Kenaikan Gaji Guru Antara Janji Manis dan Kegaduhan Publik
Oleh: Paskalia paskalia@atmajaya.ac.id
Dosen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Administrasi Bisnis dan
Ilmu Komunikasi (FIABIKOM)
Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta
JAKARTA, INAKORAN
Pada akhir 2024 tepatnya 28 November 2024, Presiden Prabowo Subianto
dengan penuh emosi mengumumkan kenaikan gaji guru sebagai salah satu gebrakannya dalam pemerintahan baru.
Dalam pidatonya di Velodrome pada Puncak Peringatan Hari Guru,
ia menyampaikan bahwa guru ASN akan menerima kenaikan sebesar satu kali gaji pokok, sementara guru non- ASN akan mendapatkan peningkatan tunjangan hingga Rp2 juta.
Pengumuman ini awalnya disambut meriah, menjadi angin segar bagi seluruh guru di Indonesia yang telah lama mendambakan peningkatan kesejahteraan.
Namun, tidak butuh waktu lama, euforia tersebut berubah menjadi kegaduhan.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan bahwa kenaikan bagi guru non-ASN sebenarnya hanya Rp500.000, dari sebelumnya Rp1.500.000 menjadi Rp2.000.000 pada 2025.
Pernyataan ini memicu kekecewaan, karena dianggap tidak sesuai dengan harapan yang dibangun dari pidato presiden.
Ironisnya, janji yang semula membawa harapan justru dipandang sebagai upaya pencitraan politik tanpa transparansi yang memadai.
Resonansi di Dunia Maya: Data yang Mengungkap
Isu ini dengan cepat menjadi bahan perbincangan publik, terutama di dunia maya.
Data menunjukkan bahwa selama periode 24 November hingga 14 Desember 2024, terdapat 4.855 unggahan terkait kenaikan gaji guru di berbagai platform daring,
termasuk media sosial, media online, blog, dan situs web.
Sebagian besar diskusi terjadi di media online (54,99%) dan media sosial (42,85%).
Dengan jangkauan lebih dari 50 juta akun, 1,8 juta interaksi, dan 1,5 juta likes, jelas bahwa isu ini memancing keterlibatan emosional yang signifikan dari warganet.
Pemerintah harus menyadari tingginya antusiasme ini sebagai indikasi bahwa publik memperhatikan setiap keputusan terkait kesejahteraan guru.
Isu ini tidak hanya sebatas perdebatan akademis, tetapi juga menjadi cerminan aspirasi masyarakat luas.
Apakah kebijakan tersebut dapat menjawab kebutuhan nyata guru atau hanya sebatas janji politis?
Sentimen Publik: Antara Harapan dan Kekecewaan
Publik yang memperbincangkan tentang kenaikan gaji guru tersebut terbagi dalam beberapa medium, yakni: berita online, X, Youtube, Blogs, Website, TikTok, dan Facebook.
Di media sosial, terlihat bahwa jumlah postingan terbanyak berasal dari Youtube sebanyak 1.104 postingan.
Berikutnya, X sebanyak 413 postingan, TikTok 372 postingan, dan Facebook 142 postingan.
Dominasi YouTube dalam jumlah postingan menunjukkan bahwa konten video semakin menjadi pilihan utama bagi publik untuk menyampaikan
pendapat dan berdiskusi mengenai isu penting seperti kesejahteraan guru.
Hal ini sejalan dengan tren konsumsi media saat ini, di mana format video lebih menarik perhatian dan mampu menyampaikan pesan secara lebih komprehensif dibandingkan teks semata.
Sementara itu, tingginya perbincangan di X dan TikTok menunjukkan bahwa isu ini juga disoroti oleh kelompok audiens yang lebih beragam dan dinamis, termasuk generasi muda yang aktif di kedua platform tersebut.
Pemerintah dapat melihat tren ini sebagai peluang untuk membangun narasi positif dan berinteraksi langsung dengan publik melalui platform-platform tersebut.
Dengan strategi komunikasi yang tepat, topik kenaikan gaji guru tidak hanya dapat meredakan potensi polemik, tetapi juga mendorong dukungan publik yang lebih luas terhadap kebijakan tersebut.
