Lezatnya Uang Rakyat, PMN 20 T Salah Alamat Siapa Yang Salah..?

Oleh: Latin, SE
JAKARTA, INAKORAN
"Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 20 triliun Nyasar Ke PT BPUI (Persero) Core Bisnis Non-Asuransi, dipaksakan untuk mendirikan anak usaha baru dibidang asuransi jiwa pada IFG Life.
Penyertaan Modal Negara (PMN) itu Uang rakyat yang digunakan, seharusnya mampu mengobati kebutuhan akses permodalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), guna menyelamatkan kepentingan hajat hidup orang banyak disana"
BACA:
Super Holding BUMN Akan Menjadi Solusi Masa Depan Bisnis Negara
Upaya Penyehatan dan Penyelamatan BUMN Asuransi Jiwasraya ternyata menimbulkan paradok's, yang pada akhirnya akan menutup secara paksa core bisnis Jiwasraya dengan merugikan para Pemegang Polisnya.
Pemerintah seharusnya mampu melindungi kepentingan konsumen yang sekaligus sebagai rakyatnya. Amanat UU Perlindungan Konsumen sektor jasa asuransi, hendaknya bisa diimplementasikan secara nyata guna melindungi hak konsumen dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan keseriusan Pemerintah sangat dibutuhkan.
Kasus Jiwasraya ini sudah menjadi perhatian serius bagi publik yang seharusnya menjadi skala prioritas utama Pemerintah. Negara yang seharusnya mampu bertanggungjawab atas terjadinya missmanajemen ditubuh perseroan Jiwasraya.
Dan mampu melestarikan keberadaannya khususnya seluruh portofolionya asuransi milik negara bukan ditindas seperti sekarang ini hak para konsumennya.
Program kerja Dewan Direksi yang menyesatkan publik, termasuk pada adanya pengajuan proposal Direksi Jiwasraya kepada Pemerintah atas Rencana Penyehatan Keuangan Jiwasraya disebut (RPKJ), lewat program restrukturisasi yang menyasar konsumen polis Jiwasraya, hendaknya Pemerintah tidak mendukung, seharusnya mampu meluruskan kekeliruannya.
Adanya proposal RPKJ tersebut, justru itu sebagai bentuk perampasan hak konsumen, pengkianatan terhadap industri perasuransian tanah air, yang sekaligus menghilangkan seluruh manfaat polis asuransi jiwa, merampas secara paksa manfaat polis asuransi dan memotong uang simpanan bagi seluruh pemegang Polis Jiwasraya, yang telah mengabaikan aturan perundang-undangan yang ada.
Bahwa didalam RPKJ tersebut berpotensi ada dugaan praktek tindak pidana korupsi Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM). Nilai besaran kerugian konsumen yang mensekenariokan program yang berkedok Penyelematan Polis Jiwasraya sebesar 23,8 Triliun.
Pada akhirnya seluruh portofolio milik Jiwasraya akan diboyong ke penanggung baru yang telah ditunjuk sebelumnya, tanpa melalui proses transparansi pada asuransi IFG Life. Setelah terlebih dahulu direvisi seluruh kewajiban perseroan sebesar 35,8 triliun.
Melihat kondisi tersebut seharusnya pihak penegak hukum mampu melakukan upaya pencegahanya sejak dini mungkin, agar penyalahgunaan kewenangan tersebut terhadap perseroan dapat dihentikan, untuk menghindari kerugian masyarakat yang lebih besar.
Sebagaimana diketahui total kewajiban hutang Klaim asuransi terhadap seluruh konsumen polis Jiwasraya, yang seharusnya dapat disegerakan oleh Negara-qq Jiwasraya secara keseluruhan total sebesar 59,7 triliun.
BACA:
15,36 Triliun Rupiah Dana BPUM 2021 Disalurkan kepada 12,8 Juta Usaha Mikro
Hal ini diakibatkan dari pembatalan perjanjian secara sepihak atas seluruh polis milik para pemegang polisnya, yang dilakukan oleh Dewan Direksinya tersebut sebelumnya. Kewajiban hutang klaim sebesar 59,7 triliun itu yang di estimasi per 31 desember 2021.
Kesalahan fatal manajemen Jiwasraya melakukan tindakan sepihak merevisi seluruh total liabilitas perseroan atau kewajiban hutang jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang atas liabilitas perseroan itu sebesar 40%. Akibatnya itu penerapan praktek program restrukturisasi Polis Jiwasraya, yang menimbulkan kegaduhan publik.
