Ini Tanggapan Agung Podomoro Setelah Berhembus Kabar Jual Central Park dan Senayan City

Sifi Masdi

Wednesday, 04-09-2019 | 13:56 pm

MDN
Mal Senayan City [ist]

Jakarta, Inako

Harga saham PT Agung Podomoro Tbk (APLN) pada perdagang kemarin ditutup menguat signifikan setelah beredar rumor perseroan akan menjual salah satu aset, yaitu Mal Central Park dan Senayan City. 

Kabar tersebut sempat membuat harga saham APLN melambung hingga 32% atau hampir saja menyentuh batas auto reject atas (ARA). Pada saat penutupan perdagangan, harga saham APLN tercatat naik 26,60% ke level harga Rp 238/unit. 

Simak video InaTv dan jangan lupa klik "subscribe and like" menuju Indonesia Maju.

 

Kenaikan harga saham tersebut juga ditopan oleh volume dan nilai transaksi yang besar. Volume transaksi tercatat mencapai 857,28 juta saham senilai Rp 200,89 miliar. 

Rumor di pasar tersebut menyebutkan APLN akan menjual Mal Central Park dan Senayan City. Nilai penjualan Central Park mencapai Rp 4 triliun. 

Kedua mal tersebut merupakan milik APLN dan rencana penjualan aset ini sebenarnya sudah terhembus sejak perseroan mengalami kesulitan likuiditas.

Menanggapi isu itu, Corporate Secretary APLN Justini Omas menyatakan kabar tersebut tidak benar. "Wah...rumor ini saya justru tahunya dari media juga," kata Justini kepada wartawan.

APLN memang sedang mengalami kesulitan likuiditas saat ini. Ini membuat rating atau peringkat perusahaan diturunkan menjadi CCC- dari sebelumnya B- oleh Fitch Ratings.

Menurut Fitch, penurunan peringkat mencerminkan risiko refinancing dan risiko likuiditas yang meningkat, seiring dengan penundaan rencananya mencari pendanaan pada Mei 2019 yang berniat digunakan untuk mendanai kembali obligasi domestik jangka pendek dan melunasi kredit sindikasi Rp 1,17 triliun.

Berdasarkan laporan Fitch yang dirilis 17 Juli 2019, APLN dianggap gagal mengumpulkan dana yang cukup dari perbankan lokal untuk membiayai kembali Rp 1,3 triliun obligasi domestik perusahaan dan Rp 1,3 triliun utang sindikasi yang jatuh tempo antara Juni 2019 dan Januari 2020.

APLN awalnya berencana untuk mengumpulkan dana mencapai Rp 2,6 triliun, tapi akhirnya dana yang didapat hanya sebesar Rp 750 miliar.

Namun, melansir laporan Fitch, para kreditur memberi kelonggaran dengan memperpanjang tanggal jatuh tempo surat obligasi domestik menjadi 30 September 2019.

Akan tetapi, Fitch menganggap bahwa APLN akan tetap kesulitan memenuhi tenggat waktu tersebut mengingat arus kas operasi perusahaan masih mencatatkan rapor merah. Hingga akhir Juni 2019, arus kas operasi APLN tercatat minus Rp 880,23 miliar. Hal ini sudah menjadi indikasi rendahnya tingkat likuiditas perusahaan.


 

KOMENTAR