Menelisik lebih jauh, tren perbincangan publik tentang kenaikan gaji guru meningkat tajam pada 28 November 2024 sebanyak 1,288 postingan yang menjadi tolok ukur bahwa
pernyataan Presiden Prabowo terkait kenaikan gaji guru tersebut berdampak signifikan pada perbincangan publik secara daring.
Lonjakan tajam ini menunjukkan bahwa isu kenaikan gaji guru memiliki resonansi kuat di kalangan masyarakat.
Pernyataan pemimpin negara, dalam hal ini Presiden Prabowo, menjadi pemantik utama yang memicu respons publik, baik berupa dukungan, kritik, maupun diskusi lebih lanjut.
Tingginya intensitas perbincangan juga mencerminkan bahwa publik saat ini semakin peka dan reaktif terhadap kebijakan pemerintah,
khususnya yang menyangkut kesejahteraan sektor pendidikan.
Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pemerintah untuk merespons ekspektasi publik secara transparan dan strategis.
Pemerintah perlu memanfaatkan momentum ini untuk menjelaskan rencana konkret terkait implementasi kebijakan tersebut,
sehingga dapat membangun kepercayaan publik dan memastikan kebijakan ini benar- benar menjadi solusi nyata bagi kesejahteraan guru di Indonesia.
Tidak hanya itu, perbandingan antara sentimen positif dengan negatif setiap harinya selama tiga minggu terakhir memperlihatkan adanya pro dan kontra
terkait keputusan pemerintah untuk menaikkan gaji guru.
Sejak 30 November 2024 hingga 14 Desember 2024, terlihat adanya kesenjangan antar kedua sentimen, di mana sentimen negatif lebih dominan setiap harinya.
Artinya, sejak Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan gaji guru, tidak hanya apresiasi yang berkembang, tetapi juga kritik tajam terhadap kebijakan tersebut.
Publik mulai mempertanyakan rincian kenaikan gaji yang dimaksud hingga bagaimana implementasi realisasinya.
Pernyataan Presiden Prabowo pun menjadi sorotan publik, diperparah dengan munculnya berbagai komentar kritis dari tokoh politik dan
pemerhati pendidikan terkait nominal kenaikan tersebut.
Lonjakan sentimen negatif ini mengindikasikan bahwa masyarakat memiliki harapan yang tinggi akan transparansi kebijakan publik,
khususnya yang berdampak langsung pada kesejahteraan guru dan sektor pendidikan.
Harapan publik tidak hanya sebatas pada nominal kenaikan, tetapi juga pada dampaknya terhadap peningkatan kualitas pendidikan.
Pertanyaan mendasar yang muncul adalah: apakah kenaikan ini akan mampu memperbaiki kesejahteraan guru secara signifikan atau hanya
menjadi kebijakan populis dengan manfaat jangka pendek?
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai implikasi fiskal jangka panjang dari kebijakan ini, yang mungkin menjadi beban tambahan bagi negara.
Membangun Narasi Kebijakan yang Kredibel
Momentum ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi pemerintah. Tingginya ekspektasi publik terhadap kebijakan ini harus diiringi dengan transparansi dan komunikasi yang strategis.
Pemerintah perlu menjelaskan secara rinci langkah-langkah implementasi kenaikan gaji, termasuk alokasi anggaran dan mekanisme distribusinya, untuk menghindari kesalahpahaman di masyarakat.
Lebih jauh, pemerintah perlu menjadikan isu kesejahteraan guru sebagai agenda prioritas yang berkelanjutan, bukan hanya sebagai alat politik jangka pendek.
Sebab, pada akhirnya, kebijakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan guru tidak hanya akan berdampak pada kehidupan mereka, tetapi juga pada kualitas pendidikan yang mereka berikan kepada generasi penerus bangsa.
Kenaikan gaji guru adalah isu krusial yang tidak bisa dipandang sebelah mata dan koherensi pentingnya peran guru dalam pembangunan bangsa.
Namun, tanpa transparansi, komunikasi yang baik, dan langkah nyata, kebijakan ini berisiko menjadi sekadar janji politik yang gagal memenuhi ekspektasi.
Sudah saatnya pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan kesejahteraan guru sebagai fondasi utama dalam memperkuat kualitas pendidikan Indonesia.
Sumber Data:
Riset Penulis berdasarkan platform Brand24 periode waktu 24 November -14 Desember 2024.
KOMENTAR