Aktor intelektual pencetus RPK-Jiwasraya yang menerapkan program restrukturisasi yang menyasar seluruh Konsumen Polis tersebut harus diungkap ke publik, yang telah diusulkan melalui Dewan Direksi Jiwasraya.
Hal ini menimbulkan kegaduhan publik yang menyebabkan kewajiban hutang klaim asuransi negara-qq Jiwasraya menurun sebesar 35,8 triliun, yang direncanakan akan dialihkan ke penanggung baru.
Implementasi Program Restrukturisasi Pemegang Polis Jiwasraya menyesatkan publik. Hal ini justru membawa ketidak pastian baru, sekaligus merusak tatanan perasuransian Indonesia, yang selama ini telah dibangun sangat lama kepercayaan publik itu.
Kondisi ketidak pastian tersebut menimbulkan kegaduhan publik atas nasib seluruh Konsumen Polis Jiwasraya. Mereka yang belum mendapatkan haknya sebagai konsumen dan perusahaan asuransi jiwa pada umumnya dalam tekanan kondisi ketidak kepastian atas pembayaran uang polis asuransinya.
Mereka telah menunggu sangat lama sejak Oktober 2018 pasca pengumuman gagal bayar polis senilai 802 miliar oleh pak Dirutnya berinisial HTS.
Sekenario RPK-Jiwasraya atas program restrukturisasi polis, ditandai sejak adanya pembatalan perjanjian polis secara sepihak oleh Dewan Direksi Jiwasraya yang juga menjabat sebagai Ketua TIM Restrukturisasi Jiwasraya.
Kemudian dilanjutkan dengan penawaran proposal skema restrukturisasi polis yang direncanakan diboyong ke asuransi lain.
Program jahanam tersebut membawa petaka besar bagi kelangsungan core bisnis Jiwasraya dimasamendatang, para pekerja, dan juga seluruh insan didalamnya khususnya Konsumen.
Pemegang Polis melakukan penolakan, karena mereka dirugikan dan telah keluar dari perjanjian polis.
Diketahui program tersebut belum ada kejelasan dan kepastiannya, juga tidak ada jaminan kedepan akan seperti apa kelangsungannya, mengingat terlalu banyak regulasi yang dilanggarnya ? belum ada pernyataan resmi dari Manajemen Jiwasraya atas penyelesaian klaim asurasi pembayarannya bagi mereka yang menolak proposal restru dengan model seperti apa.
Bahkan yang sudah menang gugatan hukumpun dengan putusan hakim pengadilan telah dimenangkan incraht belum juga mendapatkan kepastian, kapan akan dibayar uang polisnya.
Pengamat asuransi KUPASI yang sekaligus penulis buku berjudul Tetralogi Robohnya Asuransi Kami; Bapak Irvan Rahardjo, SE. MM.ANZIIF dalam keterangannya, menyampaikan sepanjang Januari 2021 sampai dengan 23 November 2021, telah terdapat 34 (Tiga puluh empat) gugatan hukum yang diajukan oleh Pemegang Polis Jiwasraya.
Bahwa terdapat sejumah yang turut tergugat yaitu PT AJS, Kemen BUMN, Kemenkeu RI, OJK, dan beberapa Bank penyalur produk pemasran Jiwasraya diseluruh kantor Cabangnya, belum menunjukan gelagat itikad baiknya.
Kata Pak Irvan Rahardjo, bahwa gugatan hukum kepada Jiwasraya, atas pengelolaan bisnis ingkar janji tersebut, itu terjadi diseluruh Indonesia. Dari 34 (Tiga Puluh Empat) penggugat yang sebagian konsumen polis Jiwasraya atas perkara gugatan hukum PMH, perkara gugatan hukum wanprestasi, perkara gugatan class action, perkara gugatan hukum di PTUN, perkara gugatan hukum sederhana perorangan, itu diajukan sepanjang tahun 2021, dan masih akan terus bertambah seiring lambannya penyelesaian klaimnya.
Dari 5 (lima) gugatan hukum telah diputus oleh hakim pengadilan dimenangkan oleh Pemegang Polis dengan putusan incraht.
Diketahui itu juga belum mendapatkan kepastian, kapan pembayaran klaim manfaat asuransinya dapat dipenuhi oleh penanggung.
