga dapat mengembangkan industri nuklir, melalui kerja sama antara BUMN dan investor untuk membuat reaktor MSR memanfaatkan sumber daya thorium yang diproduksi PT Timah. Bukankah Presiden telah mendorong partisipasi sektor swasta dan investor untuk percepatan pembangunan? Bila hal ini dapat berjalan, maka proyeksi 3 sektor industri tersebut, penyedia (BUMN tambang/PT.Timah), kontraktor (BUMN infrastruktur/PT PAL) dan off takernya (PT.PLN, IPP) dapat beriringan mewujudkan ketahanan energi yang diimpikan. Sudah ada IPP yang siap menjadi investor pembangunan PLTN Thorium.
Nuklir dan Perubahan Iklim
Perancis dan Jerman masih belum bersependapat mengenai kategori nuklir apakah termasuk energi hijau atau tidak, walaupun dalam voting yang dilakukan oleh EU commission memperkuat Perancis sehingga Nuklir masuk sebagai agenda COP25 yang menyatakan nuklir adalah komponen penting dalam mitigasi perubahan iklim.
Bahkan Sampai sekarang Perancis yang lebih dari 75% listriknya di hasilkan oleh nuklir atau setara dengan 380 Twh merupakan sumber listrik terbesar Perancis dengan carbon intensity dibawah 80 gram CO2 per kwh atau 6x lebih bersih dibanding Jerman yang berada pada level 500 gram CO2 per kwh. - Bahkan Presiden Macron dari Perancis mengatakan secara terbuka tidak akan mengikuti jejak Jerman dnegan menutup PLTN yang justru meningkatkan carbon intensity.
Sementara, Perancis melalui kesepakatan Paris (Paris Accord) juga memiliki komitmen energi bersih. Indonesia juga telah meratifikasi Kesepakatan Paris melalui Undang-Undang No.16 tahun 2016. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menegaskan tahun 2020 sebagai ‘Tahun Aksi’. Dalam semangat mengantisipasi dampak perubahan iklim, Indonesia tidak boleh tertinggal dalam proses elektrifikasi menuju net zero carbon emissions pada tahun 2050 sesuai target yang dirancang dalam COP 26 Glasgow. Bagi banyak negara, termasuk Indonesia, tahun 2020 menjadi fase penting dalam mewujudkan komitmen menurunkan emisi gas rumah kaca yang telah digadang-gadang sejak ratifikasi kesepakatan Paris.
Wacana terus berkembang mengenai peran nuklir yang konon dapat menjadi jawaban untuk menjadi sumber energi yang mampu menahan perubahan iklim. Kekayaan alam Indonesia memungkinkan pemanfaatan sumber daya yang langsung diambil dari bumi Indonesia ini. Termasuk sumber daya manusia potensial yang sejatinya telah dipersiapkan untuk memasuki era energi nuklir sejak setengah abad yang lalu.
Sementara, faktor penting untuk industri dan penciptaan lapangan kerja adalah sumber daya energi. Ketersediaan energi memampukan sektor industrialisasi berkembang. Baik industry kecil sampai industry raksasa akan merasakan manfaatnya. Pada sisi lain, rumah tangga juga merasakan, secara alamiah peningkatan kualitas hidup dapat diwujudkan. Selanjutnya industrialisasi berdampak pada pembukaan lapangan kerja.
Dalam era teknologi tinggi seperti sekarang ini, ketahanan energi disandingkan dengan ketahanan air dan ketahanan pangan. Industri energi secara langsung dan tidak langsung merupakan sumber penciptaan lapangan kerja atau mendorong penciptaan lebih banyak lapangan kerja melalui peningkatan produktifitas. Saat ini metode produksi kian tergantung pada teknologi, teknologi membutuhkan energi. Ketersediaan energi yang memadai dan murah (tanpa subsidi) akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara sederhana, untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 6 % pertahun, perlu ada peningkatan penyediaan sumber daya listrik 12 %. Ketersediaan pasokan energi (listrik) akan menumbuhkembangkan ekonomi lokal dan meningkatkan daya saing global.
Nuklir bisa jadi jawaban dari kebutuhan menambah bauran EBT sebagai energi primer murah, yang bersumber dari kekayaan alam Indonesia. Seperti batu bara, sumber daya nuklir (uranium dan thorium) juga bersumber dari dalam negeri maka akan mengurangi ketergantungan terhadap impor. Tapi perbaikan jaringan tetap harus menjadi perhatian. Sebagai negara kepulauan dengan kewajiban pemerintah untuk menyediakan energi dengan merata.
Pengembangan energi baru dan terbarukan dengan sumber energi mandiri (tersedia dalam negeri), membuka lebih banyak peluang investasi tentunya diharapkan bisa memicu ekonomi. Namun, dalam skala lebih besar, cita-cita Indonesia sebagai negara yang maju dan makmur, kita memerlukan industry yang lebih besar, penciptaan lebih banyak lapangan kerja, kebutuhan energi yang lebih besar. Maka sumber daya alam yang sudah ada di bumi Indonesia harus dapat dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan pastinya. Karena Indonesia memiliki semuanya, dari sumber daya manusia usia produktif , lautan nan luas, bumi yang kaya akan pertambangan, juga sumber daya uranium, thorium, nuklir yang jangan lagi menunggu lama untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.
TAG#Jakarta, #Nuklir, #Indonesia
185741214
KOMENTAR