Pembayaran klaim asuransinya tersebut belum juga ada kepastian, 4 (empat) bulan berlalu telah menunggu adanya itikad baik dari PT AJS, kemen BUMN, Kemen Keuangan RI, untuk menjalankan amar putusan hakim pengadilan tersebut, kata Irvan.
Kemudian 19 (sembilan belas) gugatan hukum masih dalam proses dipengadilan dan 10 ( sepuluh) gugatan hukum dicabut oleh majelis hakim dengan alasan yang tidak masuk akal. Hal ini menunjukan bahwa tidak ada kepastian hukum bagi para konsumen polis Jiwasraya atas sengketa polis yang sedang mencari keadilan di negeri sendiri.
Kemana kehadiran negara selama ini, jika kondisinya sudah demikian, tidak lagi ada kepastian hukum di Republik NKRI ini, kemana peranan para pencegah korupsi lembaga antikorupsi (KPK RI) dan para penegak keadilan di negari ini.
Saat ini nasib jutaan konsumen polis dipertaruhkan, yang membutuhkan perhatian sangat serius dan komitment dari Pemerintah, untuk tetap berpedoman dan menjalankan amanat UUD 1945 khususnya pada Undang-Undang Perasuransian Nomor 40 Tahun 2014, Pasal 1, Pasal 15, Pasal 53 ayat 1, 2, & 4, dan termasuk Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Serta belum dijalankannya secara sungguh-sungguh atas implementasi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) sektor industri perasuransian.
Kemana lagi konsumen polis asuransi BUMN harus mengadu, bila lembaga penegak hukum tidak bisa dipercaya menjalankan amanatnya. Terhadap nasib 5 (Lima) jutaan Konsumen Polis Jiwasraya dalam ketidak pastian.
Mereka juga rakyat yang pada kondisi saat ini sangat terdampak oleh pandemi Covid-19, sungguh memprihatinkan kondisi keuangannya, telah menunggu sangat lama penyelesaian pembayaran uang polisnya oleh Negara.
Dimana yang secara aturan regulasi tidak lebih dari 30 hari penyelesain klaim manfaat polis asuransi sejak pengajuan dokumen dinyatakan lengkap oleh penanggung.
Sangat buruknya pelayanan Jiwasraya membuat rusaknya kepercayaan publik atas kasus yang ada tersebut. Telah menyita banyak perhatian publik baik ditingkat nasional maupun ditingkat internasional atas upaya penyelesaiannya yang lamban dan tidak profesional.
Uang milik para konsumenpun terpaksa harus terlalu lama menunggu sejak Oktober 2018 - sekarang. Meski konon Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar 20 Triliun tersebut sudah digelontorkan ke PT BPUI (Persero) yang akan diteruskan untuk anak usahanya yang baru IFG Life. Hingga artikel ini mengudara, mereka belum mendapat pembayaran uang klaim asuransinya pasca telah dimenangkannya oleh hakim pengadilan dengan putusan incraht tersebut.
Nampaknya belum terbuka mata hatinya, para petinggi pejabat negara tersebut dari mulai pejabat Dewan Direksi Jiwasraya, pejabat Holding PT BPUI (Persero) Perasuransian dan Penjaminan, pejabat Kemen BUMN, dan pejabat Kemen Keuangan RI, sampai hari ini belum menunjukan itikad baiknya sebagai penyelenggara Negara yang baik dan profesional dalam menyalani kepentingan publik.
Penggunaan dana dari Penyertaan Modal Negara (PMN) yang tidak tepat sasaran menimbulkan masalah baru dikemudian hari, yang berujung dapat berpontensi fraud, atas penyalahgunaan uang rakyat yang salah satunya bersumber dari pungutan pajak.
Pemberian Penyertaan Modal Negara (PMN) yang salah alamat, bukan diperuntukan untuk penguatan akses permodalan industri perasuransian dan sekaligus untuk menumbuhkan kepercayaan publik terhadap industri perasuransian itu sendiri pasca destruksi terhadap perseroan Jiwasraya. Hal ini juga dapat dimintain pertanggungjawabannya baik secara politik maupun secara konstitusi.
Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diberikan sebesar 20 triliun, pada lembaga BUMN non-asuransi terhadap PT BPUI (Persero) yang core bisnisnya diluar sektor perasuransian menimbulkan kejanggalan bagi publik, harus dilakukan audit forensik secara khusus dan menyeluruh terhadap lembaga tersebut. Agar publik mengetahui uang negara digunakan untuk apa, sekaligus uang rakyat tersebut agar tidak dijadikan sebagai bancakan kembali oleh para petinggi elit politik negeri ini.
Cukuplah sudah pengalaman dimasalalu menjadi catatan kelam sejarah bangsa ini. Berkaca dari mental pejabat Jiwasraya saat ini yang tidak memiliki kopetensi dan tidak profesional mengelola dana masyarat, telah membuat citra negara buruk atas industri perasuransian tanah air, rusaknya kepercayaan publik terhadap industri itu sendiri khususnya terhadap bisnis negara.
Sikap arogansi pejabat negara dengan pengelolaan secara sembrono, ugal-ugalan yang terjadi saat ini ditubuh Jiwasraya perlu dihentikan dan diganti dengan orang-orang yang expert dibidangnya.
Tidak amanahnya pejabat tersebut melakukan destruksi, minimnya pengetahuannya atas keahlian pejabat yang tidak sesuai bidangnya, mengemban di Jiwasraya. Kurangnya pengawasan OJK dan kontrol publik menjadi penyebab utama masalah tersebut, harus dihentikan oleh Pemerintah dan mendapatkan rehabilitas mental para pejabat negara untuk kembali diberikan materi belajar bela negara.
Bahwa contoh bailout uang negara di masalalu adanya kasus seperti BLBI, Bank Century, harusnya itu bisa dijadikan pelajaran berharga, agar tidak kembali berulang dimasa mendatang khususnya jangan sampai terjadi berulang pada bailout Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT BPUI (Persero). Dan hendaknya mampu dapat dihentikan sejak dini.
Termasuk upaya pencegahannya dugaan mallpraktek, malladministrasi, termasuk kemungkinan potensi adanya dugaan korupsi uang milik konsumen polis Jiwasraya.
Jika Pemerintah niat hati untuk membenahi industri perasuransian Indonesia, hendaknya saat lahirnya UU Perasuransian itu, merupakan moment yang tepat, yang seharusnya sudah membangun LPP (Lembaga Penjamin Polis). Sebagaimana amanat dari UU Perasuransian dimaksud Nomor 40/2014 Pasal 53.
Besaran PMN (Penyertaan Modal Negara) itu, yang seharusnya negara hadir dan mampu diberikan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan pendanaan sebagai bentuk akses permodalan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Hal ini justru dibelokan ke BUMN lain yang bukan peruntukannya perasuransian.
PT BPUI (Persero) diketahui sudah bermasalah jauh sebelumnya, yang mendapatkan amanat sebagai perusahaan BUMN core bisnis pada sektor pembiayaan UMKM pada saat itu.
Lantas apa alasan mendasar Pemerintah memberikan PMN tersebut, yang tidak pada peruntukannya industri perasuransian. Dan parahnya lagi PT BPUI (Persero) ditunjuk menjadi induk Holding BUMN perasuransian dan penjaminan.
Sudah saatnya ada keterbukan informasi publik atas masalah ini, dibutuhkan audit forensik atas Penunjukan Holding pada PT BPUI (Persero) tidak mengedepankan prinsip GCG, yang diketahui juga penuh nuansa politis tanpa dasar kajian yang jelas dan matang. Hal ini juga termasuk pendirian anak usaha barunya dibidang asuransi jiwa pada IFG Life.
Mari katakan tidak pada penindasan terhadap konsumen asuransi milik negara, dari upaya pembusukan dari dalam untuk mempailitkan secara paksa core bisnis Jiwasraya oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.
Pada akhirnya justru akan menyesatkan para konsumen polis, menambah angka pengangguran baru, sehingga mengangkangi relugasi undang-undang perasuransian dan UUD 1945.
Stop penindasan konsumen polis asuransi, stop perampokan terhadap seluruh uang simpanan polis para pensiunan, terhadap seluruh konsumen Jiwasraya yang berkedok penyelamatan atas implementasi dari program Restrukturisasi Polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero). (Red)
**) Latin, SE, adalah Exs.Unit Manajer Jiwasraya Cabang Bekasi || Pemegang Polis Jiwasraya || Anggota PPWI || Email: latinse3@gmail.com
TAG#JIWASRAYA, #LATIN, #KASUS JIWASRAYA
194759306
KOMENTAR